Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Fakta Logo Halal Indonesia yang Baru, Kenapa Menuai Kritik?

Label Halal Indonesia yang dikeluarkan Kemenag (Kemenag.go.id)
Label Halal Indonesia yang dikeluarkan Kemenag (Kemenag.go.id)

Jakarta, IDN Times - Logo halal Indonesia baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menuai kontroversi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi salah satu pihak yang mengkritik logo halal baru ini karena dinilai hanya mengedepankan kepentingan artistik.

Logo baru ini disebut akan menggantikan label halal MUI yang selama ini digunakan di Tanah Air. Label halal ini ditetapkan berlaku secara nasional sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.

Surat Keputusan label halal ini ditetapkan di Jakarta pada 10 Februari 2022 lalu dan ditandatangani oleh Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham serta berlaku per 1 Maret 2022.

1. Terdiri dari Logogram dan Logotype

Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)
Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)

Label Halal Indonesia terdiri dari dua komponen, logogram dan logotype. Kemenag menegaskan, dalam pengaplikasiannya, kedua komponen label ini tidak boleh dipisahkan.

Kemenag menjelaskan, logogram dalam label Halal Indonesia berupa bentuk gunungan dan motif sujan dengan tulisan halal dalam huruf Arab yang terdiri dari Ha, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal.

Sementara itu, logotype dalam label Halal Indonesia berupa tulisan "HALAL INDONESIA" di bagian bawah logogram.

2. Logo dan filosofinya

Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)
Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)

Kemenag menjelaskan, label Halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Dari bentuk dan coraknya, artefak-artefak budaya khas Indonesia menjadi pilihan.

Bentuk label Halal Indonesia terdiri dari dua objek, Gunungan dan Motif Surjan/Lurik. Bentuk Gunungan digunakan untuk melambangkan kehidupan manusia.

"Semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, manusia harus semakin mengkerucut, semakin dekat dengan Sang Pencipta," tulis Kemenang dalam akun Instagramnya (kemenag_ri).

Sementara itu, bentuk Surjan/Lirik juga digunakan. Surjan disebut juga pakaian "takwa". Dalam pakaian itu terkandung makna filosifi yang mendalam, yakni bagian leher baju Surjan memiliki 3 pasang (6 butir) kancing yang menggambarkan rukun iman.

Motif Surjan/Lurik juga sejajar satu sama lain yang bermakna pembeda/pemberi batas yang jelas. Hal ini dianggap sejalan dengan fungsi Halal Indonesia untuk memberi kepastian atau jaminan produk Halal di Tanah Air.

3. Dipastikan tidak Jawa-sentris

Mastuki, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Kementerian Agama (Dok.IDN Times/Istimewa)
Mastuki, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Kementerian Agama (Dok.IDN Times/Istimewa)

Pro dan kontra mewarnai perilisan label Halal baru tersebut. Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menyebut logo baru ini terkesan hanya mengedepankan kepentingan artistik, tanpa ada kata halal bertuliskan bahasa Arab. Selain itu, tidak ada kata MUI ataupun BPJPH yang disematkan.

Kritik lain yang menjadi perbincangan publik adalah kekhawatiran bahwa logo baru ini bersifat Jawa-sentris lantaran menggunakan bentuk gunungan wayang dan motif batik lurik/surjan.

Menenanggapi hal tersebut, Kapala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Mastuki menegaskan label Halal Indonesia tidak Jawa-sentris.

“Pemilihan label halal yang menggunakan media gunungan wayang dan batik lurik itu tidak benar kalau dikatakan Jawa-sentris,” ujar Mastuki mengutip laman resmi Kemenag.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Bayu Aditya Suryanto
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us