Fraksi PPP Ajukan Pasal Pidana untuk Rekayasa Kasus di RKUHP

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani mengajukan penambahan pasal pidana dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal rekayasa kasus itu dinilai penting untuk mengimbangi aparat penegak hukum selaku penyidik kasus yang dinilai memiliki kewenangan yang sangat kuat dan powerful.
"PPP mengusulkan pasal baru tentang tindak rekayasa kasus," ungkap Arsul dalam rapat lanjutan bersama komisi III dan Kemenkum HAM di Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, (9/11/2022) dan dikutip dari kantor berita ANTARA.
Ia mengatakan di dalam pasal tersebut, akan diatur bila ada pihak seperti penegak hukum atau bukan yang merekayasa kasus dengan menciptakan, membuat atau memalsukan alat bukti di mana dengan alat bukti itu seolah-olah seseorang melakukan tindak pidana. Akibatnya, ia terancam pidana.
Arsul mengatakan alasan di balik pengajuan pasal tersebut karena ia mendapat aspirasi dari berbagai elemen masyarakat yang meminta pentingnya pengaturan hal itu. Apalagi mengingat banyak keluhan di lapangan tentang rekayasa perkara dengan meletakan barang bukti seperti narkotika di mobil atau dilempar di tempat tertentu.
"Mungkin ini menjadi bagian atau sub bagian dalam bab obstruction of justice (merintangi penyidikan)," tutur dia.
Pendapat senada juga disampaikan oleh anggota komisi III DPR dari Partai Nasional Demokrat, Taufik Basari. Ia menilai tindakan fabrikasi bukti harus dipidana.
"Kita usulkan ada (pasal) fabrikasi bukti di mana ketika ada orang yang memasukkan bukti, membuat bukti-bukti palsu yang digunakan dalam proses pengadilan, maka itulah yag dimaksud rekayasa kasus dan harus dipidana," kata Taufik.
Lalu, apa respons Kementerian Hukum dan HAM terkait usulan agar dimasukan pasal pidana untuk rekayasa kasus?
1. Pasal rekayasa kasus diperlukan untuk mengontrol posisi penyidik

Sementara, bagi anggota komisi III dari Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, pasal yang mengatur ancaman pidana bagi pihak-pihak yang melakukan rekayasa kasus dibutuhkan untuk mengontrol posisi penyidik yang memiliki kekuatan cukup besar dalam hukum pidana di Tanah Air. "Pasal rekayasa harus dimasukan (ke RKUHP) sebagai bagian kontrol power yang dimiliki oleh penyidik meski sudah ada pengawasan internal. Termasuk fabrikasi bukti, itu menjadi contoh yang paling menarik. Ini terbuka malah, bukan direkayasa," kata Hinca dalam rapat yang digelar pada Rabu kemarin.
Ia menambahkan dalam penanganan kasus narkoba, ada jumlah kasus yang harus dikejar. Hinca memberikan contoh 10 kasus per bulan yang harus dituntaskan oleh personel Polri.
"Kalau sudah akhir bulan, tetapi belum ada kasus, maka terjadi lah kasus di Binjai (Sumatera Utara). Narkoba dimasukan ke dalam mobil atau dilempar. Ini telanjang dan kasat mata terjadi di masyarakat," tutur dia.
Anggota komisi III dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil sependapat dengan usulan memasukan pasal rekayasa kasus ke dalam RKUHP. Nasir kemudian mengutip data yang pernah disampaikan oleh KontraS pada September 2022 lalu. Pada periode sepanjang 2019-2022, ada 27 perkara dari hasil rekayasa kasus.
"Ini jangan dianggap remeh lho! Jangan dilihat angka 27-nya. Itu yang tercatat oleh mereka, belum lagi yang tidak tercatat," kata Nasir.
2. Wamenkum HAM tak permasalahkan adanya usulan pasal baru di RKUHP

Sementara, ketika dimintai tanggapannya soal usulan pasal rekayasa kasus di RKUHP, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej tidak keberatan. "Kami kira ya tidak ada masalah (pasal rekayasa kasus)," ungkap Edward di gedung DPR pada Rabu kemarin.
Hanya saja, kata pria yang akrab disapa Eddy itu, perlu dipertegas juga penjelasan terkait usulan penambahan pasal baru tentang rekayasa kasus. Harapannya agar pembahasan beberapa item RKUHP yang diusulkan DPR bisa segera diselesaikan.
“Saya optimistis kalau ada 9 item yang mereka teman-teman dewan usulkan, saya kira sehari selesai,” ujarnya.
3. Nasib RKUHP bakal ditentukan pada 22 November 2022

Sementara, nasib draf atau naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan ditentukan pada akhir November 2022. Komisi III DPR menuturkan telah menerima draf versi 9 November hasil dialog publik dan sosialisasi dalam rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 8 November 2022.
Setelah itu, pembahasan mengenai nasib RKUHP akan dilakukan pada tanggal 21 dan 22 November 2022 mendatang.
"Untuk selanjutnya akan dilakukan pembahasan pada tanggal 21 dan 22 November 2022," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej pun menyampaikan draf terakhir per 9 November terdiri atas 627 pasal. Sedangkan dalam draf sebelumnya, yakni draf RKUHP versi 6 Juli 2022 lalu, terdiri atas 632 pasal.
"Yang lama itu 'kan 632 pasal, sekarang menjadi 627 pasal," ucap Eddy, Rabu, 9 November 2022.