Aliansi BEM se-UI Desak Prabowo Cabut Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

- BEM se-UI menilai Soeharto pemimpin rezim yang menindas dan KKN selama 32 tahun
- BEM se-UI jug menolak gelar pahlawan Soeharto dan segala bentuk manipulasi sejarah
- Istana klaim Soeharto punya jasa besar bagi negara
Jakarta, IDN Times - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Universitas Indonesia (BEM se-UI) menolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto. Bahkan, mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto agar gelar pahlawan nasional maupun gelar kehormatan dicabut.
Menurut BEM se-UI pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bertentangan dengan prinsip keadilan, kemanusiaan, dan nilai-nilai reformasi.
"Soeharto tidak layak disebut pahlawan karena kepemimpinannya bukanlah simbol pengorbanan bagi bangsa, melainkan simbol penindasan terhadap demokrasi dan pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan," demikian isi pernyataan tertulis BEM se-UI, Rabu (12/11/2025).
Mereka menyatakan seorang pahlawan sejati tidak lahir dari kekuasaan yang menindas, tetapi dari keberanian menegakkan keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan, yang justru dipadamkan selama Orde Baru.
Selain itu, aliansi BEM se-UI menilai, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sejarah, dan penderitaan rakyat Indonesia pada masa kekuasaan Orde Baru.
"Soeharto bukanlah figur yang mencerminkan nilai-nilai kepahlawanan," kata mereka.
1. Soeharto telah memimpin rezim yang menindas dan KKN selama 32 tahun

Aliansi BEM se-UI juga menilai Soeharto telah memimpin rezim yang menindas, mengekang, dan mengorbankan rakyat, demi kekuasaan selama 32 tahun. Soeharto juga melanggengkan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang masih menjadi penyakit bangsa hingga kini.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga terjadi di bawah kekuasaan Soeharto. Dalam catatan aliansi BEM se-UI itu, pelanggaran HAM yang terjadi mulai dari tragedi kekerasan politik pasca-1965, yang menewaskan ratusan ribu warga sipil tanpa proses hukum, penembakan misterius terhadap warga tanpa pengadilan, hingga penculikan serta penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi menjelang kejatuhan Soeharto pada 1998.
"Semua peristiwa itu meninggalkan luka mendalam bagi bangsa yang hingga kini belum terselesaikan, baik secara hukum maupun moral," kata mereka.
Itu semua, kata BEM se-UI, tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 mengenai gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan di Pasal 25.
"Di dalam pasal itu tertulis seseorang hanya dapat disematkan gelar pahlawan, apabila memenuhi beberapa syarat, salah satunya memiliki integritas moral dan keteladanan. Dengan adanya asas dan syarat tersebut, Soeharto tidak layak akan gelar pahlawan," kata BEM se-UI.
2. BEM se-UI tolak segala bentuk manipulasi sejarah

Dalam pernyataannya, aliansi BEM se-UI juga menolak segala bentuk manipulasi sejarah dan glorifikasi terhadap pelaku pelanggaran HAM. Baik itu melalui kebijakan kebudayaan, sistem pendidikan, maupun narasi resmi negara yang berupaya memutihkan kekerasan dan penindasan pada masa lalu.
"Kami juga mendesak pemerintah dan lembaga negara untuk menjalankan tanggung jawab moral dan historis, dalam memastikan rezim otoriter tidak pernah lagi dimuliakan, dan tidak pernah lagi berulang pada masa depan," kata BEM se-UI.
Mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama anak muda, untuk menjaga warisan reformasi, mengawal kebenaran sejarah, dan melawan segala bentuk distorsi narasi yang mengkhianati perjuangan masyarakat.
3. Istana klaim Soeharto punya jasa besar bagi negara

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menjelaskan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, merupakan bentuk penghormatan terhadap para pendahulu yang memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara Indonesia.
"Itu kan bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin kita, yang apapun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara," ujar Prasetyo ketika dikonfirmasi, Minggu, 9 November 2025.
Selain Soeharto, pemerintah juga memberikan gelar pahlawan nasional kepada sembilan tokoh lainnya yaitu:
1. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
2. Marsinah (Jawa Timur)
3. Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
4. Hajjah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)
5. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Jawa Tengah)
6. Sultan Muhammad Salahuddin (NTB)
7. Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
8. Tuan Rondahaim Saragih (Sumatera Utara)
9. Zainal Abidin Syah (Maluku Utara).


















