3 Bahaya Terus Memaksakan Sikap Positif, Makin Menipu Diri?

Tidak dapat dimungkiri, setiap kita pasti pernah mengalami tantangan, masalah, maupun badai kehidupan yang pada akhirnya memimpin pada rasa lelah, stres, dan khawatir berkepanjangan. Namun, karena terlalu sungkan untuk bercerita, kita memilih untuk tetap memasang wajah baik-baik saja dan bersikap positif.
Padahal sebenarnya, hati lelah dan ingin teman curhat, tapi kamu tetap memendam-mendam. Kamu kira dengan berpura-pura lambat laun kamu bahagia, tapi malah makin lama makin lelah emosional yang kamu rasa?
Ada perbedaan antara menerima keadaan buruk hidup dengan memendam-mendam. Percuma bersikap positif bila itu tidak datang dari hati. Yang ada, kamu sebenarnya sedang menipu diri sendiri. Cepat atau lambat, ini tiga dampak negatif yang akan kamu rasakan.
1. Memendam emosi yang sebenarnya membuatmu bisa meledak kapan saja

Ketika kamu belum sepenuhnya berdamai dengan perasaan negatif diri tapi terpaksa tersenyum dan terus bersikap seolah baik-baik saja, kamu sebenarnya sama saja dengan memendam emosi. Dengan kata lain, kamu tidak sungguh-sungguh jujur pada dirimu.
Menutupi ketidaknyamanan dengan senyum atau sikap baik dapat menjadi pola toksik. Alih-alih mengakui dan merangkul perasaan tersebut, kamu menjadikan itu alat untuk mengelabui diri. Pertanyaannya, apa masalah akan selesai dengan bersikap demikian?
Tentu tidak, yang ada malah semakin parah. Langkah awal untuk menyelesaikan masalah adalah dengan mengakuinya. Bagaimana kamu bisa menemukan solusi yang tepat kalau kamu sendiri belum bisa mengenali penyebab atau pemicu masalahmu?
2. Kamu jadi tidak bisa bersikap realistis pada diri sendiri

Coba pikirkan, apakah realistis untuk selalu bahagia tanpa beban? Bukannya pesimis, tapi jangan sampai sikap positif yang seharusnya membangun malah jadi pola pikir toksik yang menghancurkan. Nantinya, malah jadi bumerang untuk diri sendiri.
Selalu memaksakan sikap positif saat sebenarnya sedang lelah sama saja kamu menuntut dirimu untuk selalu kuat dan bahagia. Nantinya, ketika kenyataan yang ada tidak sesuai ekspetasi, kamu malah jadi kecewa dan kepahitan.
Mengakui perasaan negatif seperti sedih, kecewa, dan khawatir bukan berarti kamu lemah. Justru itu menunjukkan kamu kuat karena bisa jujur pada diri sendiri.
3. Melatih diri untuk terus berpura-pura

Dalam upaya meyakinkan diri sendiri tentang kebahagiaanmu, kamu juga memberi kesan yang sama pada orang-orang di sekitarmu. Tapi pertanyaannya, apa kesan yang kamu pancarkan adalah jujur dari dirimu sendiri? Atau hanya sekadar pencitraan agar dipandang baik oleh orang lain?
Seseorang yang melakukan kebaikan tulus dari hati akan terasa berbeda dengan orang yang bersikap baik hanya demi disukai orang. Lambat laun, ini juga membentuk citra dirimu sebagai orang yang tidak tulus. Malah merugikan, bukan?
Tidak ada yang salah dengan sikap positif, menjadi salah ketika kamu menggunakannya sebagai tameng untuk bersembunyi dari perasaan negatif. Ingat, setiap perasaan yang datang perlu diakui dan divalidasi dengan wajar, agar kamu bisa mencari penyelesaiannya sedini mungkin. Semakin diabaikan, malah akan semakin jadi bibit masalah dalam hidupmu.