Fakta Demo di Nepal hingga Gedung Dibakar, Ini yang Sebenarnya Terjadi!

- Gen Z Nepal memimpin aksi protes menolak korupsi dan larangan media sosial.
- Aparat menggunakan tindakan represif dengan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.
- Tragedi ini memicu desakan internasional dan dampak politik di Nepal, termasuk pengunduran diri Menteri Dalam Negeri.
Jakarta, IDN Times - Aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan berdarah terjadi di Nepal. Aksi tersebut awalnya digerakkan oleh Gen Z pada Senin (8/9/2025), kemudian terus memanas hingga Rabu (10/9/2025).
Bentrokan pertama demo Nepal terjadi di sekitar gedung parlemen Kathmandu setelah pengunjuk rasa mencoba menerobos area terlarang. Setidaknya hingga kini, sebanyak 22 orang tewas dan hampir 200 lainnya luka-luka, sebagian akibat luka tembak.
Dilansir BBC, aksi ini tercatat sebagai kerusuhan terburuk dalam beberapa dekade terakhir di Nepal.
Apa yang sebenarnya terjadi di Nepal? Berikut fakta-fakta terkini demo di Nepal hingga berujung kerusuhan sampai Gedung Parlemen dibakar.
1. Penyebab demo Gen Z di Nepal

Kericuhan demo di Nepal dipicu protes terhadap korupsi politik dan keputusan pemerintah melarang akses ke sejumlah media sosial populer seperti Facebook, X, YouTube, dan Instagram.
Tagar #NepoKids dan #NepoBaby menjadi simbol kemarahan publik setelah viralnya video gaya hidup mewah anak-anak pejabat.
2. Gen Z pimpin aksi protes
Demo Nepal dipelopori oleh generasi muda Nepal yang menyebut diri mereka sebagai Gen Z. Ribuan mahasiswa dan pelajar memenuhi jalan-jalan Kathmandu, Pokhara, hingga Itahari.
Mereka turun ke jalan dengan membawa plakat bertuliskan "cukup sudah" dan "akhiri korupsi." Sebagian lainnya terlihat membawa buku, seragam, hingga poster bertuliskan “Youths Against Corruption”.
Salah seorang pengunjuk rasa, Sabana Budathoki, mengatakan kepada BBC bahwa larangan media sosial hanyalah alasan berkumpul.
"Ketimbang larangan media sosial, saya pikir fokus semua orang adalah korupsi. Kami ingin negara kami kembali, dan kami datang untuk menghentikan korupsi," ujarnya.
3. Tindakan represif aparat
Dilansir BBC, aparat menggunakan gas air mata, meriam air, hingga peluru karet untuk membubarkan massa. Pemerintah berdalih bahwa aturan ini diperlukan guna menekan penyebaran berita palsu, ujaran kebencian, dan penipuan online. Namun, banyak warga Nepal menilai langkah itu justru sebagai upaya membungkam suara rakyat.
Situasi semakin memanas ketika massa berusaha memanjat tembok parlemen. Juru bicara Kepolisian Lembah Kathmandu, Shekhar Khanal, menyebut 17 korban jiwa berasal dari ibu kota. Bahkan gas air mata sempat masuk ke rumah sakit, sehingga membuat dokter kesulitan menangani pasien.
Sementara itu, dua orang lainnya tewas di Itahari, wilayah timur Nepal, setelah bentrok dengan aparat saat jam malam diberlakukan. Tentara juga dikerahkan untuk memperketat keamanan di jalan-jalan sekitar lokasi protes.
4. Rumah para mantan PM dibakar, istri mantan PM tewas terbakar

Kemarahan rakyat memuncak. Rumah-rumah pejabat politik, markas partai, hingga gedung parlemen Nepal dibakar massa.
Massa juga membakar rumah mantan PM, Sher Bahadur Deuba serta kediaman Sharma Oli. Bahkan markas besar Partai Kongres Nepal ikut dilalap api.
Dikutip Times of India, Rabu (10/9/2025), istri mantan perdana menteri Nepal, Jhala Nath Khanal, tewas saat rumahnya dibakar warga yang marah pada Selasa (9/9/2025). Istri eks PM itu bernama Rajyalaxmi Chitrakar kritis karena terbakar dalam peristiwa tersebut.
5. Desakan internasional dan dampak politik
Tragedi ini memicu tekanan internasional. Kantor HAM PBB menyerukan investigasi cepat dan transparan atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan.
"Kami menerima tuduhan yang sangat mengkhawatirkan mengenai penggunaan kekuatan yang tidak perlu," kata juru bicara PBB, Ravina Shamdasani.
Mayor Kathmandu, Balen Shah, satu-satunya tokoh politik yang mendukung aksi ini, menyerukan agar demonstrasi dilakukan secara damai. Namun, seruannya belum cukup untuk meredam amarah generasi muda.
6. Menteri hingga PM Nepal mundur, bagaimana masa depan Nepal?
Demo Nepal karena apa? salah satunya, protes memicu dampak politik dalam negeri. Menteri Dalam Negeri Nepal, Ramesh Lekhak, mengundurkan diri pada Senin dengan alasan moral setelah korban jiwa berjatuhan. Sementara itu, pemerintah tetap menegaskan bahwa aturan baru hanya bertujuan untuk membuat platform digital sejalan dengan hukum Nepal.
Perdana Menteri Nepal, KP Sharma Oli, resmi mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9/2025). Dia mundur dengan alasan membuka jalan bagi ‘solusi konstitusional atas krisis nasional’.
Kepala Staf Angkatan Darat Nepal, Jenderal Ashok Raj Sigdel, mengeluarkan pernyataan bahwa militer siap mengambil alih kendali bila situasi semakin memburuk. Namun, ia juga membuka ruang dialog dengan para demonstran.
Dengan belum adanya kepemimpinan jelas, situasi Nepal saat ini masih abu-abu: antara transisi menuju reformasi politik atau spiral kekacauan yang lebih dalam.