Perjalanan FishGo yang Ubah Cara Nelayan Melaut di Bali

Di tengah pesatnya perkembangan kuliner laut di Bali, ada ironi yang membuat I Gede Merta Yoga Pratama tergerak. Ia melihat turis dan warga lokal menikmati hidangan laut berkualitas tinggi, tetapi para nelayan yang bekerja keras justru hidup dalam keterbatasan. Kontras yang ia temui saat studi lapangan pada 2017 itu menjadi titik awal lahirnya FishGo, sebuah inovasi digital yang kini membantu nelayan menangkap ikan lebih cepat, hemat, dan akurat.
FishGo mungkin terlihat seperti aplikasi modern yang langsung siap pakai, tetapi perjalanan di baliknya tidak sesederhana itu. Inilah kisah lengkap tentang bagaimana sebuah proyek kampus berkembang menjadi teknologi yang mengubah kehidupan nelayan tradisional hingga meraih penghargaan Astra SATU Indonesia Awards pada 2020 di bidang teknologi.
1. Berawal dari keresahan dan inspirasi yang hadir dari Jepang hingga Pokémon Go

Awalnya, FishGo hanyalah proyek kuliah. Namun, apa yang Yoga temui di lapangan menyentuh sisi terdalamnya: nelayan masih sangat mengandalkan insting untuk menangkap ikan. Mereka bisa menghabiskan berjam-jam bahkan lebih dari sehari untuk menentukan titik tebar jaring, sementara hasil laut yang sama dijual mahal di restoran dan hotel. Kesenjangan itu memicu banyak tanya dalam benaknya.
Kesempatan mengikuti proyek bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membawanya pada metode pendeteksian ikan yang ternyata sudah terbukti secara ilmiah. Dari sana, wawasan Yoga semakin terbuka ketika ia mengikuti pertukaran pelajar ke Jepang. Teknologi perikanan di sana sudah jauh lebih maju, terutama penggunaan sensor dan navigasi digital untuk memetakan posisi ikan.
Di saat yang sama, tren Pokémon Go sedang populer. Konsep pencarian karakter melalui titik koordinat membuat Yoga berpikir, “Kalau Pokémon bisa dideteksi, kenapa ikan tidak?” Dari sinilah nama FishGo muncul, yakni sebuah pendekatan baru yang menggabungkan teknologi, pengalaman lapangan, dan inspirasi dari game.
2. Perjuangannya tak mudah untuk memperkenalkan ke nelayan

Memiliki ide bagus bukan berarti langsung diterima masyarakat. Perjalanan Yoga memperkenalkan FishGo kepada nelayan penuh cerita yang tidak banyak orang tahu.
Ia sadar bahwa nelayan adalah pekerja lapangan dengan ritme dan kebiasaan sendiri. Agar dapat membaur, ia harus menyesuaikan diri. Yoga bahkan mengaku, “Saya yang tidak merokok pun harus pura-pura merokok supaya bisa berbaur dengan para nelayan." Hal ini ia lakukan semata-mata demi membangun kepercayaan.
Tidak berhenti di situ, ia rela mengeluarkan dana pribadi untuk mengganti biaya bahan bakar kapal agar nelayan tertarik mencoba teknologinya. Pendekatan word-of-mouth juga ia lakukan dengan sabar, satu per satu meyakinkan nelayan tentang manfaat digitalisasi.
Setelah kerja keras bertahun-tahun, hasilnya mulai terlihat. Pada 2019 ia memiliki sekitar 300 pengguna. Lonjakan terjadi hingga mencapai lebih dari 2.000 pengguna terdaftar pada 2021 dan terus bertumbuh hingga saat ini. Meski kini pengguna aktif di wilayah tertentu berada di kisaran 50 orang, dampak yang dirasakan para nelayan sangat signifikan.
3. Menggabungkan data satelit, prediksi, dan IoT untuk hasil yang akurat

