3 Hal yang Menjadi Sebab Seseorang Memanipulasi Diri Secara Berlebihan

- Kecanduan terhadap pengakuan eksternal
- Manipulasi diri untuk memperoleh validasi positif dari luar, membuat seseorang memanipulasi diri dengan label yang bertolak belakang dengan kehidupan sebenarnya.
- Terbawa arus tren tanpa berpikir logis
- Seseorang menjadikan tren sebagai patokan utama dalam bersikap dan bertingkah laku, hanya untuk mengikuti fenomena yang sedang populer.
- Ketidakmampuan memahami diri secara utuh
- Seseorang tidak benar-benar mengetahui prinsip dan pendirian yang dianut, sehingga membangun pesona diri palsu hanya untuk menarik perhatian.
Pola kehidupan seseorang yang bersifat manipulatif sebenarnya menjadi situasi yang umum terjadi di era sekarang. Namun demikian, bukan berarti kita dapat menormalisasi fenomena tersebut. Apalagi seseorang memanipulasi diri dengan branding yang tidak sesuai dengan kehidupan sebenarnya. Ketika pola seperti ini terus berlanjut, pada akhirnya justru menjadi bumerang.
Kita perlu mengetahui penyebab mengapa seseorang memanipulasi diri secara berlebihan. Terlebih berkaitan dengan branding yang tidak sesuai dengan tindakan nyata. Apakah ini sekadar rasa gengsi dan keinginan untuk diakui? Atau mungkin ada alasan lain yang menjadi penyebab seseorang terjebak dalam situasi tersebut? Mari baca penjelasannya di bawah ini sampai selesai.
1. Kecanduan terhadap pengakuan eksternal

Manipulasi diri secara berlebihan memang menjadi fenomena yang dapat diamati dengan mudah. Apalagi dengan adanya kehadiran media sosial yang mendominasi aspek-aspek penting dalam hidup. Kita dapat melihat orang-orang dengan branding tertentu di media sosial, namun tidak sesuai dengan cerminan sikap yang ditampilkan. Dalam situasi demikian, kita perlu mencari tahu mengapa seseorang terjebak manipulasi diri secara berlebihan.
Yang tidak boleh dilupakan adalah kecanduan terhadap pengakuan eksternal. Seseorang memburu validasi dari luar untuk memperoleh penilaian positif. Contohnya ingin dikenal sebagai individu yang agamis, individu yang ambisius, maupun dikenal sebagai orang yang berhasil meraih kesuksesan. Kecanduan terhadap validasi demikian membuat seseorang memanipulasi diri dengan label yang bertolak belakang dengan kehidupan sebenarnya.
2. Terbawa arus tren tanpa berpikir logis

Di era kehidupan modern seperti sekarang, segala sesuatunya memang dikendalikan oleh tren. Seseorang atau berlomba-lomba mengikuti tren sebut sebagai simbol rasa bangga. Ketika mereka tidak mampu mengikuti tren yang sedang booming, terdapat perasaan tertinggal. Ternyata hal ini tidak dapat dipisahkan dari fenomena seseorang yang memanipulasi diri secara berlebihan.
Yang mendasari sikap tersebut adalah terbawa arus tanpa berpikir logis. Mereka menjadikan tren sebagai satu-satunya patokan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pada akhirnya, seseorang akan melabeli diri dengan kesan tertentu hanya untuk mengikuti fenomena yang sedang populer. Terdapat rasa bangga dan percaya diri ketika berhasil mengikuti tren tersebut.
3. Ketidakmampuan memahami diri secara utuh

Seni menjalani kehidupan adalah memahami diri secara utuh. Kita mengetahui apa yang memang menjadi minat, nilai dan prinsip, serta sikap yang perlu diterapkan. Ini menjadi faktor penting jika kita ingin menciptakan kehidupan yang berjalan selaras. Tapi fenomena yang menarik di era sekarang, kita justru di hadapkan dengan orang-orang yang memanipulasi diri secara berlebihan. Antara label diri dengan sikap yang ditunjukkan justru berbanding terbalik.
Lantas, apa yang membuat situasi ini dapat terjadi? Karena ketidakmampuan memahami diri secara utuh. Seseorang tidak benar-benar mengetahui prinsip dan pendirian yang dianut. Sekaligus batasan dan sikap yang perlu diambil agar kehidupan berjalan selaras. Ketika terjebak dalam situasi demikian, seseorang akan membangun pesona diri yang palsu hanya untuk menarik perhatian.
Memanipulasi diri secara berlebihan memang menjadi fenomena yang dapat diamati secara langsung. Kondisi ini tidak terlepas dari berbagai sebab yang menyertai. Terkadang, seseorang menginginkan dirinya terkesan sempurna di depan orang lain. Kecanduan terhadap pengakuan eksternal dijadikan sebagai tujuan utama. Bisa juga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang turut mendukung. Seperti tren yang dianggap keren maupun ketidakmampuan memahami diri secara utuh. Tapi yang pasti, menjalani kehidupan dengan cara manipulatif menjadi bumerang yang berpotensi menghancurkan reputasi.