Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Model Jurnalisme Damai Lahir dari Disertasi Doktor IPB

Ahmad Junaidi.jpeg
Peneliti, dosen, sekaligus mantan jurnalis, Ahmad Junaidi (kanan), baru saja meraih gelar doktor dari IPB University, Senin (3/11/2025). IDN Times.
Intinya sih...
  • Media nasional vs lokal berbeda dalam framing konflik
  • Suara komunitas adat penting dalam pemberitaan yang berimbang
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bogor, IDN Times - Peneliti, dosen, sekaligus mantan jurnalis, Ahmad Junaidi, meraih gelar doktor dari IPB University. Disertasinya yang berjudul "Model Jurnalisme Damai dan Pemberitaan Konflik Lahan Komunitas Adat Sunda Wiwitan" menawarkan perspektif baru tentang bagaimana media seharusnya meliput isu sensitif.

Penelitian ini mengintegrasikan teori agenda setting, framing, dan komunikasi pembangunan inklusif dan menganalisis 110 berita tentang konflik lahan Komunitas Adat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan. Hasilnya cukup mengejutkan, 60 persen berita, ternyata masih tergolong 'kurang damai.'

"Media sering kali menampilkan kekerasan dan konflik secara berlebihan, padahal seharusnya bisa berperan sebagai jembatan dialog dan resolusi damai," kata Ahmad Junaidi dalam sidang promosi doktor di IPB University, Senin (3/11/2025).

Sisanya, 25,5 persen berita dianggap 'damai' karena menonjolkan empati dan solusi, sementara 14,5 persen tergolong masuk kategori 'tidak damai' karena menggunakan diksi negatif dan memperkuat polarisasi.

1. Beda ideologi framing media nasional vs lokal

ahmad junaidi.jpeg
Peneliti, dosen, sekaligus mantan jurnalis, Ahmad Junaidi, baru saja meraih gelar doktor dari IPB University, Senin (3/11/2025). IDN Times.

Ahmad Junaidi menemukan bahwa perbedaan ideologis antarmedia sangat mempengaruhi cara konflik dibingkai (framing).

Berdasarkan penelitiannya, media nasional seperti IDNTimes dan Kompas.com, dinilai cenderung menghadirkan narasi empatik dan advokatif yang berpihak pada pemahaman sosial dan kemanusiaan komunitas adat.

Kemudian, media lokal tertentu dinilai masih lebih menonjolkan aspek legalistik atau administratif tanpa mengupas konteks sosial yang lebih dalam.

Penelitian ini menegaskan, berita damai bukan sekadar fakta, tetapi juga soal membuka ruang pemahaman dan rekonsiliasi.

"Berita yang damai tidak hanya menampilkan konflik, tapi juga membuka ruang bagi pemahaman, konteks sosial, dan upaya rekonsiliasi,” ujar Ahmad.

2. Kenapa suara komunitas adat penting?

Masyarakat adat Sunda Wiwitan memainkan alat musik tradisional angklung sebagai bentuk perlawanan kultural atas penolakan eksekusi lahan Sunda Wiwitan. (IDN Times/Wildan Ibnu)
Masyarakat adat Sunda Wiwitan memainkan alat musik tradisional angklung sebagai bentuk perlawanan kultural atas penolakan eksekusi lahan Sunda Wiwitan. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Dari 110 berita yang diteliti, Ahmad Junaidi mencatat, sepertiga di antaranya menampilkan narasumber langsung dari Komunitas Sunda Wiwitan. Hal ini pun disebut menjadi poin penting. Tingkat keterwakilan suara korban yang cukup tinggi, kata Ahmad, tidak terlepas dari satu hal.

"Hubungan yang berkesinambungan antara jurnalis dan narasumber dari komunitas korban membantu menciptakan pemberitaan yang lebih berimbang dan berempati," kata Ahmad Junaidi.

Hubungan baik yang terjalin sejak lama antara jurnalis dan tokoh adat sebelum konflik meletus, kata dia, menjadi faktor krusial dalam menciptakan liputan yang lebih berempati.

3. Bukan sekadar berita, media harus jadi aktor perubahan sosial

Masyarakat adat Sunda Wiwitan menutup akses jalan masuk menuju rumah adat yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kuningan. (IDN Times/Wildan Ibnu)
Masyarakat adat Sunda Wiwitan menutup akses jalan masuk menuju rumah adat yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kuningan. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Kontribusi terbesar dari penelitian ini adalah usulan model konseptual jurnalisme damai berbasis komunikasi pembangunan inklusif. Dalam model ini, kata Ahmad, media tidak hanya menjadi penyampai informasi, tetapi sebagai aktor.

"Media ditempatkan sebagai aktor perubahan sosial yang mendorong dialog dan pemberdayaan masyarakat," kata dia.

Kemudian, adanya pergeseran narasi. Menurut dia, praktik peace journalism dapat menggeser narasi media dari konfrontatif menuju solutif, menonjolkan multiaktor, empati, dan akar persoalan konflik.

Ahmad pun merekomendasikan agar kampus-kampus mengintegrasikan prinsip jurnalisme damai ini ke dalam kurikulum etika media, jurnalisme digital, dan komunikasi multikultural.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

Belanda Kembalikan Patung Kuno 3.500 Tahun Curian ke Mesir

03 Nov 2025, 23:58 WIBNews