Polemik RUU Sisdiknas: Nestapa Guru dan Sekolah Swasta

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) banyak menuai polemik di kalangan tenaga pengajar. RUU Sisdiknas yang memuat tiga undang-undang sistem pendidikan, disebut-sebut bisa membuat kegaduhan baru di tengah-tengah masyarakat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di KOmisi X DPR RI. Dia menilai RUU Sisdiknas yang disusun di bawah kementerian Nadiem Makarim ini bisa menghambat harapan Presiden Jokowi yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Perubahan pada UU Sisdiknas berpotensi menimbulkan kegaduhan baru yang tidak perlu. Justru menghambat peningkatan kualitas SDM yang menjadi harapan pak presiden,” kata dia di Komisi X DPR RI, Kamis (25/3/2022).
1. Polemik kesejahteraan guru, sekolah swasta, dan madrasah di RUU Sisdinkas

Menurut Unifah, RUU Sisdiknas cenderung menyimplifikasi persoalan pendidikan yang sangat kompleks. Salah satunya berkaitan dengan tata kelola guru. Dia menjelaskan tata kelola guru saat ini dilaksanakan oleh aktor yang berbeda-beda bahkan dengan bertentangan antara satu institusi dengan lainnya.
Misalnya program pengembangan guru untuk sekolah swasta, negeri, dan madrasah. Tenaga pengajar di tiga jenis sekolah itu juga harus melewati tahapan berbeda untuk menjadi guru di sekolah.
“Ini mengakibatkan peranan dan eksistensi guru semakin terabaikan. Transformasi menuju sistem pembelajaran yang bermutu terganjal oleh tata kelola guru yang terfragmentasi,” tutur dia.
Selain itu, menurut Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU) Arifin Junaidi, RUU Sisdiknas berpotensi melemahkan pendidikan di madrasah karena tak menyebut nomenklatur “madrasah” dalam draftnya.
Padahal madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Dia justru heran mengapa peran madrasah malah diabaikan oleh pemerintah.
“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draft RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” ujar Arif.
Keberadaan madrasah dinilai sudah lebih baik diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003. Meskipun pada praktiknya peraturan sekolah madrasah masih ditentukan oleh pemerintah daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah (Otda).
Selain itu, keberadaan RUU Sisdiknas juga dinilai bisa melemahkan dukungan pemerintah pada sekolah swasta. Sebabnya dalam Pasal 55 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebut lembaga pendidikan berbasis masyarakat (swasta) dapat memperoleh bantuan teknis berupa subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dari pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah.
Aturan itu justru tak tercantum dalam draf RUU Sisdiknas yang dirancang oleh Kemendikbudristek saat ini.
2. APPI minta DPR tolak RUU Sisdiknas masuk Prolegnas

Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) meminta DPR RI untuk menolak RUU Sisdiknas ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. APPI menilai ada banyak masalah fundamental dalam draf RUU tersebut.
Aliansi ini terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, serta Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU).
“APPI meminta agar DPR tidak memasukkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2022,” ujar perwakilan APPI, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman dalam RDP bersama Komisi X DPR di Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Pihaknya juga merekomenfasikan Kemendikbudristek membentuk panitia kerja (panja) nasional RUU Sisdiknas untuk mendesain peta jalan pendidikan nasional dan naskah akademik bersama dengan elemen masyarakat dan pemangku kepentingan.
“APPI berpendapat, pembaruan UU Sisdiknas diperlukan, tetapi pembaruan ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, dan keterlibatan publik yang luas secara bermakna," kata dia.
3. Tiga undang-undang jadi satu dalam RUU Sisdiknas

Materi RUU Sisdiknas yang sedang disiapkan oleh Kemendikbudristek ini meleburkan tiga undang-undang terkait pendidikan yakni Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo sebelumnya mengatakan pembahasan RUU Sisdiknas masih dalam tahap awal perencanaan. Dia juga mengaku pihaknya tidak tergesa-gesa dalam menyusun beleid ini dan akan melibatkan publik secara luas.
“Kami sangat sadar terkait pelibatan publik, namun harus dilaksanakan secara bermakna, bukan sekadar formalitas. Artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas," kata Anindito dalam Dialog RUU Sisdiknas di Kantor Kemendikbudristek, awal Maret ini.
Uji publik terbatas terkait RUU Sisdiknas ini sudah dilakukan dan saat ini, tim di Kemendikbudristek sedang memproses masukan dari berbagai elemen masyarakat.