Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Hadapi Teman yang Suka Victim Mentality, Biar Gak Kebawa Emosi

ilustrasi teman mengeluh
ilustrasi teman mengeluh (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Tetapkan batasan emosional sejak awal untuk menjaga keseimbangan mental dalam pertemanan.
  • Dengarkan tanpa harus ikut merasa bersalah agar energi tetap aman dan hubungan bisa bertahan lebih sehat.
  • Jangan mentoleransi pola victim mentality yang merugikan dengan menegaskan sikapmu tanpa menyerang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernah punya teman yang selalu merasa dunia ini melawan dia? Setiap masalah kecil seolah jadi beban hidup yang luar biasa, dan kamu jadi tempat curhat tanpa henti. Interaksi sehari-hari bisa terasa melelahkan, padahal kamu cuma ingin menikmati pertemanan tanpa drama.

Victim mentality memang bisa bikin hubungan pertemanan terasa toxic kalau gak ditangani dengan tepat. Kamu bisa merasa bersalah atau ikut stres hanya karena mendengar keluhannya terus-menerus. Yuk simak lima cara menghadapi teman yang punya victim mentality agar hubungan tetap sehat dan mentalmu tetap terjaga.

1. Tetapkan batasan emosional sejak awal

ilustrasi orang mengobrol
ilustrasi orang mengobrol (freepik.com/DC Studio)

Pertemanan sehat bukan berarti kamu harus menyerap semua masalah teman. Penting untuk menentukan seberapa jauh kamu bisa terlibat tanpa kehilangan keseimbangan mental. Dengan batasan yang jelas, kamu tetap bisa mendukung teman tanpa ikut tenggelam dalam drama.

Batasan ini bisa sederhana, misalnya menolak ikut diskusi panjang tentang masalah yang sama berulang kali. Kalau mereka mulai bercerita terus-menerus tentang hal negatif, jangan ragu untuk mengalihkan topik atau istirahat sejenak. Ingat, menjaga diri sendiri bukan berarti egois, tapi bagian dari mental health.

2. Dengarkan tanpa harus ikut merasa bersalah

ilustrasi mendengarkan teman bercerita
ilustrasi mendengarkan teman bercerita (freepik.com/DC Studio)

Kamu bisa jadi pendengar yang baik tanpa terbawa emosi teman. Terkadang mereka hanya butuh didengar, bukan solusi atau validasi terus-menerus. Fokus pada empati, tapi jangan biarkan perasaan bersalah mengambil alih pikiranmu.

Cara mudahnya adalah dengan memberi respon singkat seperti “Aku mengerti perasaanmu” atau “Aku di sini kalau kamu butuh cerita”. Jangan merasa wajib untuk memperbaiki situasi mereka. Dengan begitu, energi kamu tetap aman dan hubungan bisa bertahan lebih sehat.

3. Jangan mentoleransi pola victim mentality yang merugikan

ilustrasi mengobrol dengan teman
ilustrasi mengobrol dengan teman (freepik.com/freepik)

Kalau teman selalu menyalahkan orang lain dan menolak tanggung jawab, penting untuk menegaskan sikapmu. Memberikan pengertian boleh, tapi jangan sampai mereka memanfaatkan kebaikanmu. Menghadapi perilaku ini bukan soal menyerang, tapi soal menjaga keseimbangan diri.

Kamu bisa menolak ikut dalam diskusi yang terlalu menyalahkan atau memprovokasi perasaan negatif. Cukup sampaikan dengan tenang bahwa kamu menghargai perasaan mereka, tapi kamu gak bisa selalu menjadi pelampiasan emosi. Pola ini perlu dikenali sejak awal agar gak menimbulkan toxic friendship.

4. Ajak teman untuk fokus pada solusi, bukan masalah terus-menerus

ilustrasi berbicara dengan teman
ilustrasi berbicara dengan teman (freepik.com/freepik)

Teman yang suka victim mentality sering terjebak dalam keluhan tanpa berusaha mencari jalan keluar. Alih-alih terus mengeluh, dorong mereka untuk berpikir soal langkah-langkah praktis yang bisa diambil. Hal ini bikin interaksi lebih produktif dan gak membuatmu ikut terbebani.

Kamu bisa mengajukan pertanyaan seperti, “Kalau kamu bisa ubah situasi ini, apa langkah pertama yang mau dicoba?” atau “Apa hal kecil yang bisa dilakukan supaya lebih baik?” Dengan begitu, mereka belajar mengalihkan energi dari keluhan ke tindakan. Cara ini juga menjaga kesehatan mentalmu tetap stabil.

5. Jaga jarak ketika dibutuhkan tanpa merasa bersalah

ilustrasi perempuan rileks
ilustrasi perempuan rileks (freepik.com/freepik)

Menetapkan jarak bukan berarti memutuskan hubungan, tapi memberi ruang bagi dirimu sendiri. Kadang, teman yang selalu merasa jadi korban membutuhkan waktu sendiri juga, sama seperti kamu. Mengambil jarak sementara membantu menjaga energi emosional tetap terkontrol.

Kalau perlu, komunikasikan secara jujur bahwa kamu perlu waktu untuk memulihkan energi. Misalnya, “Aku perlu istirahat sebentar dari diskusi berat, tapi aku tetap peduli padamu.” Dengan cara ini, kamu tetap menjaga pertemanan tanpa kehilangan keseimbangan mental.

Menjaga diri sendiri bukan berarti kamu gak peduli, tapi bagian dari pertemanan sehat. Dengan batasan yang jelas dan empati yang seimbang, hubungan tetap terjaga tanpa bikin kamu kelelahan. Yuk, mulai terapkan lima cara ini supaya interaksi lebih ringan dan pertemanan tetap menyenangkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Shio Ini Jago Membaca Niat Buruk Orang Lain, Tahu Siapa yang Tulus

25 Sep 2025, 16:45 WIBLife