Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemen PPPA Sesalkan Identitas Anak Perempuan Pencuri Motor Tersebar

Kunjungan KemenPPPA pada korban paedofilia asal Padang | Deputi Perlindungan Anak, Nahar mengunjungi TR di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Selasa (3/11). (Dok. Humas KemenPPPA)
Kunjungan KemenPPPA pada korban paedofilia asal Padang | Deputi Perlindungan Anak, Nahar mengunjungi TR di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Selasa (3/11). (Dok. Humas KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyesalkan identitas anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tersebar. Hal ini berkenaan dengan kasus anak berusia 15 tahun di Magelang, Jawa Tengah yang diduga mencuri motor.

Identitas anak tersebut dipublikasikan hingga fotonya tersebar dan menjadi perbincangan di jagat maya.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengingatkan semua pihak untuk tidak menyebarkan maupun mempublikasikan identitas ABH. Selain itu, dia mengingatkan publik juga harus mematuhi asas praduga tak bersalah,.

“Kami sangat menyayangkan tersebarnya foto dan identitas ABH di media sosial yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pihak yang terlibat, khususnya bagi ABH itu sendiri,” ujar Nahar dalam keterangannya, dilansir Sabtu (15/4/2023).

1. Identitas anak berhadapan dengan hukum wajib diharasiakan di pemberitaan

ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi jurnalis (IDN Times/Aditya Pratama)

Nahar mengimbau semua pihak agar menahan diri untuk tidak mempublikasikan identitas ABH. Sebab, ABH memiliki hak identitasnya tidak dipublikasikan.

Hal itu tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menegaskan bahwa identitas anak, anak korban, dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.

2. Publik perlu hargai harkat dan martabat anak berhadapan dengan hukum

Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)
Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Adapun pasal 19 UU SPPA menjelaskan bahwa siapa pun wajib melindungi identitas anak, yang meliputi nama anak, nama anak korban atau anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan atau atau anak saksi.

“Kami mengimbau dan mengingatkan semua pihak untuk menghargai harkat dan martabat ABH, tidak memberikan stigma dan label tertentu kepada anak dengan tidak menyebarkan dan mempublikasikan video dan foto yang memperlihatkan wajah, nama, dan identitas lain ABH dengan jelas,” kata Nahar.

3. Pemberian stigma bisa ancam masa depan anak

Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Lia Hutasoit)
Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Lia Hutasoit)

Di samping merendahkan harkat dan martabat ABH, kata Nahar, dampak dari dipublikasikannya identitas anak adalah pemberian stigma dan label tertentu dari masyarakat. Hal itu dapat mengancam masa depan anak.

Hal itu juga merupakan pelanggaran kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Jika melanggar akan ada jerat sanksi pidana dalam Pasal 97 UU SPPA dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak sebesar Rp500 juta rupiah.

"KemenPPPA mendorong pihak untuk selalu menghormati, melindungi dan memenuhi hak anak," tegasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Lia Hutasoit
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us