Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kenapa Kamu Jadi Lebih Selektif Memilih Teman Saat Dewasa? 

ilustrasi pertemanan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pertemanan (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Lingkar pertemanan berubah seiring bertambahnya usia, dari kuantitas menjadi kualitas.
  • Pertemanan dewasa dibangun dari kebutuhan emosional dan hubungan yang sehat.
  • Makin selektif dalam memilih teman untuk menjaga kualitas hidup dan mendukung pertumbuhan positif.

Seiring bertambahnya usia, lingkar pertemanan yang dulu luas dan ramai perlahan mulai mengerucut. Teman-teman yang dulu selalu hadir di tiap momen, kini jarang terdengar kabarnya. Bukan karena kehilangan rasa, tapi lebih karena prioritas hidup yang berubah. Saat remaja, semua terasa sederhana, selama bisa ketawa bareng dan nongkrong seru, itu udah cukup buat jadi teman dekat.

Tapi setelah masuk fase dewasa, standar pertemanan ikut berkembang. Bukan lagi soal siapa yang paling sering ada, tapi siapa yang bisa hadir dengan tulus, tanpa drama, tanpa pamrih. Kehidupan yang makin kompleks menuntut hubungan yang sehat dan suportif. Dan di titik inilah, seleksi alam dalam pertemanan mulai terjadi secara alami.

1.Kebutuhan emosional yang berubah

ilustrasi teman sekolah (pexels.com/Green odette)
ilustrasi teman sekolah (pexels.com/Green odette)

Saat remaja, pertemanan sering dibangun dari kesamaan hobi, sekolah, atau sekadar sering ketemu. Tapi makin dewasa, kebutuhan emosional jadi faktor utama dalam menjalin hubungan. Kita jadi butuh teman yang bisa memberi rasa aman, bisa dipercaya, dan mau mendengarkan tanpa menghakimi. Kualitas lebih penting daripada kuantitas.

Perubahan ini bukan berarti jadi pilih-pilih secara berlebihan, tapi lebih ke arah perlindungan diri. Waktu dan energi jadi dua hal yang sangat berharga, dan gak semua orang layak mendapatkannya. Teman yang bisa hadir di saat-saat sulit, yang gak cuma muncul waktu senang, jadi jauh lebih berarti dibanding sekadar teman nongkrong. Itu sebabnya, kita makin selektif tanpa sadar.

2.Prioritas hidup yang berbeda

ilustrasi nongkrong (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi nongkrong (pexels.com/RDNE Stock project)

Dulu, prioritas mungkin masih soal main bareng, nonton konser, atau nongkrong sampai tengah malam. Tapi setelah dewasa, banyak hal yang berubah, karier, keluarga, keuangan, bahkan kesehatan mental. Masing-masing orang mulai punya agenda hidup sendiri, dan gak semua bisa disinkronkan seperti dulu.

Ketika prioritas hidup mulai bertabrakan, hubungan yang dulunya erat bisa perlahan merenggang. Bukan karena sengaja menjauh, tapi karena ritme hidup yang gak lagi sejalan. Di fase ini, teman yang bisa memahami keterbatasan waktu dan tetap menjalin koneksi meski jarang bertemu, justru jadi lebih bermakna. Sehingga memilih teman jadi bagian penting dari menjaga kestabilan hidup.

3.Kapasitas sosial yang terbatas

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi pertemanan (pexels.com/Helena Lopes)

Berada di keramaian dulu terasa menyenangkan, tapi sekarang bisa terasa melelahkan. Kapasitas sosial yang dulu luas, kini jadi terbatas karena banyak energi sudah tercurah untuk pekerjaan, keluarga, dan kebutuhan pribadi. Sosialisasi jadi lebih selektif karena sadar gak semua interaksi memberi dampak positif.

Makanya, kita cenderung memilih hubungan yang gak bikin capek. Teman yang bisa diajak diam bareng tanpa canggung, atau ngobrol tanpa perlu sok ramah, jauh lebih nyaman. Hubungan yang sehat dan minim drama jadi kebutuhan utama. Karena hidup udah cukup melelahkan, gak perlu ditambah dengan pertemanan yang toxic.

4.Belajar dari pengalaman pahit

ilustrasi dikecawakan (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi dikecawakan (pexels.com/RDNE Stock project)

Setelah beberapa kali disakiti atau dikecewakan, seseorang mulai belajar memilah mana teman yang layak dipertahankan dan mana yang cuma bikin beban. Pengalaman buruk jadi guru yang ampuh dalam mempersempit lingkaran sosial. Gak semua orang punya niat baik, dan kedewasaan bikin kita lebih peka melihat tanda-tandanya.

Sikap ini bukan berarti jadi sinis, tapi lebih ke arah realistis. Lebih baik punya sedikit teman tapi berkualitas, daripada banyak tapi penuh kepura-puraan. Jadi wajar kalau makin dewasa, seseorang makin menjaga jarak dari tipe teman yang manipulatif atau hanya hadir saat butuh. Kita jadi lebih bijak dalam menetapkan batas.

5.Ingin bertumbuh bersama orang yang sejalan

ilustrasi pertemanan (freepik.com/freepik)
ilustrasi pertemanan (freepik.com/freepik)

Pertemanan dewasa gak hanya soal seru-seruan, tapi juga soal bertumbuh bersama. Orang dewasa ingin dikelilingi oleh teman yang bisa menginspirasi, memberi perspektif baru, dan mendorong jadi versi terbaik dari diri sendiri. Pertemanan yang sehat itu harus saling mendukung dan mendorong ke arah positif.

Maka dari itu, gak heran kalau kita mulai menghindari hubungan yang stagnan atau toksik. Teman yang selalu mengeluh tanpa usaha, atau yang iri terhadap pencapaian orang lain, perlahan akan ditinggalkan. Karena di titik tertentu, hubungan yang gak sehat justru jadi hambatan buat berkembang. Maka memilih teman pun jadi bagian dari menjaga kualitas hidup.

Gak ada yang salah dengan jadi lebih selektif dalam memilih teman saat dewasa. Itu tandanya seseorang mulai mengenal dirinya sendiri dan tahu apa yang dibutuhkannya. Meskipun lingkaran sosial jadi lebih kecil, tapi isinya lebih berkualitas dan mendukung. Dan di situlah letak nilai sejati dari sebuah pertemanan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us