Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Legislator PKS: Pemisahan Pemilu Bisa Perkuat Otonomi Daerah

Mardani Ali Sera (IDN Times/Yosafat)
Mardani Ali Sera (IDN Times/Yosafat)
Intinya sih...
  • Pemisahan pemilu nasional dan lokal dapat meningkatkan partisipasi publik
  • Mardani tidak yakin Putusan MK 135/2025 melanggar konstitusi
  • Diharapkan banyak pihak yang dilibatkan dalam perumusan sistem pemilu
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, menilai jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal/daerah, sebagai langkah positif bagi demokrasi di Indonesia.

Ia menyebut, keputusan yang diambil secara bulat oleh seluruh hakim MK tanpa adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini dapat memperkuat keterlibatan publik dalam pemilu sekaligus memperkuat otonomi daerah.

"Putusan MK yang sekarang disetujui oleh semua Hakim MK. Tidak ada dissenting opinion. Selama ini proses pengambilan keputusan di MK selalu transparan, termasuk pendapat setiap Hakim semua dipublikasikan terbuka," kata Mardani dalam keterangannya, dikutip Rabu (30/7/2025).

1. Bisa meningkatkan partisipasi publik

Anggota DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera sarankan Anies Baswedan tak bentuk partai politik. (IDN Times/Amir Faisol)
Anggota DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera (IDN Times/Amir Faisol)

Mardani menilai, pemisahan pemilu nasional dengan pemilu lokal merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan partisipasi publik. Apalagi, selama ini pemilu lokal sering kali tenggelam dalam hiruk-pikuk pemilu nasional, terutama dalam konteks pilpres.

"Ide pemisahan pemilu nasional dengan pemilu lokal bagus. Karena public engagement (terikatan publik) kian kuat. Apalagi selama ini pemilu lokal selalu tenggelam oleh hiruk pikuk pemilu nasional. Pilpres khususnya," ujar Legislator dari Dapil DKI Jakarta II tersebut.

Selain itu, Mardani juga melihat pemisahan pemilu sebagai upaya untuk memperkuat otonomi daerah. Ia menegaskan bahwa tidak semua kekuasaan harus berpusat di DKI Jakarta semata.

"Pemisahan juga baik untuk penguatan otonomi daerah. Bahwa tidak semua berpusat di Jakarta. Isu daerah bisa lebih dibahas secara detail dan mendalam. Sehingga kekuatan daerah bisa tumbuh," ungkap Mardani.

2. Mardani tidak yakin Putusan MK 135/2025 melanggar konstitusi

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Mardani lantas menyatakan, dirinya tidak yakin Putusan MK 135/2025 melanggar konstitusi seperti yang disampaikan oleh sejumlah pihak. Sebab, para hakim MK tentunya memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang konstitusi.

"Adakah ini melanggar konstitusi? Saya tidak yakin. Mereka (hakim MK) punya pemahaman mendalam tentang konstitusi. Tapi ini bagus jadi diskursus publik. Kita tunggu jawaban hakim MK," ungkapnya.

3. Diharapkan banyak pihak yang dilibatkan dalam perumusan sistem pemilu

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih jauh, Mardani memastikan Komisi II DPR RI akan terus mengikuti perkembangan terkait Putusan MK ini. Ia mendorong agar diskursus ini melibatkan lebih banyak pihak dalam rangka menciptakan sistem pemilu yang lebih adil dan efisien di masa depan.

Mardani pun menyebut, keputusan akhir akan menjadi konsensus para pihak di DPR bersama Pemerintah.

"Pada akhirnya, semua pihak, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun di Mahkamah Konstitusi, memiliki niat yang sama untuk memajukan demokrasi Indonesia dan memastikan proses demokrasi berjalan dengan lebih baik dan lebih kuat di masa depan," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, pada 26 Juni 2025 lalu, MK mengabulkan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 ini berdampak signifikan karena menetapkan pemisahan antara penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal/daerah.

Dalam putusan tersebut, pemilu tingkat lokal/daerah diadakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional. Pemilu nasional mencakup pemilu anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden, sementara pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us