Pesan Moral Film A Normal Woman, Luka Perempuan yang Terbungkam

Indonesia kembali mengeluarkan film terbaru yang tayang di Netflix berjudul A Normal Woman. Film yang diperankan oleh Dion Wiyoko (Jonathan) dan Marissa Anita (Milla) ini menyoroti bagaimana kehidupan perempuan yang kerap dituntut sempurna. Keduanya dinilai sebagai couple goals tapi siapa sangka, Milla memendam begitu banyak keresahan yang berdampak pada mentalnya?
Film bergenre gothic psychological drama ini mengangkat isu psikologis yang mungkin gak semua orang sadari. Soal perempuan dan kesehatan jiwa merupakan isu-isu penting yang diangkat dalam film A Normal Woman. Apa saja pesan moral yang tersirat dalam film A Normal Woman?
1. Terkadang banyaknya peran perempuan membuat lupa dengan diri sendiri

Hidup menjadi Milla bukanlah hal yang mudah. A Normal Woman menceritakan sosok Milla, istri Jonathan, yang elegan dan menjadi panutan banyak orang. Keluarga Jonathan merupakan keluarga pebisnis yang baru saja meraih kesuksesan. Gak heran bila semua mata publik tertuju kepada Jonathan dan Milla.
Dari sosok Milla, kita disadarkan kembali bahwa perempuan ternyata memiliki banyak peran. Perempuan bisa menjadi istri, ibu, anak, bahkan pekerja. Semuanya punya porsi kesulitannya masing-masing yang sayangnya belum tentu bisa dipahami oleh orang lain, termasuk pasangan.
Berbagai peran yang diembannya membuat Milla merasa tertekan. Tanpa sadar, perempuan mendedikasikan hidupnya untuk lingkungan bukan dirinya sendiri. A Normal Woman mengisahkan Milla yang memberi dirinya untuk keluarga Jonathan tapi lupa dengan dirinya sendiri. Ia tidak lagi memperdulikan perasaan dan pikirannya.
A Normal Woman menjadi pengingat untuk perempuan tidak merendahkan dirinya. Terlepas dari apa pun tekanan dan tantangan yang diterima, sediakan porsi untuk mengenal dan hadir buat diri sendiri. Mau bagaimana pun, cinta yang diberikan ke orang lain gak bisa menjadi cinta yang penuh kalau tidak bisa mencintai diri sendiri.
2. Di balik kehidupan yang ‘sempurna’, ada harga yang harus dibayar

Menikah dengan seseorang dari keluarga kaya raya mungkin menjadi idaman banyak orang. Begitu juga dengan kehidupan Milla, orang lain memandangnya beruntung karena memiliki kehidupan yang sempurna dengan Jonathan Gunawan.
Ada kenyataan pahit yang harus ia telan diam-diam. Hidup bersama Jonathan ternyata bukan hanya soal rumah mewah dan harta melimpah, Milla perlahan kehilangan suaranya sendiri. Mungkin benar apa kata pepatah “Don’t judge a book by its cover”, kita gak bisa menyimpulkan bagaimana kehidupan seseorang hanya dari apa yang kita bisa lihat saja.
Ada harga yang harus dibayar mahal untuk mendapatkan segala kemewahan, yaitu hilangnya kebebasan memilih. A Normal Woman memvisualisasikan Milla sebagai perempuan yang ‘terbungkam’. Opininya kerap diabaikan bahkan ketika menyangkut dirinya sendiri, semua demi menjaga citra keluarga besar Gunawan.
Milla menjadi perempuan yang gak punya kesempatan untuk mengutarakan pendapat dan perasaannya. Bahkan, ia gak punya kesempatan sekecil memilih barang-barang yang disukainya. Selama ini, hidupnya hanya berpusat pada apa kata orang.
3. Luka yang tak terlihat kadang justru paling berbahaya

Hidup Milla mulai berubah dari sebuah luka gatal di leher. Luka itu perlahan menyebar hingga akhirnya ke wajah. Bahkan secara medis pun, gak ada yang bisa menjelaskan apa yang sedang dialami oleh Milla.
Bukannya mendapatkan perhatian, Milla justru mendapatkan tekanan yang makin besar. Ia dianggap gak bisa menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Ironisnya, Milla hanya bisa memendam semua kekecewaan sendirian yang akhirnya bertumbuh menjadi luka batin.
Coba telaah isi hatimu, apakah selama ini kamu memendam semua sakit, kesedihan, dan kekecewaan sendirian? Terkadang, luka yang gak terlihat justru punya dampak dan risiko yang cukup berbahaya.
A Normal Woman mengangkat isu bagaimana pandangan masyakat tentang mental health. Isu ini bukan sekadar masalah kecil. Mental illness yang tidak ditangani dengan baik akan berdampak buruk bagi penderita dan lingkungan sekitarnya.
4. Apa yang kita alami di masa lalu bisa memengaruhi kehidupan saat dewasa

Coba pikirkan lagi, siapa yang salah kalau tanaman mati? Apakah tanamannya? Film ini memberikan jawaban bahwa bukan tanaman yang salah melainkan lingkungannya. Lingkunganlah yang membentuk, merawat, atau bahkan merusak pertumbuhan tanaman dan manusia.
Masalah yang ia alami sejak kecil menjadi beban traumatis yang tak pernah benar-benar selesai. Luka itu ikut tumbuh bersamanya, membuat Milla tumbuh menjadi pribadi yang berbeda, dan perlahan membuatnya mempertanyakan jati dirinya sendiri.
Banyak dari kita mungkin tidak menyadari bahwa akar permasalahan hidup yang kita alami sekarang berakar pada masa lalu. Bukan sekadar kenangan, tapi pengalaman masa kecil baik yang menyenangkan maupun menyakitkan ikut menyusun arah hidup kita di masa depan.
5. Saat tak ada yang bisa diandalkan, satu-satunya yang tersisa adalah diri sendiri

A Norman Woman menunjukkan bagaimana hidup memaksa kita menjadi kuat bahkan saat kita merasa belum siap. Saat gak ada yang bisa diandalkan, kemandirian menjadi satu-satunya bekal hidup yang kamu butuhkan.
Apa yang dialami Milla menggambarkan bagaimana perempuan gak selalu kuat tapi cuma itu pilihannya untuk bisa bertahan hidup. Ada yang harus dikorbankan Milla untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesembuhan.
Belajarlah dari Milla untuk tetap bekerja apa pun yang terjadi. Di balik semua keterbatasan, perempuan tetap harus punya kekuatan untuk bisa berdiri di kaki sendiri. Itu bukan sekadar pilihan melainkan keharusan.
Mengapa? Semata-mata agar perempuan tetap bisa menjalani hidupnya dengan baik tanpa harus bergantung pada orang lain. Dengan begitu, perempuan bisa meraih apa pun yang dia mau tanpa harus dikontrol oleh orang lain.