FishGo bukan sekadar aplikasi peta biasa. Di balik tampilannya, ada teknologi prediksi dan real-time tracking yang bekerja secara simultan.
Untuk sisi prediksi, FishGo mengolah data citra satelit seperti suhu permukaan laut dan klorofil A—dua indikator utama pergerakan ikan. Data yang digunakan bahkan mencakup catatan harian selama bertahun-tahun. Dari sana, sistem memetakan titik potensial tempat ikan mencari makan.
Sementara itu, teknologi real-time diwujudkan melalui alat bernama Patriot (NBM-20), perangkat IoT yang mengirimkan gelombang akustik ke bawah laut untuk membaca biomassa. Hasil pembacaan ditampilkan ke nelayan melalui fitur FishFinder, sehingga mereka bisa melihat posisi ikan dengan jarak yang lebih akurat.
Untuk menjaga kualitas data, Yoga melakukan validasi langsung. Ia rutin turun ke laut sebanyak 12 kali dalam setahun, ikut mencari tahu apakah prediksi aplikasi benar-benar selaras dengan kondisi perairan. Menurut situs resmi FishGo, akurasi data yang dicapai saat ini sudah menyentuh 84 persen—angka yang sangat tinggi untuk teknologi berbasis perairan.
Dampaknya pun konkret. Waktu melaut yang sebelumnya bisa mencapai 28 jam, kini hanya sekitar 6 jam berkat informasi titik koordinat yang tersedia. Penggunaan bahan bakar juga turun hingga 30 persen. Bagi nelayan kecil, penghematan ini menjadi pengubah hidup.
Dalam hal hasil tangkapan, nelayan yang sebelumnya hanya mendapatkan 40–60 kg/hari, kini bisa membawa pulang sekitar 100 kg/hari. Efisiensi dan peningkatan pendapatan inilah yang membuat FishGo diterima dengan baik oleh para pengguna aktifnya.
4. Terus berinovasi, kini FishGo punya banyak fitur unggulan

Seiring bertambahnya mitra nelayan sebagai pengguna FishGo dan perkembangan teknologi, Yoga dan timnya pun senantiasa mengembangkan aplikasi tersebut. Tujuannya tentu agar makin memudahkan dan mempercepat proses nelayan ketika mencari ikan di laut.
Saat ini setidaknya FishGo telah memiliki 7 fitur unggulan yang disesuaikan dengan kebutuhan nelayan di laut. Fiturnya mulai dari informasi kondisi terkini di laut, seperti cuaca dan pasang surut air laut, pertolongan SOS jika terjadi keadaan darurat ketika melaut, dan PATRIOT sebagai teknologi pendeteksi area tangkapan ikan berbasis IoT.
Selain itu, melalui FishGo kini nelayan juga bisa memantau hasil tangkapannya lewat fitur Laporan Hasil Tangkapan, Pantau Jumlah User, dan informasi jenis ikan. Fitur yang terakhir ini sangat berguna bagi nelayan, sebab mereka bisa melihat lokasi potensial penangkapan ikan lemuru, tongkol, kenyar, dan layur.
5. Yoga berharap FishGo bisa menjangkau lebih banyak wilayah

FishGo terus berevolusi. Selain aplikasi dan Patriot, Yoga juga mulai merambah pemberdayaan UMKM. Salah satu inisiatif terbarunya adalah melatih perempuan lokal membuat keripik kulit tuna, mulai dari pengolahan hingga perbaikan kemasan. Tujuannya agar mata rantai nilai ikan tidak hanya berhenti pada penangkapan, tetapi juga pemberdayaan ekonomi.
Namun, tantangan masih ada. Salah satunya adalah memperluas jangkauan data. Beberapa nelayan di luar Badung sudah mencoba aplikasi ini, tetapi karena wilayah mereka belum ter-cover, rating aplikasinya sempat menurun.
Jaringan kerja juga ia bangun, bukan hanya dengan investor dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Harapannya sederhana, yaitu agar teknologi ini kelak bisa digunakan nelayan di lebih banyak wilayah Indonesia, bahkan mungkin negara lain, dan membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga pesisir.
FishGo adalah bukti bahwa inovasi tidak harus dimulai dengan modal besar, tetapi bisa dimulai dari kepekaan terhadap masalah sekitar. Dari proyek kampus hingga aplikasi yang mengubah hidup nelayan, FishGo menjadi cerita inspiratif bahwa teknologi dapat memanusiakan profesi yang telah ada turun-temurun. Semoga inovasi ini terus berkembang dan menjadi kebanggaan anak bangsa.



















