Kemhan Ikut Salurkan Multivitamin Vitarma Buatan TNI ke SPPG MBG

- Kemhan mendistribusikan multivitamin Vitarma ke SPPG MBG.
- 4,8 juta butir multivitamin dan 17,4 juta butir obat didistribusikan.
- Keterlibatan TNI dalam produksi obat dikritisi oleh masyarakat sipil.
Jakarta, IDN Times - Selain mendistribusikan obat, Kementerian Pertahanan juga menyalurkan 4,8 juta multivitamin dengan jenama Vitarma pada Rabu (1/10/2025). Vitamin itu diserahkan ke Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang mengelola program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketika ditanyakan kepada Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemhan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, ia tidak menyatakan dengan lugas apakah multivitamin produksi tentara itu ikut dimasukan ke dalam menu MBG.
"Saat ini kami serahkan sekitar 4,8 juta butir vitamin yang akan kami serahkan ke SPPG. Ada sekitar 100 SPPG yang akan menerima vitamin ini di sekitar Jakarta," ujar Wakil Menteri Pertahanan, Donny Ermawan Taufanto di kantor Kemhan, Jakarta Pusat.
Multivitamin ini merupakan produk pertama yang diproduksi oleh Pusat Farmasi Pertahanan. Farmasi tersebut merupakan integrasi dari laboratorium farmasi dari tiga matra di TNI. Integrasi dari ketiga laboratorium farmasi itu dimulai pada hari ini.
"Ini tadinya ada lafi (laboratorium farmasi) berada di bawah Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Udara," tutur dia.
1. Multivitamin dan obat didistribusikan usai diteken MoU antara BPOM dan Kemhan

Distribusi obat-obatan dan multivitamin produksi TNI itu merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang diteken antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Pertahanan. Kesepakatan ini memungkinkan laboratorium-laboratorium milik TNI Angkatan Darat, Laut dan Udara, yang sebelumnya memproduksi obat untuk keperluan internal militer, kini mulai memproduksi obat-obatan masal untuk konsumsi publik.
Harga obat di Indonesia yang mahal, digadang jadi alasan utama ditekennya nota kesepahaman ini. "Kami sedang memikirkan cara-cara untuk menurunkan harga lebih rendah lagi sehingga kami dapat menyediakan obat-obatan gratis," kata Sjafrie di kantor Kemhan pada 22 Juli 2025 lalu.
Rencananya produksi massal dimulai pada bulan Oktober dan obat-obatan didistribusikan ke desa-desa di seluruh Indonesia dengan harga 50 persen di bawah harga pasar.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar mengatakan pentingnya keterlibatan militer dalam produksi obat diharapkan dapat membatasi aliran obat-obatan ilegal dan memerangi "mafia" dalam industri medis. BPOM, kata Taruna, akan mengeluarkan nomor izin edar dan distributor obat. TNI akan mendapat rekomendasi serta sertifikasi pembuatan obat.
2. 17,4 juta butir obat didistribusikan lewat koperasi desa merah putih

Sementara, obat-obatan buatan lembaga farmasi milik TNI yang disalurkan mencapai 17,4 juta butir obat dan didistribusikan lewat Koperasi Desa Merah Putih. Kemhan pada Juli 2025 lalu juga sudah mendistribusikan 15 ribu obat di Desa Bentangan, Klaten.
"Kami serahkan sekitar 17,4 juta obat kepada Kementerian Koperasi. Nantinya (obat-obat itu) akan disalurkan ke koperasi desa dan kelurahan Merah Putih di seluruh Tanah Air. Ini merupakan bentuk dukungan dari Kementerian Pertahanan bagi bangsa dan negara ini untuk ketahanan kesehatan," kata Donny.
IDN Times sempat menanyakan obat apa saja yang disalurkan oleh Kemhan ke Koperasi Merah Putih Wamenhan Donny menjelaskan, ada tiga jenis obat. Pertama, Fimol yang diproduksi oleh lembaga farmasi milik TNI Angkatan Darat (AD). Fimol memiliki khasiat yang sama dengan paracetamol.
Kedua, ponstal yang diproduksi oleh lembaga farmasi TNI Angkatan Laut (AL). "Ponstal adalah obat untuk meredakan rasa nyeri," kata Donny.
Obat ketiga yang diserahkan adalah cefalaf yang diproduksi oleh lembaga farmasi TNI Angkatan Udara (AU). Cefalaf, kata Donny, adalah obat antibiotik.
3. TNI produksi obat tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya

Sementara, keterlibatan TNI dalam produksi obat sempat dikritisi oleh masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Center of Economic Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inisiatif yang dilakukan oleh Menhan juga sudah berada di luar tugas utama TNI.
"Ini sudah offside dari tugas dan fungsi utama TNI. Soal TNI membantu distribusi obat-obatan saat terjadi bencana atau perang masih wajar, tapi kalau jadi pengusaha obat kurang tepat," kata Bhima ketika dihubungi pada hari ini.
Sedangkan, Amnesty International Indonesia (AII) mengatakan bahwa nota kesepahaman TNI-BPOM tersebut berpotensi melanggar hukum karena melibatkan militer aktif ke dalam posisi bisnis sipil. Hal itu dilarang oleh hukum militer.
"Ini adalah gejala bagaimana pemerintah telah bergeser ke arah otoritarianisme," ujar Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid.