Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Disebut Izinkan PBB ke Papua, Ini Komentar Pemerintah Indonesia

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia menanggapi komentar yang dikeluarkan Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights atau Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (KTHAM) mengenai izin masuk ke Papua. Dalam artikel yang dipublisikan The Guardian pada Rabu (30/1), Kepala KTHAM Michelle Bachelet mengaku telah melakukan kontak dengan Pemerintah Indonesia dan meminta akses masuk ke Papua.

Pernyataan tersebut diikuti komentar dari Juru Bicara KTHAM Ravina Shamdasandi. "Pada prinsipnya, Indonesia sepakat memberikan akses masuk ke Papua kepada Kantor Urusan HAM PBB dan kami tengah menanti konfirmasi mengenai pengaturan-pengaturannya," kata Shamdasandi.

1. Indonesia meluruskan pernyataan dari KTHAM

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Ketika dihubungi IDN Times pada Rabu (30/1), perwakilan Pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa KTHAM memang sempat meminta izin agar bisa masuk ke Papua. Permintaan izin itu disampaikan ketika Komisioner Tinggi HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 5-6 Februari 2018.

Indonesia pun memberikan undangan terbuka (open invitation) yang sifatnya umum kepada KTHAM datang ke Papua. "Silakan saja. Papua kan wilayah terbuka," kata perwakilan tersebut, mengutip apa yang disampaikan Jokowi dalam pertemuan khusus itu. "Hanya saja kan perlu untuk menindaklanjuti teknisnya," tambahnya.

2. Indonesia memprotes hadirnya Benny Wenda dalam pertemuan antara Vanuatu dan PBB

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Di saat bersamaan, perwakilan pemerintah Indonesia yang dihubungi IDN Times mengungkapkan bahwa pihaknya "mengecam keras" kehadiran Benny Wenda dalam pertemuan antara KTHAM dengan Vanuatu.

Benny Wenda, seorang aktivis kemerdekaan Papua, diundang oleh Pemerintah Vanuatu pada sesi Universal Periodic Review (UPR) dengan Dewan HAM di Jenewa pada Jumat (25/1).

Dalam sebuah rilis resmi yang dimuat di situs Misi Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO dan organisasi internasional lainnya, mission-indonesia.org, Vanuatu rupanya diam-diam memasukkan nama Benny Wenda ke dalam delegasi.

Berdasarkan rilis tersebut, KTHAM juga mengaku "sangat terkejut". Pasalnya, sesi itu seharusnya membahas tentang Vanuatu, dan Benny Wenda tidak memegang paspor negara tersebut.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam kesempatan terpisah mengatakan bahwa "Wakil Tetap RI di Jenewa telah melakukan pembicaraan telepon langsung dengan KTHAM". Hanya saja, Bachelet sedang tidak berada di kantornya.

3. Benny Wenda menyampaikan petisi yang dianggap ilegal oleh pemerintah Indonesia

twitter.com/BennyWenda

Pada kesempatan itu juga, aktivis yang mengasingkan diri di Inggris tersebut menyampaikan petisi berisi tuntutan referendum kemerdekaan Papua. Benny Wenda mengklaim petisi itu telah ditandatangani 1,8 juta warga Papua. Tindakan Vanuatu yang memungkinkan Benny Wenda menyampaikan agendanya tersebut dianggap tak terpuji oleh Indonesia.

Benny Wenda sempat mengatakan kepada The Guardian pada 2017 lalu bahwa petisi itu dianggap ilegal oleh pemerintah Indonesia. Alhasil, kertas petisi harus "diselundupkan dari satu ujung Papua ke ujung lainnya".

Di tahun yang sama, ia pernah berusaha memberikan petisi itu kepada Komite Dekolonisasi, tapi ditolak dengan alasan Papua tak berada dalam yuridiksi mereka. Arrmanatha Nasir saat itu menilai tindakan Benny Wenda sebagai "atraksi publisitas tanpa kredibilitas".

4. Benny Wenda mengaku Pemerintah Vanuatu mendukung petisi tersebut

twitter.com/FreeWestPapua

Usai pertemuan dengan KTHAM, Benny Wenda berkata kepada awak media bahwa agendanya "telah mendapat dukungan resmi dari pemerintah Vanuatu". Ia menambahkan, "Kami, warga Papua Barat, telah menyerahkan [petisi] kepada Komisioner Tinggi HAM PBB. Kami bekerja siang dan malam untuk mendekati Majelis Umum PBB di New York."

Petisi itu juga disebut meminta PBB untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM di Papua. "Pada 2017, hampir dua juta warga Papua terancam ditangkap, disiksa dan dibunuh karena menyuarakan tuntutan melalui petisi bersejarah ini," kata Benny Wenda.

5. KTHAM menilai Indonesia tak serius menyelesaikan akar masalah konflik di Papua

ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Kerusuhan berdarah pada awal Desember 2018 lalu menyebabkan perhatian dunia kembali tertuju kepada Papua. Sedikitnya ada 17 nyawa melayang setelah sejumlah pekerja konstruksi di Kabupaten Nduga dibunuh hingga menyebabkan kerusuhan antara aparat keamanan dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

KTHAM sendiri menilai Indonesia tidak serius menyelesaikan akar masalah di Papua. "Banyak kekecawaan, dan kita telah melihatnya di berbagai bagian dunia, di mana kekecewaan tak ditangani, atau ada tekanan tertentu, kemudian orang-orang main hakim sendiri sebab mereka merasa tak didengarkan," kata Juru Bicara Kantor KTHAM Ravina Shamdasani.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Rosa Folia
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us