Cara Warga Pejaten Timur Hadapi Banjir 5 Tahunan, Semua Dokumen 1 Tas

- Banjir di Pejaten Timur, Jakarta Selatan mulai surut pada Rabu siang, tapi sejumlah rumah masih terendam air dan lumpur setinggi 50 cm.
- Ratusan warga sibuk membersihkan perabotan rumah dari lumpur, serta bergantian tidur untuk memantau air Kali Ciliwung agar bisa menyelamatkan diri saat banjir datang.
- Warga juga menyimpan dokumen penting dalam satu tas untuk diselamatkan saat banjir datang, sementara 350 orang warga mengungsi dan membutuhkan listrik serta air.
Jakarta, IDN Times - Banjir di Pejaten Timur, Jakarta Selatan mulai surut pada Rabu (5/3/2025) siang. Namun, beberapa rumah di sekitar Kali Ciliwung masih terendam air dan lumpur setinggi 50 sentimeter.
Pantauan IDN Times di lokasi, ratusan warga terdampak tengah sibuk membersihkan perabotan rumah dari sisa lumpur. Salah satunya, Mayin dan Astuti, pasangan suami istri di RT 5 RW 5 yang menjadi korban banjir.
Rumahnya yang bersebelahan dengan SDN 22 Pejateng Timur, terendam banjir setinggi satu meter.
“Udah sering banjir di sini, kita nyebutnya banjir lima tahunan. Jadi udah biasa ngadepin banjir kaya gini,” kata Astuti sambil mencuci perabotan rumah.
1. Bergantian tidur untuk memantau air

Banjir kali ini, bukan banjir terparah yang pernah dialami Astuti selama tinggal di Pejaten Timur sejak 1989. Oleh karena itu, ia dan warga lainnya memiliki cara untuk menyelamatkan diri.
“Pertama, harus ada yang jaga, ganti-gantian tidur kalau hujan seharian. Kalau air naik, bangunin yang tidur abis itu lari ke atas,” kata Astuti.
2. Menyelamatkan dokumen dalam satu tas

Selain cara menyelamatkan diri, Astuti dan warga lainnya juga punya cara tersendiri menghadapi banjir. Sebab, air dari Kali Ciliwung bisa naik dalam waktu sangat cepat.
“Makannya perabotan udah pasti abis. Satu-satunya cara yang bisa kita tolong ya cuma dokumen penting. Dokumen-dokumen itu kita satuin dalam satu tas, jadi pas air naik kita lari langsung bawa tas itu,” ujar suami Astuti, Mayin.
3. Pejaten Timur terendam banjir sejak Senin pagi

Banjir yang dialami Mayin dan Astuti terjadi sejak Senin (3/3) pagi. Saat itu ketinggian air mencapai 30 sentimeter dan sempat surut.
“Nah, besoknya jam setengah lima subuh air langsung naik tinggi. Saya, suami sama tiga anak saya yang satu lagi hamil langsung lari,” ujar Astuti.
Ketua RT 5, Suwardi mengatakan, terdapat 350 orang warganya yang mengungsi. Mereka ditempatkan di tiga posko berbeda karena kapasitas yang terbatas.
Saat ini, korban membutuhkan listrik untuk beraktifitas dan mendapatkan air.
“Listrik itu sekarang yang paling kita butuhkan, mudah-mudahan PLN bisa memperhatikan ke sini,” ujar dia.