Kemendukbangga Dorong Penitipan Anak Punya Fasilitator Terlatih

- Fasilitator anak usia dini (AUD) harus dibekali kompetensi dasar dan teknis pengasuhan
- Pentingnya keamanan dan kesehatan anak sejak kehamilan
- Edukasi gizi ibu hamil hingga pemenuhan asi eksklusif.
Jakarta, IDN Times – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) menekankan pentingnya keberadaan fasilitator terlatih di daycare atau tempat penitipan anak.
Fasilitator ini utamanya dibutuhkan pada layanan pengasuhan Anak Usia Dini (AUD) di berbagai program, seperti Bina Keluarga Balita (BKB), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), dan layanan sejenis lainnya.
Langkah ini dinilai terkait dengan peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan, sekaligus memastikan keberadaan tempat penitipan anak yang strategis. Pelatihan menghadirkan sejumlah ahli dari berbagai bidang.
“Kemendukbangga/BKKBN berkomitmen untuk memastikan Tempat Penitipan Anak mendapatkan pendampingan pengasuhan yang baik, sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025, tentang RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) Tahun 2025-2029,” ujar Sekretaris Kemendukbangga/BKKBN, Budi Setiyono, dalam Sosialisasi Standardisasi Kompetensi Fasilitator Pengasuhan Anak Usia Dini Tingkat Purwa Tahun 2025, Selasa (16/9/2025).
1. Fasilitator AUD dibekali kompetensi dasar dan teknis pengasuhan
Nugroho Indra dari Education Specialist UNICEF Indonesia sebagai mitra pelatihan, mengatakan fasilitator pengasuhan AUD dibekali dua kelompok kompetensi. Pertama, kompetensi dasar yang meliputi kebijakan, advokasi, komunikasi, pencatatan dan pelaporan, serta rujukan.
Kedua, kata Nugroho, kompetensi teknis yang mencakup kesehatan, kecukupan gizi, pengasuhan responsif, stimulasi dini, serta aspek keamanan dan keselamatan anak usia dini.
“Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, investasi pada anak, khususnya anak usia 0-6 tahun, sangatlah penting. Ada banyak bukti bahwa perkembangan anak usia dini memang merupakan salah satu investasi modal manusia yang paling hemat biaya. Investasi pada tahun-tahun awal dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi, baik itu bagi keluarga, masyarakat, maupun negara," katanya.
2. Pentingnya keamanan dan kesehatan anak sejak kehamilan

Ika Febrian Kristiana dari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro menjelaskan dimensi keamanan dan keselamatan mencakup kondisi kesehatan ibu saat hamil, administrasi kelahiran, akses layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), hingga literasi keuangan keluarga.
“Pada modul kompetensi keamananan dan keselamatan anak usia dini, fasilitator diharapkan mampu menjelaskan persyaratan keamanan dan keselamatan pada Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), mengenalkan layanan Taman Asuh Sayang Anaka (Tamasya), mengidentifikasi kriteria rumah layak huni, mengenali bahan berbahaya di lingkungan rumah, serta memahami risiko penggunaan gadget,” jelasnya.
Menurut Ika, dari sisi kesehatan, pengasuhan anak usia dini dimulai sejak masa kehamilan. Hal ini mencakup pencegahan penyakit umum, imunisasi rutin, hingga penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.
Perwakilan Penghimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) menambahkan kecukupan gizi mencakup edukasi gizi pada ibu hamil, konsumsi pangan lokal, pemenuhan Tablet Tambah Darah (TTD), serta pencegahan anemia. Juga termasuk edukasi terkait ASI eksklusif, manajemen laktasi, pemberian MPASI untuk anak usia 6-23 bulan, serta pola gizi seimbang bagi anak usia 24-72 bulan.
3. Edukasi gizi ibu hamil hingga pemenuhan asi eksklusif

Sementara, perwakilan Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI), Dr. Wiwin Hendriani menyebutkan prinsip-prinsip dasar perkembangan anak yang harus diperhatikan orang tua.
"Seperti perkembangan mencakup serangkaian perubahan dalam diri individu, perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang dapat diprediksikan, perkembangan memiliki tahapan yang berurutan, perkembangan pada usia-usia awal akan menentukan tahap-tahap selanjutnya, dan perkembangan antar individu mempunyai kecepatan yang berbeda-beda," katanya.
Wiwin juga menekankan pentingnya pengasuhan responsif, termasuk kompetensi dalam perlindungan dari kekerasan, pengasuhan nondiskriminatif, kesehatan jiwa pengasuh, serta penerapan pola pengasuhan responsif.