Kematian Turun 95 Persen, WHO Peringatkan Dunia COVID-19 Masih Ada

Meski begitu, ancaman virus masih ada dan tidak akan hilang

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kematian akibat COVID-19 telah turun hingga 95 persen sejak awal tahun ini. Namun, WHO juga memperingatkan bahwa virus tersebut masih menyebar dan tidak akan hilang.

Oleh sebab itu, negara-negara harus belajar untuk mengelola efek nondarurat yang berlangsung, termasuk kondisi pasca-COVID-19 atau yang juga disebut Long COVID.

"Kami sangat antusias melihat penurunan angka kematian akibat COVID-19 yang telah turun sebanyak 95 persen sejak awal tahun ini," kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers Rabu (26/4/2023), dilansir Channel News Asia.

"Namun, terjadi peningkatan di beberapa negara, dan selama empat minggu terakhir, 14 ribu orang kehilangan nyawa akibat penyakit ini. Dan, seperti yang terlihat dari munculnya varian baru XBB.1.16, virus ini masih terus berubah dan mampu menyebabkan gelombang baru infeksi dan kematian," tambahnya. 

Baca Juga: Data Lengkap COVID-19 di Indonesia per Jumat 28 April 2023 

1. Perkembangan subvarian baru 

Dilansir dari CNA, pimpinan teknis WHO untuk COVID-19, Maria Van Kerkhove mengatakan bahwa XBB kini menjadi subvarian yang dominan di seluruh dunia.

Pertumbuhan varian itu disebut telah meningkat dan dapat mengelabui sistem kekebalan tubuh sehingga orang-orang bisa tertular kembali meskipun telah divaksinasi atau pernah tertular COVID-19 sebelumnya.

Oleh sebab itu, Van Kerkhove menyerukan agar pengawasan melalui uji COVID-19 dapat ditingkatkan supaya virus bisa terus terpantau. Pengetahuan itu nantinya dapat digunakan membantu menciptakan komposisi vaksin baru dan menginformasikan keputusan lebih lanjut terkait penanganan virus.

Baca Juga: Studi: Paxlovid dan Vaksinasi COVID-19 Turunkan Risiko Long COVID

2. 1 dari 10 infeksi akibatkan long COVID

Tedros juga kembali menegaskan bahwa WHO tetap berharap untuk dapat menyatakan berakhirnya COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang selama ini telah menjadi perhatian global.

"Tetapi virus ini akan tetap ada, dan semua negara perlu belajar mengelolanya bersama dengan penyakit menular lainnya," tambahnya.

Ia mengungkapkan, diperkirakan satu dari 10 infeksi mengakibatkan long COVID. Hal ini menunjukkan bahwa ratusan juta orang akan membutuhkan perawatan jangka panjang.

Dilansir dari ABC News, kematian akibat COVID-19 mencapai titik terendah pada minggu lalu, terhitung sejak akhir Maret 2020 saat pandemi baru saja dimulai.

"Sangat tidak mungkin kematian akibat COVID akan menjadi nol, karena kita memiliki virus yang sekarang ada di sini dan, kemungkinan besar, akan terus berevolusi untuk melampaui kekebalan kita," kata John Brownstein, kepala petugas inovasi di Rumah Sakit Anak Boston

Baca Juga: Studi: Long COVID Berakhir dalam 1 Tahun untuk COVID-19 Ringan

3. Hambatan imunisasi

Selain itu, kepala WHO juga mengungkapkan bagaimana pandemi COVID-19 telah mengganggu program vaksinasi lainnya. Akibatnya, sekitar 67 juta anak melewatkan setidaknya satu suntikan penting antara 2019 dan 2021.

Adapun hal ini membuat tingkat vaksinasi kembali seperti pada 2008, katanya, menyebabkan meningkatnya wabah campak, difteri, polio, dan demam kuning.

"Semua negara harus mengatasi hambatan imunisasi, apakah itu akses, ketersediaan, biaya atau disinformasi," ujarnya.

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya