Pelajar Dalam Pusaran Aksi Demo, KPAI Kritik Perlakuan Aparat

- Anak-anak mendapatkan informasi dari alumni
- Kondisi aparat yang belum memahami aturan peradilan pidana anak
Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti masifnya keterlibatan pelajar dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di berbagai daerah sekaligus mengkritik keras tindakan represif aparat penegak hukum terhadap anak-anak.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, mengatakan, terdapat perbedaan pola mobilisasi pelajar dalam aksi terbaru dibandingkan aksi menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun lalu.
“Ada kesimpulan besar dalam aksi ini di beberapa daerah bahwa keterlibatan pelajar ini secara masif digerakkan dan yang kedua, secara perencanaan bahkan mungkin sampai di daerah yang proses sekali pun semuanya pelajar ada," kata dia dalam konferensi pers di Komnas HAM, dikutip Rabu (3/9/2025).
Aksi demonstrasi menuntut kebijakan yang tak prorakyat semakin memuncak usai hadirnya gelombang protes besar pascameninggalnya Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online yang dilindas rantis polisi. Berbagai aksi demo terjadi di berbagai daerah dan tak sedikit yang melibatkan anak serta pelajar.
1. Anak-anak mendapatkan informasi dari alumni

Dia mengatakan, saat aksi tolak putusan MK tahun lalu, pihaknya menganalisis pengerahan massa yang agak organik untuk para pelajar. Hal ini karena mereka mendapatkan informasi, salah satunya dari game online.
Diyah menambahkan, dalam aksi kali ini pelajar mendapatkan informasi melalui pesan siaran dan aplikasi pesan instan dorongan dari para alumni.
“Kemudian kalau di dalam aksi hari ini mereka mendapatkan broadcast atau WhatsApp dan yang lebih memprihatinkan karena rata-rata mereka mendapatkan informasi dari alumni. Jadi karena dari alumni, ada juga mohon maaf yang difasilitasi, ada juga yang anak tidak tahu terus akhirnya mereka ikut. Nah ini menjadi catatan besar bagi kami dan termasuk juga anak-anak yang masih dirawat hari ini di beberapa rumah sakit,” kata dia.
2. Kondisi aparat yang belum memahami aturan peradilan pidana anak
Selain persoalan mobilisasi, KPAI juga menyoroti perlakuan aparat terhadap anak-anak yang diamankan. KPAI menyoroti tindakan represif dari aparat penegak hukum terhadap anak-anak yang saat ini masih ditahan polisi.
"Mereka ada yang mohon maaf diperlakukan dengan tidak manusiawi yang melanggar undang-undang sistem peradilan pidana anak. Kemudian ada anak yang dituntut memakai KUHP dan bukan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Jadi pidana yang dipidanakan itu pidana orang dewasa,” kata Diyah.
Dia mengatakan, masih ada aparat yang belum memahami aturan peradilan pidana anak sehingga ada anak yang ditahan tetapi penempatannya disatukan dengan orang dewasa.
“Ada yang mereka dijadikan satu dengan orang dewasa, padahal seharusnya anak ditahan itu tidak boleh lebih dari 1x24 jam. Kami menyoroti, masih banyak aparat penegak hukum yang belum paham tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak sehingga cara memperlakukannya itu juga semena-mena,” ujar dia.
3. Temuan perlakuan kekerasan di lapangan

KPAI juga menemukan adanya perlakuan kekerasan di lapangan. KPAI pun mendesak aparat penegak hukum maupun pemerintah untuk hadir mendampingi anak-anak yang sedang menjalani proses hukum.
“Kami sangat berharap bahwa baik aparat penegak hukum pemerintah itu hadir. Termasuk mendampingi anak-anak ketika diproses hukum karena mereka masih punya hak yang harus dilindungi sehingga anak-anak ini tidak lepas begitu saja dan sekali lagi tetap mendapatkan penerapan yang manusiawi,” kata Diyah.
4. Ratusan anak sempat ditahan saat gelombang aksi di berbagai daerah

Catatan KPAI yang diterima IDN Times pada Selasa, 2 September 2025 sore, ratusan anak sempat diamankan aparat kepolisian di berbagai wilayah selama gelombang aksi demonstrasi sejak akhir Agustus. Sebagian besar telah dipulangkan kepada orangtuanya, meski masih ada yang belum dikembalikan.
Di Jakarta, pada 25 Agustus, Polda Metro Jaya (PMJ) mengamankan 150 anak. Kemudian Polres Jakarta Timur 21 anak, Polres Jakarta Selatan 16 anak, dan Polres Jakarta Barat 5 anak. Mereka telah dikembalikan ke orangtuanya.
Kemudian pada 28 Agustus, PMJ kembali mengamankan 200 anak, Polres Jakarta Selatan 10 anak, dan Polres Jakarta Timur 23 anak. Semua anak yang ditahan saat itu juga sudah dipulangkan.
Pada 30 Agustus, tercatat enam anak diamankan di Jakarta Utara, lalu pada 31 Agustus lima anak kembali ditahan di wilayah yang sama. Hingga saat ini, masih ada anak-anak di Jakarta Utara yang belum dikembalikan kepada orangtua.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, 15 anak sempat diamankan dan sudah kembali ke orangtua. Sementara di Semarang, ada 200 anak yang ditahan, sebagian besar telah dipulangkan.
Di Medan tercatat lima anak, Pontianak tiga anak, Pekalongan 12 anak, Kebumen 99 anak, Wonogiri enam anak, dan Solo 65 anak. Di Surabaya, aparat menahan 50 anak, di Kediri 12 anak, di Bali tujuh anak, di Mataram dua anak, serta di Bekasi 28 anak.