#MahakaryaAyahIbu: Guru Kehidupanku

Artikel ini merupakan karya tulis peserta kompetisi storyline "Mahakarya untuk Ayah dan Ibu" yang diselenggarakan oleh IDNtimes dan Semen Gresik.
Ini cerita tentang kita dulu Bu, di masa hanya ada kau dan aku. Ya hanya kita berdua. Sepertinya ada ribuan kali aku melihat adegan ibu buru-buru mandi, masak seadanya dan langsung pergi berangkat kerja ketika seluruh dunia masih terlelap dengan mimpinya. Sewaktu aku bangun tak jarang hanya ada nugget di meja makan untuk sarapanku sebelum pergi ke sekolah dan tak jarang juga ibu tidak memasak. Tak apa bu karena hal tersebut aku jadi banyak tahu tentang dunia dapur, disaat teman teman seumuranku saat itu bahkan mungkin tidak tahu cara menggoreng telur.
Mungkin orang di luar sana akan sibuk bergonjang-ganjing bertanya “Kerjaan mamanya feby kayanya biasa aja deh tapi kok bisa buat feby kaya gitu?” tidak apa apa Ma, pembenci akan tetap membenci. Menjadi seorang single parent memang agak menyakitkan, karena gosip-gosip tetangga akan lebih asin dari pada garam di dapur kita. Banyak orang tak mengerti betapa ibuku adalah pekerja keras yang tangguh, di kala itu ibu menjadi seorang pegawai di sebuah salon khusus perias pengantin, masalahnya mereka hanya tahu itu.
Mereka tak tahu bahwa ibu juga berjualan keripik, baju, jamu bahkan apa saja asal halal dan mendatangkan uang. Ibu juga sering mengambil job merias orang di luar tempat kerjanya dan aku sering diberi uang jika ikut membantu ibu. Ibu juga pernah beberapa kali membuka privat kelas make-up. Banyak orang lalu lalang datang ke rumah kami untuk meminta ibu mengajari mereka tentang tata rias, aku tahu beberapa dari mereka bukan orang sembarangan. Meski gang rumah kami sangat kecil mereka tak keberatan jika mobilnya tak bisa masuk ke gang kami dan harus parkir di sebrang jalan. Di detik itu jugalah aku belajar bahwa menjadi pintar itu mahal sekali harganya.
Semua uang yang ibu dapatkan ibu gunakan untuk kebutuhanku. Aku bisa sekolah di sekolah terbaik di daerah rumah kita, aku bisa ikut les ini-itu, aku bisa punya handphone seperti punya teman-temanku, aku bisa memakai tas baru di setiap semester, aku bisa memakai baju yang bagus tak ketinggalan ibu juga memberi uang jajan yang cukup untukku yang kutahu seharusnya aku tak layak untuk itu.
Tidak, ibu sedang tak mengajariku untuk boros. Tahu mengapa dia selalu seperti itu padaku? Di setiap malam ia selalu meninabobokkanku dan berbisik ke telingaku,
“Mama janji mama ga akan buat Feby ketinggalan dari anak-anak yang punya mama dan papa, gimana papa mama mereka bisa menghidupi mereka secara layak, mama juga akan berusaha membuat Feby seperti itu”.
Ibuku luar biasa bukan? Ia kokok tak tertandingi. Kami tidaklah kaya, tapi ibuku selalu berusaha membuat aku bahagia dengan caranya. Tidak punya hari ini, mungkin tahun depan. Tidak bisa sekolah di tempat terbaik di kota kami, minimal terbaik di daerah tempat tinggal kami.
Kata orang punya ibu seorang wanita karir itu tidaklah menyenangkan dan banyak orang menumbalkan kesibukan pekerjaan orang tuanya sebagai alasan mengapa mereka menjadi anak yang nakal. Bersyukur kepada Tuhan untuk mendewasakanku lebih dini jadi aku bisa mengerti kesibukan ibuku. Ibu memang meninggalkanku untuk bekerja tapi ia tak pernah meninggalkan ceritaku.
Cerita tentang hari-hariku,sekolahku dan teman-temanku. Ibu memang meninggalkanku untuk bekerja, namun ia tak pernah ketinggalan menghubungiku untuk sekedar mengingatkan jangan lupa menyantap makan siangku. Ibuku tetaplah seperti ibumu sobat, berada di rumah 24 jam atau sibuk bekerja seharian tidak membuatnya lupa akan kondratnya sebagai seorang ibu. Ibu adalah mahakarya sempurna Tuhan untukku.