CEK FAKTA: Jakarta Tiba-Tiba Status Siaga TBC Gegara Bill Gates
- Penerapan status bukan dadakanFaktanya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani mengatakan, sebanyak 274 RW ditetapkan berstatus siaga TBC karena tingginya kasus tuberkulosis aktif. Penetapan ini merupakan bagian dari strategi penanggulangan TBC, bukan langkah dadakan.
- Vaksin TBC yang masuk bukan buatan Bill GatesSementara, Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Persahabatan sekaligus Peneliti Vaksin TBC, Erlina Burhan, menegaskan vaksin TBC atau M72 yang saat ini masuk tahap uji klinis bukanlah buatan Bill Gates.
Jakarta, IDN Times - Sebuah unggahan di platform X yang menarasikan bahwa status Jakarta siaga TBC gara-gara Bill Gates, beredar di media sosial sehingga membuat resah.
Narasi itu diunggah di X atau yang sebelumnya Twitter oleh akun @KangManto123.
"Semua serba tiba-tiba…Tiba-tiba Bill Gates datang. Tiba-tiba Kadinkes umumkan status Siaga TBC. Tiba-tiba nanti disuntik vaksin. Hadeh... Sehat sehat terus saudarakuuuuu😭😭," tulisnya.
1. Penerapan status bukan dadakan
Faktanya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani mengatakan, sebanyak 274 RW ditetapkan berstatus siaga TBC karena tingginya kasus tuberkulosis aktif.
Penetapan ini merupakan bagian dari strategi penanggulangan TBC, bukan langkah dadakan. Program ini telah berjalan secara bertahap dan berbasis data temuan kasus.
2. vaksin TBC yang masuk bukan buatan Bill Gates
Sementara, Dokter Spesialis Paru dari Rumah Sakit Persahabatan sekaligus Peneliti Vaksin TBC, Erlina Burhan, menegaskan vaksin TBC atau M72 yang saat ini masuk tahap uji klinis bukanlah buatan Bill Gates.
“Saya juga ingin koreksi nih. Ini vaksin bukan dibuat oleh Bill Gates. Karena yang menginisiasi adalah para ilmuwan, bersama dengan perusahaan farmasi namanya GSK, GlaxoSmithKline,” kata Erlina dalam acara Real Talk With Uni Lubis by IDN Times, Rabu (14/5/2025).
3. Penelitian vaksin TBC sudah berlangsung selama 26 tahun
Menurut Erlina, penelitian vaksin ini sudah berlangsung selama 26 tahun. Dimulai sejak 1999 dari uji in vitro di laboratorium, kemudian dilanjutkan dengan uji praklinik pada hewan, dari tikus hingga primata nonhuman seperti kera.
"Penelitian ini selesai tahun 2004, dengan hasil potensi efikasinya lumayan bagus. Sangat potensi untuk menimbulkan sistem imun dan juga keamanannya di waktu itu juga sudah terbukti oke. Maka barulah bisa dilanjutkan ke uji klinis di manusia,” kata dia.
