IDI: Aborsi Harus Dilakukan Pihak Kompeten Sesuai Indikasi Medis

Jakarta, IDN Times - Ketua Bidang Advokasi dan Legislasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Ari Kusuma Januarto, mengatakan bahwa pengguguran kandungan harus dilakukan oleh orang yang memang memiliki kompetensi atau wewenang dalam penangannya.
Dia menanggapi adanya kasus praktik aborsi ilegal di sebuah rumah di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Tindakan aborsi, kata dia, harus dilakukan dengan melihat indikasi medis yang ada pasa pasien.
"Kita tahu bahwa tindakan ini (aborsi) harus dilakukan oleh orang yang punya kompetensi dan wewenang. Bahkan harus ada indikasi medisnya," kata dia dalam dalam keterangan yang diterima IDN Times, Jumat (30/6/202).
1. Aturan seputar aborsi

Berdasarkan Undang-Undang 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sudah dijelaskan soal larangan aborsi pasal 75 ayat 2, dijelaskan bahwa penguguran kandungan hanya bisa dilakukan atas indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
Berikut bunyinya:
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik
berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
2. Berbagai risiko aborsi

Dia juga mengatakan, aborsi memiliki berbagai macam resiko yang bisa terjadi pada ibu yang mengandung, mulai dari pendarahan, pembiusan hingga masalah kejiwaan.
"Jadi mental pasien pasien yang melakukan aborsi ini juga perlu dilakukan suatu pembinaan, suatu apa pelayanan yang cukup baik," kata Ari.
3. Harus dilakukan di fasilitas yang ditunjuk pemerintah

Ari mengatakan, setiap tindakan medis termasuk di antaranya adalah aborsi harus dilakukan oleh orang-orang yang kompeten dan dilaksanakan di fasilitas yang memadai.
"Inilah pentingnya bahwa tindakan-tindakan ini dilakukan di fasilitas yang baik dan memang ini harus ditunjuk oleh pemerintah," kata dia.
4. Memilah mana aborsi kriminalis dan medicinalis

Maka dari itu, dia mengatakan perlu ada regulasi yang diperjelas soal aturan aborsi, agar bisa dipilah mana yang aborsi medicinalis atau atas dasar pertimbangan medis, serta mana aborsi yang kriminal.
Aturan yang bisa dijalankan saat ini Peraturan Peremintah (PP) 61 tahun 2024 tentang Kesehatan Reproduksi.
"Di situ sudah tahu siapa yang berhak melakukan (prosedur tindakan aborsi), bagaimana wewenangnya dan fasilitas yang ditunjuk ini oleh pemerintah. Itu semua sudah tertera tinggal dijalankan siapa yang menerapkan semua ya tentunya dari pemerintah," kata dia


















