Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

1 Tahun Prabowo, CISDI Beri Nilai 6-7 untuk Kinerja Sektor Kesehatan

IMG-20250829-WA0018.jpg
Ruang IGD RS Pelni (IDN Times/Tino Satrio)
Intinya sih...
  • CEO CISDI Diah Saminarsih menilai kinerja sektor kesehatan Prabowo baru mencapai angka 6-7, dipengaruhi oleh kurangnya anggaran dan implementasi operasional yang belum merata.
  • Anggaran kesehatan di tingkat subnasional semakin sedikit, sulit untuk berinovasi lokal, dan inovasi tidak mendapatkan dukungan yang cukup.
  • SDM kesehatan bukan topik riset yang diinginkan, pengakuan terhadap kader kesehatan belum jelas, dan belum ada kejelasan soal hak dan penghargaan yang layak.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Jelang satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto yang jatuh pada 20 Oktober 2025, CEO dan Founder CISDI Diah Satyani Saminarsih menilai, pelaksanaan program dari sisi kesehatan baru memasuki angka enam atau tujuh. Dalam program Ngobrol Seru by IDN Times bertajuk "Anggaran Kesehatan dan MBG, Catatan Minus 1 Tahun Prabowo", Diah menjabarkan beberapa hal kenapa angka itu bisa muncul. Salah satunya adalah menyoal anggaran kesehatan.

"Antara 6-7 deh. Antara 6-7 ya. Pertama tadi ya, kenapa segitu? Karena komitmennya harus diikuti oleh anggaran. Kasihan banget kita harus berharap kepada grant, berharap kepada loan untuk melaksanakan itu. Dua komponen lain yang saya cermati adalah selain implementasi operasional, di mana pemahaman terhadap diversity dari kabupaten, kota di seluruh Indonesia itu masih lebih diperlukan," kata Diah, dikutip Sabtu (18/10/2025).

1. Inovasi nasional tak selalu cocok, kearifan lokal perlu diperkuat

Siswa keracunan MBG di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel, dirawat di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura, Kamis (9/10/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)
Siswa keracunan MBG di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel, dirawat di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura, Kamis (9/10/2025). (Hendra Lianor/IDN Times)

Dia menilai, negara kerap merasa bahwa inovasi adalah solusi secara general di tingkat nasional, padahal itu bisa jadi titik buta dan kerap tak terpikir. Padahal menurutnya, ada kearifan lokal, ada cara-cara lokal yang sudah berjalan dan terbukti bermanfaat dan terbukti bisa dilaksanakan di tingkat komunitas hingga tingkat kecamatan, kabupaten, dan seterusnya.

"Mungkin itu nggak sesuatu yang worth untuk di-upscale ke tingkat nasional. Tapi sesuatu ini, kendaraan yang mini ini bekerja buat daerah sekitarnya. Nah diversity itu yang menurut saya masih missing. Kemudian kedua adalah anggaran juga, tapi anggaran yang tersedia di tingkat subnasional," katanya.

2. Anggaran kesehatan di tingkat subnasional makin lama semakin sedikit

Screenshot 2025-10-18 120944.png
CEO dan Founder CISDI Diah Satyani Saminarsih dalam program Ngobrol Seru by IDN Times bertajuk "Anggaran Kesehatan dan MBG, Catatan Minus 1 Tahun Prabowo" (Youtube/IDN Times)

Diah mengatakan, kini anggaran kesehatan di tingkat subnasional makin lama semakin sedikit. Hal ini yang membuat daerah semakin sulit untuk bisa berjalan beriringan dengan inovasi yang ada, pasalnya kacamata inovasi yang dipakai itu memerlukan ongkos kerja lain.

"Pada saat dia berinovasi tapi nggak mendapatkan buy-in, dan semua harus pakai program yang sama, kendaraannya harus yang sama, maka inovasi lokal yang sebenarnya tumbuh itu jadi nggak bisa berkembang," kata dia.

3. SDM kesehatan bukan topik riset yang diinginkan

Aktivitas kader kesehatan kota Surabaya. dok. Istimewa.
Aktivitas kader kesehatan kota Surabaya. dok. Istimewa.

Dia juga menyoroti soal tenaga SDM kesehatan dan kader kesehatan. Dari sudut pandang riset, SDM kesehatan bukan topik riset yang desirable atau, kata dia, bukan yang diinginkan dan kerap menjadi topik paling belakang. Isu kesehatan kerap mengedepankan sistem tanpa membicarkan siapa operator atau pengendaranya.

"Selalu, dan itu udah saya lihat dalam 15 tahun terakhir. Sehingga seolah-olah SDM kesehatan itu take secondary priority dari sistemnya sendiri, dari kendaraannya. Kendaraannya nggak ada supirnya kan nggak bisa berjalan juga. SDM kesehatan saat ini betul kita masih kurang, harus diproduksi lagi. Namun produksi itu harus sejalan dengan kebijakan dalam pendidikan tinggi. Karena yang kami lihat dari saat ini, ada banyak aturan yang kontradiktif," kata dia.

4. Belum diakuinya kader kesehatan sebagai SDM

Pelatihan kader kesehatan di Lapas Tabanan  Rabu (26/6/2024) (Dok.IDNTimes/Istimewa)
Pelatihan kader kesehatan di Lapas Tabanan Rabu (26/6/2024) (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Dia juga menilai, pengakuan terhadap kader kesehatan belum diikuti kejelasan soal hak dan penghargaan yang layak.

"Menteri Kesehatan itu memasukkan dalam Undang-Undang Kesehatan yang terakhir itu ada kader kesehatan. Tapi belum atau tidak dibunyikan juga berapa sebenarnya reward yang bisa diberikan kepada para kader kesehatan ini, itu pertama,” katanya.

Dia juga menyoroti status kader yang belum jelas. Apakah kader kesehatan akan dilihat sebagai pekerja masuk dalam kelompok SDM atau selama-lamanya dia akan menjadi volunteer atau relawan.

"Karena kalau relawan, itu dia dibayar Rp150.000 kalau daerahnya nggak punya, Rp150.000 per bulan ya,” katanya.

Menurutnya, daerah dengan PAD lebih besar bisa memberi hingga Rp300.000–Rp400.000 per bulan. Namun, jumlah itu tetap minim dan tidak membuat kader diintegrasikan sebagai bagian dari SDM kesehatan.

“Ini yang membuat mau maju lebih, kalau mau progres lebih baik, ya harusnya elemen-elemen itu ada,” ujarnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Prabowo Bakal Reshuffle Menteri yang Cuek Diperingati 3 Kali

18 Okt 2025, 15:38 WIBNews