Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah, Saiful Mujab. Ia diperiksa terkait dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaran ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Rabu (8/10/2025).
Kasus Korupsi Haji, Kakanwil Kemenag Jateng Saiful Mujab Diperiksa KPK

Intinya sih...
Dua saksi dipanggil KPK terkait kasus korupsi kuota haji, termasuk mantan Direktur Pelayanan Haji dalam Negeri.
Indonesia mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji setelah pertemuan Jokowi dengan PM Arab Saudi.
Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1 triliun menurut perhitungan sementara KPK.
1. Ada dua saksi yang dipanggil KPK
Mantan Direktur Pelayanan Haji dalam Negeri itu bukan satu-satunya sosok yang dipanggil KPK dalam kasus ini. KPK juga memanggil Direktur Utama PT Al Haramain Jaya Wisata, Ali Makki.
"Pemeriksan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujarnya.
2. Indonesia dalam tambahan 20 ribu kuota haji
Diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus.
Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus.
Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024.
3. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun
KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.