KPAI: Kepemilikan Akta Kelahiran di Papua Barat di Bawah Target

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kapasitas pemenuhan perlindungan dan pemenuhan hak anak di Papua Barat masih rendah. Salah satu hal yang dilihat adalah diskriminasi pemenuhan hak anak atas identitasnya.
“Kapasitas perlindungan dan pemenuhan hak anak di Provinsi Papua Barat masih rendah dikarenakan masih ditemukan diskriminasi dalam pemenuhan hak sipil anak yang dalam hal ini akta kelahiran, kartu identitas anak, hingga partisipasi anak dalam konteks pemilu,” kata Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley dalam keterangannya, dikutip Kamis (11/1/2024).
1. Pemenuhan hak anak terutama soal kepemilikan akta kelahiran

KPAI menilai, harus ada perhatian khusus bagi anak di daerah yang memerlukan perlindungan, dengan melakukan pengawasan atas pemenuhan hak sipil, partisipasi anak, dan kerentanan penyalahgunaan anak dalam pemilu.
KPAI melakukan audiensi dan berkoordinasi dengan sejumlah pihak di Papua Barat. Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui DP3A diharapkan dapat memberikan perhatian yang intensif dalam melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai pemenuhan hak anak, khususnya kepemilikan akta kelahiran.
Salah satu audiensi dilakukan dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Manokwari, yakni melihat kondisi dan situasi anak-anak di sana.
“Pemenuhan hak anak untuk akta kelahiran baru beberapa yang sudah memiliki, namun LPKA terus berupaya berkoordinasi dengan dinas terkait agar seluruh anak binaan dapat terpenuhi hak sipilnya,” kata Pengelola Bimbingan Kemandirian LPKA Kelas II Manokwari Ilham Juni Admaja.
2. Angka kepemilikan akta kelahiran di Papua Barat 77,76 persen

Kepemilikan akta kelahiran di Papua Barat sebesar 77,76, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022. Angka ini masih terbilang jauh di bawah target Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri), yakni sebesar 97 persen.
Provinsi Papua merupakan salah satu daerah yang paling rawan gangguan pemilu 2024 berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dan Pemilihan Serentak 2024 dengan besaran 57,27 (rawan sedang). Penilaian ini dilihat berdasarkan 4 dimensi, yaitu konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi dan partisipasi.
3. Anak tanpa akta kelahiran tak dianggap oleh negara

Anak yang identitasnya tidak atau belum tercatat dalam akta kelahiran, sehingga secara de jure atau pengakuan resmi menurut hukum dan norma-norma internasional, keberadaannya tidak dianggap ada oleh negara.
Hal ini menyebabkan anak lahir tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Dengan tidak tercatatnya identitas seorang anak dapat menyebabkan risiko eksploitasi anak semakin tinggi, anak bisa menjadi korban perdagangan manusia, mengalami kekerasan, ataupun melanggar aturan tenaga kerja.
Setiap anak harus memperoleh kewarganegaraannya sejak lahir hingga hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya, hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Konvensi hak anak.