Sentil Menkeu, P2G Desak Prabowo Tetapkan Upah Minimum Guru Non-ASN

- P2G desak Prabowo segera tetapkan standar upah minimum guru Non-ASN
- Pemenuhan hak guru tak terpenuhi seutuhnya
- Masih banyak guru honorer maupun non-ASN yang menerima upah rendah
Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp757,8 triliun untuk sektor pendidikan pada 2026. Meski demikian, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menkeu sebelumnya mengatakan gaji guru dan dosen masih minim. Pernyataan itu dianggap menyedihkan, karena katanya sebagai tantangan bagi keuangan negara. Tapi di sisi lain, pemerintah masih memakai anggaran untuk hal lain, bukan untuk guru.
"Semestinya Kemenkeu tidak perlu mengambil anggaran pendidikan 20 persen, karena akan mengurangi alokasi yang seharusnya untuk guru dan dosen," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Senin (18/8/2025).
"P2G heran mengapa Kemenkeu masih saja menggunakan anggaran pendidikan, jika menganggap guru dan dosen adalah beban negara," lanjut dia.
1. P2G desak Prabowo segera tetapkan standar upah minimum guru Non-ASN

P2G mendesak Presiden Prabowo Subianto agar bisa merealisasikan janji sejahterahkan guru, dosen dan tenaga pendidikan. Karena, menurut P2G, Astacita Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka bakal mewujudkan standar upah mininum guru non-ASN dan honorer.
"Janji mewujudkan standar upah minimum guru non-ASN ini yang kami tagih sejak awal. Pemerintah Prabowo melalui RAPBN 2026 hendaknya segera menetapkan standar upah minimum tersebut. Jika ingin menunjukkan komitmennya," kata Kabid Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri.
2. Pemenuhan hak guru tak terpenuhi seutuhnya

Iman mengungkapkan hingga saat ini pemerintah belum menetapkan standar upah minimum guru non-ASN, termasuk guru-guru honorer. Sehingga kesejahteraan guru non-ASN, guru honorer, guru madrasah swasta, dan guru PAUD, penghasilannya masih jauh di bawah penghasilan minimum para buruh.
Pemerintah, menurut Imam, harusnya menyadari perintah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14 ayat 1 huruf a, bahwa guru berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan minimum.
"Bagi P2G, pemberian insentif dan BSU dari pemerintah untuk guru sejatinya bukan kado HUT RI ke-80. Sangat tidak tepat pemerintah menggunakan istilah 'kado untuk guru'. Maaf, bukan kami kufur nikmat, tapi insentif Rp300 ribu per bulan bukanlah kado, tapi pemenuhan hak guru, yang itu pun tidak terpenuhi seutuhnya," katanya.
3. Masih banyak guru honorer maupun non-ASN yang menerima upah rendah

P2G juga menyoroti masih banyak guru honorer maupun non-ASN yang menerima upah sangat rendah. Beberapa guru swasta, madrasah, hingga guru PAUD hanya digaji Rp200 ribu hingga Rp500 ribu per bulan, jauh di bawah upah minimum regional.
"Jika Presiden betul-betul ingin menyejahterakan guru, khususnya guru non-ASN, maka sudah semestinya Pak Prabowo merealisasikan janji beliau di dalam Astacita, yaitu penetapan standar upah minimum bagi guru-guru non-ASN yang berlaku secara nasional," kata Iman.
4. Soroti tata kelola sekolah yang dinilai tumpang tindih antarkementerian dan lembaga

Imam menilai anggaran pendidikan 2026 yang mencapai Rp757 triliun belum berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru non-ASN maupun kualitas pendidikan dasar dan menengah. Masih ada 1,4 juta guru belum mendapat tunjangan profesi, sementara persoalan literasi, numerasi, serta wajib belajar 13 tahun belum terselesaikan.
Selain itu, kata Imam, P2G menyoroti tata kelola sekolah yang dinilai tumpang tindih antarkementerian dan lembaga. Fenomena pengunduran diri murid dan guru di Sekolah Rakyat disebut sebagai bukti lemahnya pengelolaan.
"Kami melihat alokasi ini tumpang tindih dan tidak tepat sasaran, revitalisasi 12 ribu sekolah dan madrasah, anggarannya lebih kecil daripada 200 Sekolah Rakyat," ujar Iman.
P2G juga mendesak pemerintah segera melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pendidikan dasar gratis.