Fakta Terbaru Pegawai PPPK di Aceh yang Viral karena Ceraikan Istri

- Saat konflik rumah tangga, lindungi hak perempuan dan anak
- Perempuan berhak adil, bebas dari kekerasan, dukungan karier
- Kasus ini perlu ditangani dari aspek psikologis dan sosial
Jakarta, IDN Times - Viral dugaan perceraian pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) berinisial JS dan istrinya yang berinisial MS, memantik perhatian masyarakat. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengatakan, Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Aceh Singkil, untuk memastikan kebenaran informasi dan kondisi MS.
“Dari hasil koordinasi diperoleh informasi peristiwa tersebut berawal dari konflik rumah tangga yang sudah berlangsung lama, dan dipicu oleh faktor ekonomi. Keduanya telah menjalani proses klarifikasi dan mediasi di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Aceh Singkil, yang menghasilkan kesepakatan untuk berpisah secara baik-baik," kata Arifah, Kamis (30/10/2025).
1. Saat konflik rumah tangga kedepankan prinsip keadilan, lindungi hak-hak perempuan dan anak

Arifah meminta seluruh pihak, terutama pasangan suami dan istri, untuk mengedepankan prinsip keadilan serta melindungi hak-hak perempuan dan anak, dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Apalagi yang dipicu permasalahan ekonomi dan ketidakharmonisan.
"Adapun informasi mengenai dugaan pengusiran terhadap istri dinyatakan tidak benar. Video yang beredar diketahui diambil saat pelapor berpindah dari rumah kontrakan menuju rumah orang tuanya di Aceh Selatan,” ujarnya.
2. Perempuan berhak dapat perlakuan adil, bebas dari kekerasan, dukungan karier

Arifah menegaskan setiap perempuan berhak memperoleh perlakuan yang adil, bebas dari kekerasan, mendapat dukungan dalam berkarier, dan berkontribusi bagi keluarga maupun masyarakat. Saat seorang perempuan dapat kesempatan kerja, hal itu seharusnya menjadi kebanggaan dan tambahan kekuatan bagi keluarga, bukan sumber konflik.
“Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa keharmonisan rumah tangga tidak hanya dibangun dari tanggung jawab ekonomi, tetapi juga dari rasa saling menghormati, komunikasi yang sehat, dan dukungan terhadap peran masing-masing," kata Arifah.
3. Kasus seperti ini perlu ditangani dari aspek psikologis dan sosial

Arifah mengapresiasi Dinas P3AP2KB Kabupaten Aceh Singkil yang memberikan layanan mediasi dan memastikan kondisi pelapor aman. Namun, dia mengatakan, kasus seperti ini perlu ditangani secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari aspek psikologis dan sosial.
“Kami mendorong masyarakat untuk membangun relasi rumah tangga yang setara, saling mendukung, dan bebas dari kekerasan. Ketika konflik terjadi, penyelesaiannya harus mengedepankan dialog, perlindungan anak, penghormatan terhadap hak, dan martabat perempuan," kata Arifah.


















