Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Milenial dan Gen Z Menantang Sistem Kerja Usang: Apa yang Mereka Cari?

Ilustrasi karier yang sukses (pexels.com/fauxels)
Ilustrasi karier yang sukses (pexels.com/fauxels)
Intinya sih...
  • Gen Z dan milenial rentan terkena burnout akibat tuntutan untuk terus belajar di dunia kerja yang cepat berubah
  • Pergeseran pola pikir terhadap dunia kerja, termasuk menghapus batasan usia dan menolak seleksi berbasis penampilan
  • Gen Z dan milenial memanfaatkan teknologi AI sebagai kreativitas, eksperimen, dan inovasi dalam dunia kerja
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Generasi muda Indonesia tengah berada di persimpangan penting dalam menentukan arah hidup mereka, baik dalam pendidikan, karier, maupun gaya hidup. Untuk memahami lebih dalam bagaimana mereka memandang dunia dan membuat keputusan, IDN Research Institute merilis Indonesia Gen Z Report (IMGR) 2026. Survei ini dilakukan sejak Februari hingga April 2025 dengan melibatkan 1.500 responden yang terbagi rata antara Gen Z dan Milenial. Penelitian dilakukan di 12 kota dan wilayah besar Indonesia, mulai dari Jabodetabek hingga Makassar, untuk memastikan keragaman latar belakang dan pengalaman terwakili.

Gen milenial dan Gen Z di Indonesia dikenal adaptif, tetapi hal ini juga membawa konsekuensi tersendiri. Tuntutan untuk terus belajar agar tetap relevan di dunia kerja membuat banyak anak muda merasa tertekan hingga mengalami burnout. Tekanan terbesar datang dari kebutuhan upskilling (35 persen), disusul ketidakpastian karier (30 persen), beban kerja (20 persen), dan kurangnya dukungan (15 persen). Temuan ini memperlihatkan bahwa kelelahan yang dialami generasi muda bukanlah akibat kurangnya motivasi, melainkan tekanan sistemik yang menuntut mereka.

Di sisi lain, riset ini juga mengungkap adanya pergeseran pola pikir terhadap dunia kerja. Gen Z dan milenial mendorong perubahan pada sistem yang mereka anggap sudah usang. Mulai dari menghapus batasan usia, mengurangi bias orang dalam, hingga menolak seleksi berbasis penampilan. Yuk, simak hasil pemaparan lengkapnya di bawah ini!

1. Gen Z dan milenial memiliki tuntutan untuk terus belajar, namun juga rentan terkena burnout

Ilustrasi burnout dalam pekerjaan (pexels.com/Anna Shvets)
Ilustrasi burnout dalam pekerjaan (pexels.com/Anna Shvets)

Gen Z dan milenial dikenal sebagai generasi yang lebih adaptif dibandingkan generasi terdahulu. Hal tersebut ternyata menjadikan generasi ini seolah mendapatkan tuntutan untuk harus terus belajar. Dampaknya adalah, banyak yang akhirnya kewalahan dan menjadi burnout.

Dalam riset yang dihasilkan Indonesia Millenials and Gen Z Report (IMGR) 2026, didapatkan beberapa faktor utama penyebab burnout pada dua generasi ini. Faktor terbesar pemicu burnout adalah upskilling pressure (35 persen). Banyak anak muda merasa harus terus belajar hal baru agar relevan di dunia kerja yang cepat berubah, sehingga menimbulkan tekanan mental.

Sisanya adalah job uncertainty (30 persen), yakni rasa khawatir tentang masa depan karier, stabilitas kerja, atau prospek jangka panjang. Ada juga workload (20 persen) dan lack of support (15 persen). Dengan kata lain, burnout pada generasi muda bukan semata karena malas atau tidak mampu, tetapi lebih banyak dipicu oleh tekanan untuk selalu berkembang dan ketidakpastian karier.

Seharusnya, karier dan kesehatan mental saling menguatkan, bukan berlawanan. Itulah mengapa, sekolah dan lembaga pendidikan memiliki tantangan untuk menyiapkan siswa menghadapi dunia nyata. Bukan hanya sekadar teori, tapi juga lewat keterampilan hidup seperti komunikasi, problem solving, dan adaptabilitas.

2. Ada pergeseran pola pemikiran dari gen Z dan milenial terhadap dunia kerja

Ilustrasi karier di bidang komunikasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Ilustrasi karier di bidang komunikasi (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Bagi Milenial dan Gen Z di Indonesia, tuntutan perubahan tidak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi juga merambah ke dunia kerja. Banyak dari mereka menginginkan transformasi sistem kerja yang sudah usang. Dari riset IMGR, ada empat prioritas utama bagi gen Z dan milenial dalam menciptakan sistem kerja lebih adil.

Menghapus batasan usia (remove age restrictions) menjadi prioritas tertinggi (70 persen), banyak anak muda menilai bahwa usia seharusnya tidak lagi menjadi penghalang dalam mendapatkan pekerjaan. Disusul dengan reduce insider bias (65 persen), dua generasi ini ingin sistem kerja yang lebih transparan dan bebas dari praktik pilih kasih atau insider bias.

