Komisioner KPU Dilaporkan ke DKPP karena Terima Pendaftaran Gibran

Jakarta, IDN Times - Sebanyak tiga aktivis yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi, dan Azwar Furgudyama, didampingi Tim Pembela Demokrasi (TPDI) 2.0 melaporkan jajaran Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Mereka melaporkan KPU karena dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelanggara pemilu terkait penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Kami mendampingi tiga aktivis Pro-Demokrasi menyoal pendaftaran dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024," kata Koordinator TPDI, Patra M Zen dalam keterangannya, Kamis (16/11/2023).
Baca Juga: Gibran Paling Banyak Dibicarakan Saat Pengundian Nomor Urut di KPU
1. KPU terima pendaftaran Gibran tapi belum revisi PKPU
Patra menjelaskan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh KPU. Dia secara khusus menyoroti keputusan KPU yang menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran pada 25 Oktober 2023.
Padahal berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun. Saat menerima pendaftaran Gibran, KPU belum mengakomodasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres dan cawapres dalam PKPU.
KPU baru mengubah persyaratan pada 3 November 2023, dengan menerbitkan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023.
"Aturan syarat Capres dan Cawapres berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah itu baru bisa diberlakukan untuk Pemilu 2029," ucap Patra.
"Begini ya, sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," lanjut Patra.
Baca Juga: Bawaslu Tak Temukan Dugaan Pengaturan Nomor Urut Capres Pilpres 2024
2. Jajaran Komisioner KPU dinilai melanggar sumpah
Patra mengatakan, jajaran komisioner KPU di antaranya, Hasyim Asy'ari (Ketua), Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudradjat, Idham Holik, dan August Mellaz, telah melanggar sumpah janji sebagai jabatan.
"Komisoner KPU itu sebelum menjalankan tugas dan wewenangnya telah bersumpah untuk mengutamakan kepentingan NKRI daripada kepentingan pribadi atau golongan. Namun sumpah ini dilanggar karena telah menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran sebagai Cawapres," imbuh Patra.
Editor’s picks
Baca Juga: Bawaslu Buka Suara soal Anggota di Medan Kena OTT Gegara Peras Caleg
3. KPU, Anwar Usman, Jokowi digugat ke PN Jakpus imbas pendaftaran Gibran
Sebelumnya, pihak yang sama juga menguggat KPU dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Keduanya digugat dengan tudingan perbuatan melawan hukum terkait diloloskannya Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai cawapres pada Pemilu 2024.
Dalam gugatan itu, KPU jadi pihak tergugat pertama dan Anwar Usman jadi tergugat kedua. Lalu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo berstatus sebagai Turut Tergugat I dan Mensesneg Pratikno Turut Tergugat II.
Patra menjelaskan, perkara itu terkait dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusannya, MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi “Persyaratan menjadi calon presiden dan wakil presiden adalah: q. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah”.
Kemudian, KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres karena mengacu pada Putusan MK tersebut. Padahal PKPU Nomor 19 Tahun 2023 mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden belum direvisi.
Sehingga seharusnya KPU masih mengacu pada aturan capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun, tanpa embel-embel pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Patra menegaskan, Gibran mestinya tidak bisa maju sebagai cawapres karena tersandung aturan hukum tersebut.
"Oleh karenanya pendaftaran yang dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2023 semestinya KPU berkasnya dirobek atau dikembalikan. Jadi itulah perbuatan melawan hukum KPU menerima berkas pada tanggal 25 Oktober 2023 sebelum peraturan KPU-nya diperbarui atau direvisi," kata dia saat ditemui usai mendaftarkan gugatan di PN Jakpus, Jumat (10/11/2023).
Selain KPU, Patra mengatakan, Anwar Usman digugat karena menjadi hakim dalam perkara nomor 90 tersebut. Mantan Ketua MK itu harusnya tak ikut menangani uji materiil itu karena konflik kepentingan.
Anwar merupakan ipar dari Jokowi dan paman Gibran Rakabuming Raka. Sementara perkara yang ditangani dinilai berkaitan dengan peluang Gibran maju di 2024.
"Ada prinsip dasar dari hukum asas non-fiksi. siapa pun dianggap sudah mengetahui hukum saat UU itu dibuat. Semestinya ketika ada pengajuan perkara 90, beliau tidak boleh duduk dalam majelis dan sudah dinyatakan pelanggaran oleh MKMK," tutur dia.
Sementara itu, Jokowi dan Pratikno menjadi Turut Tergugat karena dianggap mengabaikan pelanggaran hukum.
"Disebut Pak Petrus (penggugat), ayahanda Gibran juga jadi turut tergugat? Selaku warga negara, semestinya siapapun orang tua, kalau ada niat dan atau rencana pelanggaran hukum harusnya dilarang. Begitu juga Turut Tergugat II, semestinya memberikan satu nasihat dan juga tidak membiarkan," ungkap Patra.