Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kunjungi Lebanon, Presiden Prancis Dikritik Seperti Penjajah

Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Libanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir
Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Libanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron dikritik saat mengunjungi Lebanon, setelah ledakan besar di Beirut pada minggu lalu. Ada beberapa hal yang membuat sikapnya menjadi sorotan dan menimbulkan komentar negatif tentang Prancis.

Salah satunya seperti dilaporkan media Turki, The Daily Sabah. Saat berada di dekat lokasi ledakan, Macron sempat diberondong pertanyaan oleh sejumlah wartawan. Unit pengamanan kepresidenan yang dibawanya meminta Presiden Lebanon Michel Aoun--yang berdiri di sampingnya--bergeser beberapa langkah.

"Sampai ketemu nanti, Pak Presiden," kata Macron kepada Aoun. 

1. Macron dinilai arogan

Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Libanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir
Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Libanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir

Video yang mempertontonkan sikap Macron itu jadi target kritik oleh warganet di Twitter. Ia dituding bersikap arogan, tidak tahu diri dan memalukan, terutama bagi Lebanon. Macron menjadi kepala negara pertama yang mengunjungi Lebanon, setelah tragedi yang menewaskan 158 orang itu.

Prancis juga mengirimkan tiga pesawat militer ke Beirut yang ditumpangi 55 tentara, selusin dokter, enam ton perlengkapan militer serta 15 ton alat-alat bantuan lainnya. Wartawan AFP untuk Yaman dan negara-negara Teluk mengatakan, lewat akun Twitter pribadinya bahwa Macron juga berjanji bertanggung jawab.

"Saya akan mengusulkan adanya sebuah pakta politik baru di Lebanon, dan saya akan kembali pada 1 September, dan jika mereka tak bisa melakukannya, saya akan melakukan tanggung jawab politik," kata Macron kepada masyarakat Lebanon.

2. Macron dianggap bersikap neokolonialis

Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Lebanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir
Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Presiden Lebanon Michel Aoun usai ledakan di Beirut, Lebanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir

Tindak tanduk Macron lain yang menjadi sorotan adalah betapa seringnya ia melambaikan tangan kepada warga Beirut, kala ia menelusuri jalanan kota. Sejumlah warganet menilai, ia bersikap seakan-akan Lebanon masih menjadi daerah jajahan Prancis.

Di Twitter, banyak komentar yang menyamakan dirinya dengan kolonialis Prancis Napoleon Bonaparte. Akhirnya, Macron disebut sebagai Kaisar Napoleon pada abad 21. "Prancis takkan pernah meninggalkan Lebanon," ujar Macron, seperti dikutip AP. "Jantung rakyat Prancis masih berdetak sesuai detak Beirut."

Menurut mantan menteri Prancis Jack Lang, kunjungan Macron menjadi dilema tersendiri. Sang presiden bersiap menjadi penyelenggara konferensi donor internasional untuk membantu Lebanon pulih. Namun, gelagatnya membuat orang-orang khawatir Prancis akan mencampuri urusan dalam negeri Lebanon.

Padahal, Prancis dan Lebanon sama-sama menjadi negara berdaulat. "Kita berjalan di jurang terjal. Kita harus membantu, mendukung dan mendukung masyarakat Lebanon, tapi pada saat yang sama jangan sampai memberi kesan bahwa kita ingin mendirikan sebuah protektorat baru yang mana sangat bodoh," kata Lang.

3. Lebanon pernah berada di bawah mandat Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi jalan rusak di Beirut, Libanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/Thibault Camus/Pool via REUTERS
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi jalan rusak di Beirut, Libanon, pada 6 Agustus 2020. ANTARA FOTO/Thibault Camus/Pool via REUTERS

Lebanon pernah menjadi bagian dari Prancis pada abad 16, ketika kekuatan imperial Eropa tersebut bernegosiasi dengan Kekaisaran Ottoman, untuk melindungi warga Kristen dan mengamankan pengaruh di kawasan.

Lebanon pun berada di bawah mandat Prancis sejak 1920 hingga 1946. Kelompok elite Prancis langsung membangun koneksi dengan para penguasa dan orang-orang penting di Lebanon. Akibat kolonialisme tersebut, Lebanon berada dalam krisis politik serta ekonomi hingga waktu lama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us