Sisanya adalah mengurangi hambatan pengalaman (60 persen), karena banyak lowongan kerja masih mensyaratkan pengalaman bertahun-tahun, padahal tidak semua kandidat muda punya kesempatan yang sama untuk mendapatkannya. Lalu, mengakhiri rekrutmen berbasis penampilan (55 persen), milenial dan gen Z mendorong sistem seleksi yang lebih menekankan pada kompetensi, bukan citra luar.

Tuntutan ini mencerminkan pergeseran nilai yang kuat, anak muda Indonesia ingin pasar kerja yang lebih adil, di mana bakat, potensi, dan kontribusi lebih penting daripada latar belakang atau citra semata. Mereka mendambakan tempat kerja yang lebih inklusif, setara, dan sesuai dengan realitas tenaga kerja yang semakin beragam dan dinamis.

3. Dalam menghadapi teknologi AI, dua generasi ini lebih memanfaatkannya sebagai kreativitas, eksperimen, dan inovasi

ilustrasi AI chat bot (unsplash.com/Solen Feyissa)
ilustrasi AI chat bot (unsplash.com/Solen Feyissa)

Generative AI bukan hanya sekadar mengotomatiskan pekerjaan, teknologi ini mengubah cara orang bekerja, berkarya, dan memecahkan masalah. Milenial dan gen Z di Indonesia justru menjadi kelompok paling cepat mengadopsi AI, bukan sebagai pesaing, tetapi sebagai co-pilot dalam produktivitas. Berbeda dengan generasi terdahulu yang 'memperlakukan' AI sebagai alat efisiensi.

Tentunya, hal tersebut bukan tanpa sebab, karena kedua generasi ini memang tumbuh dan berkembang dengan teknologi. Kedua generasi ini juga sudah terbiasa dengan remote working sejak pandemi yang membuatnya akrab dengan beberapa tools.

Studi Deloitte 2024 bahkan menyebutkan bahwa negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, melampaui banyak negara maju dalam adopsi AI. Sehingga kawasan ini berpotensi menjadi pusat inovasi baru. Fenomena ini terjadi juga di perusahaan Tiket.com yang menerapkan model kerja berbasis otonomi, adaptabilitas, dan budaya kerja yang didukung data.

Salah satunya adalah struktur kerja hybrid permanen yang dilengkapi dengan teknologi berbasis AI. Di Tiket.com juga, AI dipandang sebagai pelengkap, bukan pengganti. Prinsip ini juga terlihat dalam proses rekrutmen yang kini lebih menekankan keterampilan, pola pikir, dan kemampuan beradaptasi, dibanding hanya ijazah akademis.

4. Ada banyak pergeseran stigma dari gen Z dan milenial dalam ruang pendidikan dan karier

ilustrasi karier (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)
ilustrasi karier (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)

Ada pergeseran stigma yang cukup unik dari gen Z dan milenial jika dilihat dari riset IMGR 2026. Bagi generasi milenial dan gen Z di Indonesia, perjalanan menuju kedewasaan tidak lagi ditandai oleh pencapaian tradisional seperti dulu. Tantangan terbesar mereka justru terletak pada sistem pendidikan dan dunia kerja yang sering kali terasa kurang relevan.

Menurut dua generasi ini, dunia pekerjaan sudah bukan lagi merupakan clear path, namun sudah menjadi target yang terus bergerak dan berkembang. Itulah mengapa, saat ini gen Z dan milenial lebih banyak mencari 'ruang' untuk berkembang, bukan hanya sekadar pekerjaan saja.

Gen Z dan milenial dalam riset ini juga setuju bahwa kemampuan beradaptasi sudah bukan sesuatu yang ditargetkan. Melainkan menjadi standar dasar yang harus dimiliki untuk menjalankan kehidupan. Meskipun hidup dan bertumbuh dalam dinamika sosial yang berbeda, kedua generasi ini setuju untuk tidak menunggu kesempatan datang. Namun lebih banyak menciptakan kesempatan itu sendiri.

IDN menggelar Indonesia Summit 2025, sebuah konferensi independen yang khusus diselenggarakan untuk dan melibatkan generasi Milenial dan Gen Z di Tanah Air. Dengan tema "Theme: Thriving Beyond Turbulence Celebrating Indonesia's 80 years of purpose, progress, and possibility". IS 2025 bertujuan membentuk dan membangun masa depan Indonesia dengan menyatukan para pemimpin dan tokoh nasional dari seluruh nusantara.

IS 2025 diadakan pada 27 - 28 Agustus 2025 di Tribrata Dharmawangsa, Jakarta. Dalam IS 2025, IDN juga meluncurkan Indonesia Millennial and Gen-Z Report 2026.

Survei ini dikerjakan oleh IDN Research Institute. Melalui survei ini, IDN menggali aspirasi dan DNA Milenial dan Gen Z, apa nilai-nilai yang mendasari tindakan mereka. Survei dilakukan pada Februari sampai April 2025 dengan studi metode campuran yang melibatkan 1.500 responden, dibagi rata antara Milenial dan Gen Z.

Survei ini menjangkau responden di 12 kota besar di Indonesia, antara lain Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, dan Makassar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us