Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Sebab Orang Batal Cerita Masalahnya, Pilih Simpan Sendiri

ilustrasi lesu karena masalah (pexels.com/Whicdhemein One)
ilustrasi lesu karena masalah (pexels.com/Whicdhemein One)

Pernahkah kamu batal cerita masalahmu pada orang lain? Padahal, tadinya dirimu yakin akan melakukannya. Namun, akhirnya cerita itu selamanya dipendam atau kapan-kapan diberitahukan tetapi pada orang yang berbeda.

Kamu bukan satu-satunya orang yang pernah membatalkan keinginan curhat pada orang lain. Sebagian besar kita juga pernah melakukannya. Berikut penyebab umum orang gak jadi membuka permasalahannya.

1. Orang lain yang terlibat masalah itu bisa tak suka jika ceritanya tersebar

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Anna Pou)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Anna Pou)

Dalam keadaan pusing oleh suatu masalah, seseorang masih mempertimbangkan pihak-pihak lain yang terlibat. Sebelum menceritakan persoalan itu pada siapa pun, dia pasti bertanya ke diri sendiri, "Kira-kira, apakah orang lain yang terseret pusaran masalah itu tidak keberatan?"

Bila dia gak yakin dengan jawabannya, ia lebih memilih jalan yang paling aman. Maka niatnya menceritakan persoalan itu kepada orang lain menjadi batal. Ini untuk menghindari bertambahnya masalah jika pihak lain ternyata gak berkenan.

2. Belum ada lawan bicara yang tepat

ilustrasi memendam masalah (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi memendam masalah (pexels.com/cottonbro studio)

Adanya sejumlah teman atau saudara bukan jaminan seseorang selalu mampu menceritakan permasalahannya pada salah satu dari mereka. Boleh jadi ia merasa kurang cocok dengan orang-orang yang ada. Ini tidak berarti mereka bukan orang baik.

Hanya saja, memilih teman untuk curhat gak bisa sembarangan. Bukan cuma agar cerita tak menyebar ke mana-mana. Akan tetapi, juga untuk memastikan obrolan tetap nyambung. 

3. Biar dirinya tenang dulu

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Alexey Demidov)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Alexey Demidov)

Lain orang lain pula caranya mendapatkan ketenangan. Sebagian orang baru bisa tenang kalau sudah mengeluarkan seluruh unek-uneknya terkait suatu masalah pada orang terdekat. Akan tetapi, ada pula orang yang justru tambah cemas ketika mengungkit persoalannya.

Ia tidak sedang menyangkal problem itu. Namun, membicarakannya sekarang dengan siapa pun dirasa tidak tepat. Dia mungkin akan membahasnya nanti, ketika pikirannya sudah lebih jernih serta perasaannya gak dikuasi emosi.

4. Takut dikira cari simpati

ilustrasi seorang pria (pexels.com/Thegiansepillo)
ilustrasi seorang pria (pexels.com/Thegiansepillo)

Banyak orang menceritakan persoalannya secara otomatis saja. Tindakannya ini dipengaruhi oleh emosi yang kuat akibat suatu masalah serta rasa percayanya pada seseorang. Namun, boleh jadi orang lain menilainya berbeda.

Sebagian orang yang mendengar ceritanya tentang suatu persoalan barangkali berpikir ini gak lebih dari usaha mencari simpati. Ia cuma ingin dikasihani dan didukung. Selain terkesan lemah, nanti dia malah dikira playing victim dalam persoalan tersebut.

5. Persoalannya terlalu rumit atau justru cukup sepele

ilustrasi memikirkan masalah (pexels.com/Gustavo Fring)
ilustrasi memikirkan masalah (pexels.com/Gustavo Fring)

Masalah yang pelik tentunya tak mudah untuk diceritakan. Seseorang harus memilih teman bercerita dengan lebih hati-hati. Waktunya juga gak bisa kapan saja, melainkan perlu dijadwalkan karena ceritanya panjang. 

Apabila masalah yang rumit tidak diceritakan secara runtut, pendengarnya pasti sulit memahami. Namun, masalah yang jauh lebih simpel bukannya pasti bakal diceritakan. Salah-salah ia malah dicap manja dan suka mencari perhatian dengan berbagai persoalan sepelenya.

6. Kegiatan bercerita dianggap sebagai buang-buang waktu

ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi seorang perempuan (pexels.com/cottonbro studio)

Orang yang sangat efisien paling gak mau buang-buang waktu dalam urusan apa pun. Sekalipun curhat menjadi kebutuhan banyak orang, tidak begitu baginya. Tiap kali ia ingin menceritakan masalahnya, terlebih dahulu muncul pertanyaan, "Apakah ini sebanding dengan waktu yang bakal dihabiskan buat bercerita?"

Jika menceritakan persoalannya pun gak menjamin keadaannya berubah lebih baik, menurutnya ini sia-sia. Tak ada solusi yang didapatnya dari orang lain selepas panjang lebar curhat. Dia lebih senang memakai waktunya buat memikirkan solusi atau melakukan kegiatan lain guna sejenak mengalihkan perhatiannya dari masalah itu.

Gak jadi menceritakan persoalan yang tengah dihadapi terkadang justru sikap yang bijaksana. Kita memang perlu mempertimbangkan dulu berbagi hal seperti rahasia atau tidaknya sesuatu, kemungkinan akibatnya bila diceritakan pada orang lain, dan sebagainya. Sebab setiap hal yang telanjur diceritakan gak bisa ditarik kembali.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Marliana Kuswanti
EditorMarliana Kuswanti
Follow Us