Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Oxfam: Kekayaan Miliarder Dunia Melonjak Lebih Cepat di 2024

ilustrasi logo Forum Ekonomi Dunia (WEF) (unsplash.com/ Evangeline Shaw)
ilustrasi logo Forum Ekonomi Dunia (WEF) (unsplash.com/ Evangeline Shaw)

Jakarta, IDN Times - Kekayaan para miliarder tumbuh tiga kali lebih cepat pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, menurut laporan Oxfam International pada Senin (20/1/2025). Laporan yang berjudul "Takers Not Makers" muncul ketika para pemimpin politik dan keuangan dunia akan berkumpul pada pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos.

Oxfam mengatakan, kekayaan miliarder tumbuh sebesar 2 triliun dolar AS (setara Rp32.758 triliun) pada 2024. Jumlah miliarder juga meningkat menjadi 2.769 orang dan 10 orang terkaya mengalami peningkatan kekayaan hampir 100 juta dolar AS (setara Rp1,6 triliun) per hari. Mereka akan tetap menjadi miliarder jika kehilangan 99 persen hartanya dalam semalam.

Kelompok itu berpendapat sebagian besar kekayaan diambil, bukan diperoleh, di mana 60 persen kekayaan berasal dari warisan, kronisme dan korupsi, atau kekuasaan monopoli. Oxfam memperkirakan setidaknya akan ada lima triliuner yang bermunculan dalam dekade mendatang, dari sebelumnya memperkirakan satu triliuner dalam 10 tahun, dilansir The Guardian.

Survei yang dilakukan di 36 negara menunjukkan bahwa kesenjangan ekonomi kini menjadi kekhawatiran publik yang serius di seluruh dunia. Banyak orang yang sangat khawatir terhadap pengaruh kelompok super kaya terhadap kebijakan dan keputusan bisnis yang memperburuk kesenjangan kekayaan.

1. Jumlah orang di bawah garis kemiskinan hampir tidak berubah sejak 1990

Pada saat yang sama, Oxfam mengatakan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan Bank Dunia sebesar 6,85 dolar AS (setara Rp11 ribu) per hari hampir tidak berubah sejak 1990. Jumlahnya mendekati 3,6 miliar atau setara dengan 44 persen populasi dunia saat ini.

Oxfam menyerukan solusi yang berani untuk secara radikal mengurangi kesenjangan dan keadilan yang tertanam dalam perekonomian. Kelompok itu menyerukan langkah-langkah, seperti penghapusan monopoli, pembatasan gaji CEO, dan regulasi untuk memastikan perusahaan membayar upah yang layak kepada para pekerja.

Kelompok itu menyebut rata-rata negara-negara berpendapatan rendah dan menengah menghabiskan hampir setengah anggaran nasional untuk pembayaran utang. Laporan tersebut juga mencatat bahwa angka harapan hidup di Afrika hanya di bawah 64 tahun, dibandingkan dengan usia di atas 79 tahun di Eropa.

2. Kekhawatiran munculnya aristokrasi baru

CEO Tesla, Elon Musk. (MINISTÉRIO DAS COMUNICAÇÕES, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
CEO Tesla, Elon Musk. (MINISTÉRIO DAS COMUNICAÇÕES, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Penelitian Oxfam memperkuat peringatan Presiden Joe Biden mengenai konsentrasi kekuasaan yang berbahaya di tangan segelintir orang yang sangat kaya. Kelompok advokasi global itu menyerukan pemerintah untuk mengenakan pajak kepada orang-orang terkaya untuk mengurangi kesenjangan dan kekayaan ekstrem, serta membongkar aristokrasi baru.

Menurut daftar real time yang dirilis Forbes, orang terkaya di dunia tersebut termasuk CEO Tesla Elon Musk, pendiri Amazon Jeff Bezos, CEO Meta Mark Zuckerberg, salah satu pendiri Oracle Larry Ellison, dan pendiri LVMH Bernard Arnault. 

Penilaian Oxfam bertepatan dengan pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS. Trump diperkirakan akan memasukkan beberapa miliarder ke dalam tim penasihat dekatnya, termasuk Musk dan menawarkan keringanan pajak skala besar kepada warga terkaya negara tersebut.

"Ini bukan tentang satu individu tertentu. Ini adalah sistem ekonomi yang kami ciptakan di mana para miliarder kini mampu membentuk kebijakan ekonomi, kebijakan sosial, yang pada akhirnya memberi mereka lebih banyak keuntungan," kata Direktur Eksekutif Oxfam International, Amitabh Behar, dilansir Associated Press.

3. Agenda pertemuan WEF di Davos tahun ini

Forum Ekonomi Dunia (WEF). (unsplash.com/Evangeline Shaw)
Forum Ekonomi Dunia (WEF). (unsplash.com/Evangeline Shaw)

Meskipun terdapat kesenjangan yang semakin besar antara kelompok kaya dan miskin, pertemuan WEF di Davos kemungkinan besar akan kembali fokus pada topik untuk menghasilkan uang dan melakukan kesepakatan. Sementara itu, tujuan-tujuan progresif, seperti keberagaman dan perubahan iklim memudar di dunia bisnis, mengutip AP.

Meningkatnya kecerdasan buatan (AI) sebagai alat bagi dunia usaha untuk mencapai efisiensi yang lebih besar juga akan kembali menjadi tema sentral di Davos. Terdapat kekhawatiran di banyak sektor bahwa AI dapat menghilangkan banyak pekerjaan kerah putih dan menggantikan pekerja di berbagai industri.

Pada pekan lalu, penyelenggara forum tersebut merilis survei yang dilakukan terhadap 900 pakar yang menemukan bahwa konflik antar negara merupakan kekhawatiran utama, diikuti oleh cuaca ekstrem, konfrontasi ekonomi, misinformasi dan disinformasi, serta polarisasi masyarakat, yang merujuk pada kesenjangan antara kaya dan miskin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us