CEK FAKTA: Sri Mulyani Diperiksa Bareskrim Polri?

Jakarta, IDN Times - Sebuah tayangan video di Facebook menarasikan eks Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani, diperiksa Bareskrim Polri. Dalam video tersebut, Sri Mulyani terlihat diperiksa di Kementerian Keuangan.
Hingga Rabu (15/10/2025), video tersebut telah disukai oleh 56 ribu pengguna. Sebanyak 5.700 pengguna menggeruduk kolom komentar dalam tayangan video itu. Kemudian, ada tiga ribu pengguna membagikan tayangan video itu.
Video berdurasi 16 detik itu memperlihatkan Sri Mulyani berjalan sambil dikerumuni wartawan, dengan narasi yang mengaitkannya pada kasus SKK Migas.
Dalam video berdurasi 16 detik tersebut memperlihatkan Sri Mulyani berjalan sambil di tengah kerumunan wartawan, dengan narasi yang mengaitkannya pada kasus SKK Migas.
Di dalam video terdapat tulisan, "Viral..!! mantan mentri keuangan SRI MULYANI diperiksa di kementrian keuangan. NETIZEN ayo rampas aset bila terbukti. Bagaimana menurut kalian bantu share like dan komen di bawah ini".
Lantas benarkah Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi menjabat Menteri Keuangan Republik Indonesia? Berikut penjelasannya!
1. Sri Mulyani diperiksa di kasus SKK Migas sebagai saksi

Berdasarkan penelusuran IDN Times, video tersebut merupakan cuplikan 10 tahun silam dari siaran KompasTV berjudul "Pemeriksaan Sri Mulyani". Tayangan itu diunggah Kompas TV pada 8 Juni 2015.
Dalam tayangan tersebut dijelaskan Sri Mulyani, yang saat itu merupakan mantan Menteri Keuangan era Presiden SBY, memang diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri.
Mantan Direktur Bank Dunia itu diperiksa Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penjualan kondensat SKK Migas.
Dalam kasus ini, Bareskrim menetapkan tiga orang tersangka yakni eks Deputi Pengendalian Keuangan SKK Migas Djoko Harsono, bekas Kepala BP Migas Raden Priyono, serta mantan Dirut TPPI Honggo Hendratno.
2. Jejak kasus kondensat SKK Migas

Dilansir ANTARA, perbuatan bekas Dirut TPPI Honggo Hendratno, mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, dan eks Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dinilai terbukti merugikan keuangan negara senilai 2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).
Kasus ini bermula saat Honggo Wendratno mengajukan program Public Service Obligation (PSO) melalui surat ke BP Migas. Dia mengklaim, PT TPPI mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor : TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
Padahal, saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
3. Penunjukan PT TPPI menyalahi aturan

Djoko selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas menyetujui permohonan Honggo agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Raden Priyono lantas menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara, tetapi penunjukan itu menyalahi prosedur karena tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa.
Selain itu, penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.
Priyono dan Djoko menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran.
Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI. PT TPPI mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina, menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Akibatnya, semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.
Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai 2.716.859.655 dolar AS.
Kesimpulan: unggahan video Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri yang beredar di Facebook merupakan video lama dan diunggah kembali oleh pengguna. Narasi dalam video itu membuat disinformasi karena tidak mencantumkan konteks waktu dan kasusnya. Dengan demikian, informasi video itu dipastikan hoaks.