Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Avoidant Attachment yang Perlu Kamu Ketahui, Pahami Polanya

Ilustrasi avoidant attachment(pexel.com/cottonbro studio)
Ilustrasi avoidant attachment(pexel.com/cottonbro studio)

Avoidant attachment atau pola keterikatan menghindar adalah salah satu gaya hubungan emosional yang dapat memengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan orang lain. Tanpa disadari, pola ini sering hadir dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hubungan personal maupun profesional. Berikut adalah lima fakta penting tentang avoidant attachment yang mungkin membuatmu lebih memahami dirimu sendiri atau orang di sekitarmu.

1. Menghindari kedekatan emosional karena takut terluka

Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Edvinas Daukas)
Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Edvinas Daukas)

Orang dengan avoidant attachment cenderung menjaga jarak emosional karena merasa takut terluka. Kedekatan sering kali diartikan sebagai ancaman, sehingga mereka memilih untuk terlihat independen. Namun, di balik sikap ini, mereka sebenarnya merindukan hubungan yang mendalam.

Mungkin kamu pernah merasa nyaman menyendiri atau sulit mengekspresikan perasaanmu kepada orang terdekat. Ini bukan berarti kamu tidak peduli, melainkan bentuk perlindungan diri dari rasa rentan. Menyadari hal ini bisa menjadi langkah awal untuk lebih terbuka pada hubungan yang sehat.

2. Terlihat kuat di luar, tapi rentan di dalam

Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Tima Miroshnichenko)
Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Tima Miroshnichenko)

Seseorang dengan avoidant attachment sering menunjukkan citra mandiri dan tidak membutuhkan orang lain. Namun, di dalam hatinya, mereka bisa merasa kesepian dan sulit menerima bantuan karena takut dianggap lemah.

Kamu mungkin pernah mendengar atau bahkan berkata, "Aku bisa mengatasinya sendiri." Tapi, ingatlah bahwa menerima dukungan bukan tanda kelemahan. Justru, membuka diri untuk bantuan adalah bentuk keberanian dan self-care yang penting.

3. Sulit mempercayai orang lain

Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Константин)
Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Константин)

Kepercayaan adalah tantangan besar bagi mereka dengan avoidant attachment. Pengalaman masa lalu, seperti dikhianati atau diabaikan, sering membuat mereka sulit mempercayai orang lain, bahkan pasangan atau sahabat terdekat.

Dalam hubungan sehari-hari, ini bisa terlihat dari kebiasaan memendam masalah atau tidak berbagi cerita pribadi. Cobalah untuk melatih diri berbicara sedikit demi sedikit. Mulailah dari orang yang benar-benar bisa kamu percaya.

4. Membutuhkan ruang pribadi yang lebih banyak

Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Alireza Sēd Sardar)
Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/Alireza Sēd Sardar)

Bagi orang dengan avoidant attachment, ruang pribadi adalah kebutuhan utama. Terlalu banyak interaksi atau kedekatan sering membuat mereka merasa tertekan. Namun, terkadang sikap ini disalahartikan sebagai sikap dingin atau tidak peduli.

Kamu berhak memiliki ruang untuk dirimu sendiri, tapi penting juga untuk memastikan orang-orang terdekat tahu alasannya. Komunikasikan dengan jujur bahwa waktu sendiri membantumu menjaga keseimbangan emosional, bukan karena kamu ingin menjauh dari mereka.

5. Kesulitan menyadari perasaan sendiri

Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/cottonbro studio)
Ilustrasi avoidant attachment(Pexel.com/cottonbro studio)

Salah satu tantangan terbesar dalam avoidant attachment adalah sulitnya memahami atau mengakui perasaan sendiri. Mereka sering memprioritaskan logika di atas emosi, sehingga kehilangan kesempatan untuk terhubung secara autentik.

Jika kamu merasa sering bingung dengan apa yang sebenarnya kamu rasakan, luangkan waktu untuk refleksi. Menulis jurnal atau berbicara dengan terapis bisa menjadi cara untuk lebih mengenal diri dan belajar menerima perasaan yang muncul.

Memahami pola avoidant attachment bukanlah tentang mencari kesalahan, melainkan mengenali apa yang terjadi dalam diri kita. Pola ini sering terbentuk dari pengalaman masa kecil atau hubungan sebelumnya, dan hal itu bisa berubah dengan kesadaran dan usaha. Jangan takut untuk memulai perjalanan memahami emosi dan memperbaiki hubungan. Kita semua memiliki kesempatan untuk tumbuh dan menciptakan koneksi yang lebih baik. Tidak ada kata terlambat untuk belajar menerima diri dan orang lain dengan lebih terbuka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Afifah
EditorAfifah
Follow Us