Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Butuh Slow Living dan Cara Memulainya Sekarang

ilustrasi santai di pagi hari (pexels.com/Taryn Elliott)

Pernah merasa hari-harimu hanya berlalu begitu saja tanpa sempat benar-benar kamu nikmati? Atau mungkin kamu sering merasa lelah, jenuh, dan stres tanpa tahu kenapa?

Itu bisa jadi sinyal kalau kamu perlu menarik rem dan mulai mempertimbangkan gaya hidup yang lebih pelan alias slow living. Dalam dunia yang terus ngebut ini, kadang kita lupa untuk sekadar berhenti, tarik napas, dan menikmati hidup dengan lebih sadar.

Slow living bukan berarti kamu harus berhenti kerja atau pindah ke desa terpencil, lho. Ini lebih ke bagaimana kamu bisa hidup dengan lebih tenang, penuh makna, dan enggak selalu terburu-buru. Menurut Candace Kotkin-De Carvalho, seorang pekerja sosial klinis, slow living adalah soal membangun koneksi yang bermakna, lebih mindful dalam menjalani hari, dan menemukan ketenangan dalam momen-momen kecil.

Kalau kamu masih ragu apakah sudah saatnya untuk hidup lebih pelan, coba simak lima tanda di bawah ini. Siapa tahu kamu memang sedang butuh slow living, dan tenang, nanti juga ada tips gimana cara memulainya.

1. Kamu merasa hidupmu seperti mode autopilot

ilustrasi lelah (pexels.com/cottonbro studio)

Kalau kamu bangun pagi, kerja, makan, lalu tidur tanpa benar-benar merasa hidup, ini bisa jadi pertanda kamu sedang hidup dalam mode autopilot. Hidup yang terlalu terjadwal dan terburu-buru sering bikin kita lupa menikmati hal-hal kecil. Banyak orang merasa seperti ini, terutama karena tekanan untuk terus produktif dan selalu “on.”

Daniel Wysocki, seorang psikolog klinis, menyebut bahwa hidup dalam tekanan seperti ini bisa bikin kita kelelahan secara mental dan fisik. Menjalani slow living membantumu keluar dari siklus ini dan mulai hadir sepenuhnya dalam setiap aktivitas, sekecil apa pun itu.

2. Stres kamu sudah numpuk dan susah diredam

ilustrasi burnout (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Burnout udah kayak jadi hal yang biasa, apalagi buat kamu yang kerja terus-menerus tanpa jeda. Menurut American Psychological Association, 79% orang mengalami burnout di tempat kerja. Belum lagi ditambah kelelahan karena media sosial, berita yang bikin cemas, sampai rasa empati yang perlahan luntur karena terlalu banyak isu sosial yang muncul bertubi-tubi.

Slow living bisa jadi cara untuk menetralisir semua itu. Dengan memperlambat ritme hidup, kamu kasih ruang buat diri sendiri untuk istirahat, merenung, dan mengisi ulang energi secara emosional.

3. Kamu sulit membuat keputusan, bahkan yang sederhana

ilustrasi lelah (pexels.com/cottonbro studio)

Pernah gak kamu bingung cuma gara-gara milih baju, makanan, atau memutuskan mau keluar rumah atau enggak? Ini bisa jadi tanda kamu mengalami decision fatigue alias kelelahan dalam mengambil keputusan. Ketika otak dipaksa untuk terus mengambil keputusan tanpa jeda, lama-lama jadi tumpul juga.

Dengan hidup lebih pelan, kamu bisa mengurangi beban otak. Pelan-pelan, kamu belajar untuk lebih sadar dalam membuat pilihan, gak cuma asal ambil yang tercepat atau termudah.

4. Kamu jarang menikmati momen

ilustrasi selfie (pexels.com/Min An)

Makan sambil nonton YouTube, scrolling TikTok sambil ngobrol, atau jalan-jalan tapi sibuk update Instagram, kalau kamu sering kayak gini, itu artinya kamu jarang benar-benar menikmati momen. Slow living ngajarin kamu buat hadir sepenuhnya di saat ini. Enggak multitasking, gak tergesa-gesa.

Ketika kamu mulai memberi perhatian penuh pada aktivitas harian, kamu akan sadar bahwa hal kecil pun bisa membawa rasa bahagia. Sesederhana duduk diam sambil minum teh panas tanpa gangguan gadget, misalnya.

5. Kamu gak punya waktu buat diri sendiri

ilustrasi journaling (vecteezy.com/Vinh Sino)

Kalau kamu merasa 24 jam gak cukup, mungkin kamu terlalu sibuk untuk orang lain dan lupa sama diri sendiri. Gaya hidup cepat sering bikin kita lupa bahwa waktu dan energi kita terbatas. Kalau kamu gak pernah punya waktu untuk merawat diri sendiri, slow living bisa bantu kamu bikin batasan yang sehat.

Dengan menetapkan waktu khusus untuk diri sendiri, kamu bisa mulai mengembalikan keseimbangan hidup. Misalnya dengan rutin olahraga ringan, journaling, atau sekadar tidur lebih awal.

Cara memulai slow living sekarang juga

ilustrasi santai (pexels.com/ArtHouse Studio)

Gak perlu langsung berubah total, kamu bisa mulai slow living dengan langkah kecil. Daniel Wysocki menyarankan untuk menyisipkan jeda 30 detik dalam keseharianmu. Gunakan waktu itu untuk bernapas dalam-dalam, menenangkan pikiran, dan benar-benar merasakan detik yang berjalan.

Kamu juga bisa coba beberapa cara berikut:

  • Latihan pernapasan sadar: Duduk tenang, tarik napas dalam, dan fokus pada aliran napasmu.
  • Kurangi screen time: Matikan notifikasi, jauhkan ponsel saat makan atau ngobrol.
  • Habiskan waktu di alam: Jalan kaki di taman bisa bantu turunkan stres dan bikin kamu lebih segar.
  • Makan dengan perlahan: Nikmati setiap suapan tanpa tergesa-gesa, rasakan tekstur dan rasa makananmu.
  • Prioritaskan self-care: Sisihkan waktu untuk kegiatan yang kamu suka, entah itu membaca, menulis, atau memasak.

Menurut Lauren Cook-McKay, seorang terapis keluarga, rutinitas kecil seperti ini bisa jadi fondasi gaya hidup slow living yang kuat. Terpenting adalah konsisten dan sadar bahwa kamu layak punya hidup yang lebih tenang dan bermakna.

Slow living bukan tentang menjadi malas atau berhenti mengejar cita-cita. Ini tentang memilih untuk hidup dengan cara yang lebih selaras dengan kebutuhan fisik dan mentalmu.

Kalau kamu mulai merasa dunia bergerak terlalu cepat dan kamu tertinggal, mungkin saatnya menarik napas dalam dan mulai melambat. Karena dalam hidup yang pelan, sering kali kita menemukan makna yang paling dalam.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us