Perokok di Indonesia Capai 65 Juta, IYCTC: Jangan Dianggap Normal

Peraturan pengendalian tembakau masih sangat lemah

Jakarta, IDN Times - Peraturan pengendalian tembakau di Indonesia dinilai masih sangat lemah. Berdasarkan data, perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) tahun 2019, jumlah prevalensi perokok di Indonesia mencapai 65 juta orang menjadi terbanyak ke-3 di dunia.

Angka tersebut seiring dengan peningkatan prevalensi perokok muda usia 10 sampai 18 tahun dari 7,2 persen menjadi 9,1 persen pada 2019.

"Peningkatan jumlah perokok ini membuat industri rokok berhasil meraup keuntungan besar dari penjualan rokok konvensional," ujar Sekretaris Jenderal Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) Rama Tantra dalam siaran tertulis, Kamis (19/5/2022).

Baca Juga: Rumitnya Lapisan Tarif Cukai Rokok di RI Bikin Konsumsi Rokok Naik

1. Industri rokok targetkan anak muda

Perokok di Indonesia Capai 65 Juta, IYCTC: Jangan Dianggap NormalRibuan para kaum Millennial memadati Lapangan Istana Maimun dalam Konser Sound Sations (IDN Times/Indah Permata Sari)

Rama menyatakan, anak muda tidak boleh berdiam diri melihat produk rokok yang dianggap normal di kalangan masyarakat.

“Sudah sangat jelas, Industri rokok menargetkan anak muda melalui iklan promosi sponsor yang masif secara offline maupun online di internet, agar kita tertarik (merokok). Selain itu, sebenarnya iklan promosi sponsorship adalah upaya manipulasi yang dilakukan industri rokok untuk menormalisasi produknya. Tidak bisa terus didiamkan,” ucapnya.

2. Bahan kimia dalam rokok elektrik lebih berbahaya

Perokok di Indonesia Capai 65 Juta, IYCTC: Jangan Dianggap NormalIDN Times/Galih Persiana

Industri rokok kini juga memperkenalkan rokok elektronik dengan dalih bebas asap dan sebagai produk baru yang dapat memberhentikan perokok konvensional.

Fasilitator Fakota Jordan Vegard mengungkapkan, berdasarkan penelitian kandungan bahan kimia dalam rokok elektrik mengandung nikotin dan bahkan lebih berbahaya dibandingkan rokok konvensional.

"Kami di Ambon, resah juga melihat teman-teman kami yang merokok biasa dengan juga nge-vape. Karna dorang so anggap biasa (karena dianggap biasa) itu. Mungkin juga karena mereka yang mau merokok itu mudah sekali beli rokok (rokok konvensional & vape). Jadi akhirnya banyak yang merokok,” ucapnya.

3. Satu batang rokok merusak ekosistem

Perokok di Indonesia Capai 65 Juta, IYCTC: Jangan Dianggap NormalIlustrasi Cukai Rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Aktivis lingkungan Sarah Rauzana Putri menambahkan, satu batang rokok menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan merusak ekosistem.

Semua proses pembuatan rokok konvensional, mulai dari pembudidayaan, produksi, distribusi, dan limbah produk tembakau berkontribusi terhadap perubahan iklim dan mengurangi ketahanan iklim, dengan membuang-buang sumber daya dan merusak ekosistem.

Untuk itu, komitmen pemerintah melalui kebijakan terkait sampah produk rokok yang ditimbulkan sangat penting.

“Rokok elektronik bukanlah solusi, melainkan menambah masalah baru dari segi lingkungan. Sisa konsumsi atau sampah rokok elektronik, harus dikelola secara spesifik sebagai sampah elektronik," katanya.

"Industri rokok harus bertanggung jawab untuk mengelola sampah produk mereka (Extended Producer Responsibility), tetapi sampai sekarang belum ada bentuk tanggung jawab yang konkret dari industri rokok," imbuhnya.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya