Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR: Buat Perjanjian Bilateral Dulu, Baru Kirim PMI ke Saudi

Anggota komisi IX dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Aher. (Dokumentasi Istimewa)
Anggota komisi IX dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani Aher. (Dokumentasi Istimewa)
Intinya sih...
  • Anggota DPR mendesak KemenP2MI jelaskan pencabutan moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi karena belum ada perjanjian bilateral terkait perlindungan PMI.
  • Netty mempertanyakan nasib Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) dan menuntut evaluasi serta perjanjian bilateral yang memuat standar perlindungan hak asasi PMI.
  • Menteri P2MI, Abdul Karding, menjelaskan alasan penghapusan moratorium karena Saudi menawarkan upah, asuransi kesehatan, lapangan kerja, dan bonus bagi PMI.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher mendesak Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) untuk menjelaskan alasan di balik rencana pencabutan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Sebab, hingga saat ini belum ada perjanjian bilateral dengan Saudi terkait perlindungan bagi PMI yang bekerja di sana. 

"Perjanjian bilateral ini penting untuk menghindari terulangnya kasus kekerasan dan ketidakadilan yang dialami oleh para PMI di sana. Kita harus belajar dari pengalaman pahit yang menjadi dasar diberlakukannya moratorium pada 2015," ujar Netty di dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu (4/5/2025). 

Sejak moratorium diberlakukan 2015 lalu, catatan kasus kekerasan dan penyiksaan masih ditemukan terjadi pada PMI. Bahkan, tidak sedikit yang berujung kematian. 

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pencabutan moratorium harus diiringi dengan komitmen nyata dari Pemerintah Saudi. Caranya melalui perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban kedua negara secara setara. 

"Kita bukan mengirim mesin. Kita mengirimkan manusia, di mana sebagian berstatus ibu dari anak-anak, tulang punggung keluarga, warga negara yang punya hak untuk dilindungi," tutur dia. 

1. Anggota DPR pertanyakan nasib SPSK yang disepakati RI-Saudi

Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)
Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)

Lebih lanjut, Netty turut mempertanyakan nasib dari Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang sebelumnya disepakati antara Indonesia dengan Arab Saudi. Kebijakan itu mulai diberlakukan sejak 2018. Ia mempertanyakan apakah sudah ada evaluasi terhadap SPSK bila sistem tersebut ingin dihapus atau diubah. 

Ada empat hal yang diatur oleh SPSK yaitu penempatan PMI hanya ada di empat lokasi (Madinah, Jeddah, Riyadh dan wilayah Timur), dilakukan oleh kedua negara dengan sistem yang terintegrasi, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran yang terlibat dibatasi dan dilakukan dengan cara diseleksi oleh pemerintah masing-masing. 

"Bagaimana evaluasi pelaksanaannya? Jangan sampai kita kembali membuka ruang praktik ilegal, calo dan perdagangan manusia terselubung," kata politisi asal Jawa Barat itu. 

2. Perjanjian bilateral harus memuat sejumlah poin penting

Curhatan Calon TKI yang dieksploitasi oleh PT NSP Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)
Curhatan Calon TKI yang dieksploitasi oleh PT NSP Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Netty juga mendesak seandainya dirumuskan perjanjian bilateral antara Indonesia dan Saudi maka harus memuat sejumlah poin penting. "Seperti standar perlindungan hak asasi PMI, termasuk jam kerja yang manusiawi, tempat tinggal layak, dan jaminan kesehatan," kata Netty. 

Ia turut mendorong agar di dalam perjanjian bilateral itu memuat mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan cepat. Akses ke layanan bantuan hukum juga perlu dimuat di dalam perjanjian tersebut. 

"Pemerintah juga perlu memasukan kepastian sistem perekrutan yang transparan dan bebas dari praktik percaloan," imbuhnya. 

3. KemenP2MI klaim sistem pelindungan tenaga kerja di Saudi telah membaik

Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Karding (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Karding (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Sementara, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Karding menjelaskan alasan yang mendasari penghapusan adalah sistem pelindungan tenaga kerja di Arab Saudi yang dinilai pemerintah telah lebih baik.

Arab Saudi, kata Abdul, bersedia menjamin PMI mendapatkan upah 1.500 riyal atau Rp6,5 juta per bulan. Hal ini disampaikan Abdul yang mengaku telah berkomunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi.

"PMI juga akan diberikan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan," ujar Abdul di Istana Kepresidenan pada 17 Maret 2025 lalu. 

Abdul melanjutkan, Saudi juga berjanji menyediakan sekitar 600 ribu lapangan kerja bagi PMI. Rinciannya, 400 ribu untuk pekerja di lingkungan informal dan 200 ribu untuk pekerja formal.

Politikus PKB itu menambahkan, PMI yang menyelesaikan kontrak kerja selama dua tahun di Arab Saudi juga akan mendapatkan bonus berupa pemberangkatan umrah. Bonus itu akan diberikan langsung oleh pemerintah Arab Saudi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us