Usai Diterjang Banjir 7 Meter, Warga Pejaten Timur Membutuhkan Listrik

- Banjir di Pejaten Timur mulai surut setelah air Kali Ciliwung naik pada Selasa pukul 05.30 WIB
- Sejak 1987, banjir lima tahunan sering terjadi di Pejaten Timur, dengan tinggi air mencapai tujuh meter
- Warga telah terbiasa menghadapi banjir dan memiliki cara menyelamatkan barang penting, namun sangat membutuhkan listrik untuk kegiatan sehari-hari
Jakarta, IDN Times - Wilayah RT 5 RW 5, Pejaten Timur, Jakarta Selatan menjadi salah satu titik banjir pada Selasa (4/3/2025). Salah satu warga, Darusman menyebut, banjir terjadi sejak Senin (3/3) pagi, namun sempat surut.
Air Kali Ciliwung kembali naik pada Selasa pukul 05.30 WIB. Rumah Darusman yang berjarak 100 meter dari Kali Ciliwung pun dihantam banjir dengan air setinggi tujuh meter.
“Tuh liat bekas air di atap rumah lantai dua, itu ada tujuh meter, air saat itu cepet banget naiknya,” kata Darusman sambil menunjuk bekas air di tembok kepada IDN Times, Rabu (5/3/2025) siang.
1. Banjir lima tahunan di Pejaten Timur, terparah 2022

Darusman menjelaskan, banjir sering terjadi sejak ia tinggal di Pejaten Timur pada 1987. Banjir kali ini pun bukan banjir terparah menurutnya.
“Saking seringnya, kami sebut banjir di sini banjir lima tahunan. Dulu pernah 2022 sampe longsor dan ada korban jiwa,” ujar Darusman.
2. Warga bersiap pakaian dan dokumen ketika air Kali Ciliwung naik

Oleh karena itu, Darusman dan warga lainnya sudah terbiasa dengan banjir lima tahunan di Pejaten Timur. Dalam menghadapi banjir, Darusman memiliki cara menyelamatkan barang-barang penting miliknya.
“Kalau di sini kita langsung berkemas karena udah biasa, pakaian, dokumen kita sudah siapin. Kalau di Manggarai udah 600 itu kita harus waspada,” ujarnya.
3. Warga minta PLN menghidupkan listrik

Saat ini, Darusman mengaku sangat membutuhkan listrik untuk berkegiatan sehari-hari termasuk menghidupkan pompa air. Warga lainnya juga kata dia, membutuhkan hal yang sama, terutama di posko pengungsian.
“Kalau banjir kaya gini kalau bisa PLN dateng, yang paling parah dimatiin dulu. Terus fasilitas umum, posko pengungsian di sekolah itu kan banyak warga di sana, harusnya dinyalain (listrik),” ujar Darusman.