Kepala BNPT Ungkap Ada Parpol Baru yang Terafiliasi Kelompok Teroris

Partai politik baru ini tak lolos verifikasi pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen (Pol) Boy Rafli Amar mengungkapkan ada partai politik baru yang terafiliasi dengan jaringan kelompok terorisme. Kelompok ini mengubah strateginya dari semula menggunakan tindak kekerasan dan peluru, beralih ke kotak suara agar bisa menyusup ke pemilu 2024. 

"Itu sudah ada (rencana). Sudah ada perubahan strategi dari bullet ke ballot, dari peluru ke kotak suara. Ini adalah satu siasat jaringan jaringan yang terafiliasi, termasuk kelompok intoleran, untuk bisa menjadi bagian dari pesta demokrasi. Untuk masuk ke dalam sistem demokrasi kita," ungkap Boy yang dikutip dari YouTube BNPT pada Selasa, (14/3/2023). 

Itu sebabnya dalam proses verifikasi, BNPT turut diminta klarifikasinya oleh publik. Salah satunya terkait dengan latar belakang para pengurusnya. 

"Maka, kami juga diminta klarifikasi dari masyarakat bahwa ada partai-partai baru tertentu yang diindikasikan bahwa calon-calon pengurusnya terafiliasi dengan jaringan teroris," tutur dia. 

Ia pun berharap agar menjadi perhatian bagi publik. Supaya kelompok-kelompok intoleran tersebut tidak memiliki akses untuk membuat partai baru. 

"Kita harus jaga ke depan, jangan sampai nanti membentuk partai baru. Tetapi ternyata pengurusnya itu latar belakangnya adalah kelompok intoleran, radikal, terorisme. Background pengurus ya. Belum lagi platform-nya, jadi platform azas partai tentu tidak boleh lepas dari ideologi negara Pancasila. Itu aja yang harus kita jaga," tutur dia. 

Lalu, siapa parpol baru yang dimaksud oleh Boy? Apakah parpol itu lolos verifikasi di Pemilu 2024?

1. Parpol baru yang pengurusnya diduga terafiliasi kelompok teroris tak lolos verifikasi KPU

Kepala BNPT Ungkap Ada Parpol Baru yang Terafiliasi Kelompok TerorisIlustrasi penangkapan terduga teroris.(ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

Lebih lanjut, ketika dikonfirmasi kepada Boy, parpol baru yang pengurusnya diduga terafiliasi dengan teroris tak lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Maka, parpol tersebut tidak akan bisa ikut pemilu 2024. 

"Tahun ini (parpol baru yang bersangkutan) tidak lolos (verifikasi), karena kami sudah mendapatkan masukan-masukan dari awal. Insya Allah (parpol) yang lolos sifatnya clear ya," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Kapolda Banten itu. 

"Jadi, beberapa parpol yang tidak lolos (verifikasi) itu yang kami katakan ada indikasi. Hanya satu partai (yang coba disusupi). Saya sudah lihat daftar partai yang lolos verifikasi dan itu tidak ada," tutur dia. 

Baca Juga: Pemilu 2024: Saatnya Melawan Politik Identitas Penggerus Toleransi 

2. Polarisasi pemilih di Indonesia kerap melibatkan surga dan neraka

Kepala BNPT Ungkap Ada Parpol Baru yang Terafiliasi Kelompok TerorisMantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Jimly Asshiddiqie dalam kegiatan Seminar dan Lokakarya Nasional Refleksi Implementasi Fungsi Mediasi di Indonesia di The Sultan Hotel Jakarta Kamis (12/12/2019) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sementara, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI Jakarta, Jimly Asshiddiqie mengajak agar dalam pemilu tidak menggunakan politik identitas berdasarkan suku, ras, agama dan golongan (SARA). Politik identitas, kata Jimly di satu sisi tidak bisa dicegah. Namun, identitas Indonesia harus berpegang kepada Pancasila. 

"Masalahnya dalam praktiknya di lapangan, isu SARA terus saja dimainkan," ungkap Jimly di acara diskusi yang sama. 

Ia menjelaskan polarisasi memiliki sisi plus dan minus. Merujuk kepada sejarah di Amerika Serikat (AS), sejak 250 tahun yang lalu sudah ada polarisasi. Namun, karena masyarakatnya sudah terbentuk sebelum resmi merdeka pada 1776, maka polarisasi yang terbentuk adalah masyarakat yang dekat dengan kelompok pengusaha dan buruh. 

Masyarakat yang dekat dengan kelompok pengusaha tercermin di Partai Republik. Sedangkan, masyarakat yang dekat dengan kelompok buruh bermuara ke Partai Demokrat.

"Di AS, partainya banyak tidak hanya dua. Di sini banyak orang salah kaprah. Tapi, selain dua partai tadi tidak laku. Sampai sekarang Partai Republik dan Demokrat itu musuhan. Tapi, di sana, polarisasinya rasional dan duniawi," tutur dia. 

Sementara, di Indonesia, polarisasi yang tercipta, separuhnya tidak rasional dan berkenaan surga serta neraka. "Ini lah yang menyebabkan dialog jadi sulit. Sejak zaman BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) perdebatan itu akhirnya diselesaikan dengan Piagam Jakarta tapi kemudian 7 kata dicoret. Nah, itu yang menyebabkan jadi polar," katanya. 

Proses dialog atau musyawarah semakin sulit bila polarisasi itu kemudian dibumbui oleh paham-paham ideologi radikal. 

3. Semua caleg diminta untuk mengoreksi bila kembali muncul isu SARA

Kepala BNPT Ungkap Ada Parpol Baru yang Terafiliasi Kelompok TerorisSejumlah anak lintas agama berkunjung ke tempat ibadah umat Hindu di Pura Agung Wana Kertha Jagadnatha di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (24/11/2019). (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Lebih lanjut, Jimly mengusulkan agar perpecahan tidak kembali berulang di pemilu 2024, maka para caleg didesak untuk mengoreksi parpolnya bila menggunakan isu SARA. Jimyly pun mengakui sulit untuk menghapuskan isu SARA dalam setiap pesta demokrasi. 

"Misalnya capresnya kan agak berbau-baru Arab, maka isu anti China dan anti Arab akan berkembang. Nah, ini harus dicegah. Kalau sudah ada yang menggunakannya harus segera dikoreksi. Siapa yang mengoreksi, ya kita semua," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

"Jangan malah isu SARA ini ditunggangi (untuk mendulang suara)," tutur dia. 

Di sisi lain, Jimly mengakui bahwa penggunaan media sosial di era sekarang justru malah mempercepat penyebaran isu SARA di masyarakat. Padahal, dulu diharapkan dengan berkembangnya teknologi bisa mempercepat distribusi informasi. 

"Tetapi, yang terjadi sekarang malah mempercepat misinformasi. Era komunikasi yang muncul malah diskomunikasi. Satu isu dibahas di lima grup WA, kesimpulannya bisa berbeda, kelimanya bisa berbeda mengenai kebenaran. Itu yang dinamakan post truth," katanya lagi. 

Baca Juga: Bawaslu Kecam Parpol yang Gunakan Politik Identitas Jelang Pemilu 2024

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya