Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Pertemanan Transaksional Bisa Merusak Mental Health

Ilustrasi wanita melamun
Ilustrasi wanita melamun (Pexels.com/Mikhail Nilov)

Pernahkah kamu merasa bahwa dalam beberapa hubungan pertemanan, ada perasaan bahwa segala sesuatu harus ada timbal baliknya? Misalnya, kalau kamu memberikan perhatian lebih, harapannya juga ada sesuatu yang kembali. Ini bukan lagi soal saling mendukung atau menghargai, melainkan lebih pada sebuah transaksi—memberikan sesuatu dengan harapan bisa mendapatkan sesuatu juga. Tidak sedikit dari kita yang terjebak dalam lingkaran semacam ini tanpa sadar, dan dampaknya bisa jauh lebih buruk daripada yang kita bayangkan.

Pertemanan transaksional memang bisa terasa nyaman di awal, karena menawarkan keuntungan yang terlihat jelas. Namun, di balik kenyamanan itu ada potensi bahaya bagi kesehatan mental kita. Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan hubungan yang tulus, di mana dukungan diberikan tanpa ada kalkulasi. Ketika hubungan menjadi penuh transaksi, kita kehilangan esensi dari pertemanan itu sendiri.

1. Merusak rasa percaya diri

Ilustrasi seorang wanita
Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Ivan Samkov)

Pertemanan transaksional sering kali membuat kita merasa dihargai hanya jika kita “memberikan sesuatu” yang dianggap bernilai. Ketika kita mulai merasa bahwa kita hanya dihargai ketika memberikan manfaat, rasa percaya diri kita akan terkikis perlahan. Kamu mungkin merasa tidak cukup, atau bahkan merasa kalau dirimu tidak berharga kecuali jika ada imbalan yang diperoleh dari orang lain.

Dalam jangka panjang, hal ini bisa menimbulkan perasaan cemas dan ketidakpuasan. Rasa diri yang rapuh akan muncul, dan kita mulai menilai diri sendiri berdasarkan apa yang kita bisa berikan kepada orang lain, bukan berdasarkan siapa kita sebenarnya. Ketika pertemanan tidak lagi tentang penerimaan tulus, rasa percaya diri pun mulai hilang.

2. Peningkatan stres dan kecemasan

Ilustrasi wanita merasa cemas (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Ilustrasi wanita merasa cemas (Pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Ketika kamu merasa hubungan dengan teman lebih mirip transaksi bisnis, muncul tekanan untuk selalu memberi lebih—baik perhatian, waktu, atau bahkan sumber daya. Perasaan ini bisa menambah stres. Pikiran tentang "apa yang harus aku lakukan untuk tetap diterima?" bisa membebani pikiran tanpa kita sadari, membuat kita selalu merasa tertekan.

Bukan hanya fisik yang kelelahan, tetapi mental pun ikut terkuras. Ketika pertemanan tak lagi didasarkan pada ikatan emosional yang sehat, kecemasan bisa terus menghantui kita. Perasaan khawatir kalau kita tidak cukup memberi atau khawatir hubungan ini hanya berjalan jika ada keuntungan yang jelas, akan terus menggema di kepala kita.

3. Menumbuhkan ketergantungan emosional yang tidak sehat

Ilustrasi dua orang wanita (Pexels.com/Liza Summer)
Ilustrasi dua orang wanita (Pexels.com/Liza Summer)

Pertemanan transaksional bisa menciptakan pola ketergantungan emosional yang tidak sehat. Kamu mungkin merasa bahwa kamu hanya bisa mendapatkan dukungan atau perhatian dari teman jika kamu melakukan sesuatu untuk mereka terlebih dahulu. Ketergantungan ini menghambat perkembangan pribadi, karena kita lebih fokus pada “apa yang bisa aku dapatkan?” daripada “apa yang bisa aku berikan dalam hubungan ini?”

Seiring berjalannya waktu, pola ini bisa menyebabkan kita merasa terjebak, berusaha memenuhi harapan orang lain tanpa pernah merasa puas. Ketergantungan semacam ini bisa menghalangi pertumbuhan diri kita, karena kita terus berputar di dalam hubungan yang lebih banyak memberi tekanan daripada kedamaian.

4. Mengurangi keaslian dalam hubungan

Ilustrasi pertemanan (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi pertemanan (Pexels.com/cottonbro studio)

Ketika hubungan didasarkan pada transaksi, kita mungkin mulai memanipulasi diri sendiri untuk memenuhi standar atau ekspektasi tertentu. Alih-alih menjadi diri sendiri, kita mungkin merasa perlu berpura-pura atau menjadi seseorang yang kita pikir orang lain inginkan. Keaslian dalam pertemanan sangat penting untuk menjaga koneksi yang sehat dan tulus. Namun, dalam hubungan yang transaksional, keaslian ini sering kali hilang.

Kamu akan menemukan diri merasa terjebak dalam identitas yang dibangun oleh ekspektasi orang lain. Ini bukan hanya merusak hubungan, tetapi juga merusak hubungan kita dengan diri sendiri. Ketika kita tidak bisa lagi menjadi diri kita yang sebenarnya, perasaan cemas dan tidak puas akan terus menghantui.

5. Menghancurkan batasan pribadi

Ilustrasi tiga orang pria (Pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi tiga orang pria (Pexels.com/cottonbro studio)

Di dalam pertemanan yang transaksional, batasan pribadi sering kali dilanggar tanpa disadari. Ketika segala sesuatu diukur berdasarkan apa yang bisa diberikan atau diterima, kita cenderung mengabaikan kebutuhan pribadi kita sendiri demi menjaga hubungan tersebut tetap berjalan. Ini bisa berujung pada perasaan terbebani dan kurang dihargai, karena kita mulai memberi lebih dari yang kita bisa atau ingin beri.

Ketika batasan pribadi tidak dihormati, kita menjadi semakin terjebak dalam perasaan tidak nyaman dan bahkan bisa mengalami kelelahan emosional. Ini menjadi salah satu faktor yang paling merusak, karena kita kehilangan kendali atas apa yang seharusnya kita terima atau tolak dalam hubungan, yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan mental kita.

Pada akhirnya, hubungan yang sehat seharusnya dibangun atas dasar saling pengertian dan dukungan tanpa adanya perhitungan. Kita semua berhak memiliki teman yang menerima kita dengan segala kekurangan dan kelebihan tanpa syarat. Jika kamu merasa terjebak dalam pertemanan transaksional, ini saatnya untuk merefleksikan kembali kualitas hubungan tersebut.

Kesehatan mental kita lebih penting daripada sekadar menjaga hubungan yang penuh tuntutan. Cobalah untuk mencari teman yang benar-benar menghargai kamu apa adanya, tanpa harapan balasan, sehingga kamu bisa merasa tenang dan bebas menjadi diri sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Tanda Pasanganmu Sudah Kehilangan Rasa Hormat, Perhatikan!

31 Okt 2025, 13:15 WIBLife