Pertamina Perkuat Langkah Dekarbonisasi di Forum COP30

- Pertamina memperkuat posisi di pasar karbon global dengan skema internal carbon pricing untuk menilai potensi ekonomi karbon dari proyek energi bersih.
- Subholding PNRE Pertamina telah menghasilkan 249 ribu ton CO2e kredit karbon dari proyek energi terbarukan, seperti panas bumi dan pemanfaatan limbah cair pabrik sawit.
- Pertamina mendorong agenda Net Zero Emission 2060 dengan memperluas portofolio energi rendah karbon dan penguatan infrastruktur pasar karbon nasional.
Jakarta, IDN Times - Pertamina (Persero) menegaskan posisinya sebagai pemain utama dalam transisi energi dengan menunjukkan capaian konkret di ajang Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Belem, Brasil. Pada forum global tersebut, Pertamina hadir dalam sesi ‘Seller Meet Buyer’, sebuah platform pertemuan penjual dan pembeli kredit karbon di tingkat internasional.
Dalam sesi itu, Pertamina berhasil mencatat transaksi penjualan karbon sebanyak 37 ribu ton CO2e kepada dua institusi perbankan nasional, Bank Mandiri dan CIMB Niaga. Kredit karbon tersebut berasal dari dua proyek energi bersih, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Sei Mangkei di Sumatra Utara dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong di Sulawesi Utara.
Transaksi ini menambah pencapaian kumulatif Pertamina sejak September 2023, ketika perusahaan mulai memasuki perdagangan karbon. Secara total, Pertamina kini telah menjual 846 ribu ton CO2e dengan nilai sekitar 3 juta dolar AS.
Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis Pertamina, Agung Wicaksono, menegaskan, kehadiran Pertamina di COP30 dimanfaatkan sepenuhnya untuk menangkap peluang pasar karbon global. Ia menyebut, platform pertemuan dengan pembeli internasional menjadi momentum bagi Pertamina untuk mengakselerasi dekarbonisasi bisnis.
Agung juga menekankan bahwa langkah perusahaan bukan hanya mengikuti tren global, tetapi membangun fondasi internal di tubuh Pertamina melalui mekanisme penetapan harga karbon (internal carbon pricing).
Menurutnya, pendekatan ini akan memperkuat keputusan investasi dan memastikan setiap proyek energi rendah karbon dapat memberikan nilai ekonomi yang jelas bagi perusahaan.
1. Perkuat posisi di pasar karbon global
Pertamina kini memetakan strategi lebih luas untuk memaksimalkan peluang di pasar karbon, termasuk menyiapkan skema internal carbon pricing. Dengan skema tersebut, perusahaan dapat menilai potensi ekonomi karbon dari setiap proyek energi bersih yang dikembangkan.
Agung menjelaskan, langkah ini akan mendorong semakin banyak investasi pada proyek energi baru terbarukan, terutama dari portofolio panas bumi yang dimiliki Pertamina. “Pertamina memiliki banyak proyek geothermal. Proyek-proyek tersebut, bersama PLTBg dan inisiatif berbasis solusi alam, bisa menghasilkan kredit karbon,” ujarnya.
Proyek-proyek itu selanjutnya akan melalui mekanisme Measurement Registration Verification (MRV), sebuah standar yang memastikan kredit karbon tersebut sah dan diakui baik di pasar domestik maupun global.
Validasi MRV ini penting untuk memastikan nilai transaksi kredit karbon dapat diterima secara internasional, sekaligus memperkuat kredibilitas Pertamina dalam perdagangan karbon global.
Agung menegaskan, proyek energi bersih bukan hanya memberikan kontribusi lingkungan, tetapi juga menghasilkan nilai ekonomi baru bagi Indonesia.
“Proyek-proyek itu bukan hanya hijau, tetapi juga bernilai tinggi. Ini penting untuk membangun Indonesia yang lebih bersih, lebih hijau, lebih maju, dan lebih sejahtera,” katanya dalam keterangan tertulis.
2. Komitmen berkelanjutan dan capaian Subholding PNRE
Di kesempatan terpisah, Vice President Corporate Communication Pertamina, Muhammad Baron, menyampaikan bahwa komitmen Pertamina dalam perdagangan karbon bukan hal baru. Pertamina sebelumnya menorehkan sejarah sebagai penjual kredit karbon pertama di Indonesia melalui IDXCarbon pada 26 September 2023.
Hingga kini, total penjualan Pertamina melalui bursa tersebut mencapai 864 ribu ton COe. Pada 2025, Subholding PNRE Pertamina bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan BEI telah menghasilkan 249 ribu ton CO2e kredit karbon dari sektor energi terbarukan.
Kredit karbon tersebut berasal dari proyek panas bumi serta pemanfaatan limbah cair pabrik sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), yang menjadi salah satu model pengurangan emisi berbasis teknologi energi bersih.
Baron menegaskan, dengan dukungan pemerintah dan para pemangku kepentingan, Pertamina berada pada posisi yang tepat untuk memimpin dekarbonisasi di Indonesia dan memperluas ekosistem perdagangan karbon nasional.
Ia menekankan, kontribusi Pertamina bukan hanya sebagai pelaksana proyek energi bersih, tetapi sebagai aktor yang memperkuat tata kelola pasar karbon di Indonesia.
3. Dorong Agenda Net Zero 2060
Pertamina menempatkan dekarbonisasi sebagai bagian inti strategi perusahaan menuju target Net Zero Emission 2060. Setiap proyek energi bersih, perdagangan karbon, dan efisiensi energi diarahkan untuk mendukung target nasional tersebut.
Komitmen ini juga selaras dengan penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis Pertamina, mulai dari eksplorasi hingga distribusi. Pertamina memandang penguatan ESG bukan hanya kewajiban kepatuhan, tetapi kebutuhan strategis untuk meningkatkan daya saing perusahaan di tingkat internasional.
Upaya memperluas portofolio energi rendah karbon dilakukan sejalan dengan program transisi energi nasional, termasuk pemanfaatan panas bumi, biomassa, biogas, serta solusi berbasis alam.
Dengan capaian di COP30 serta penguatan infrastruktur pasar karbon nasional, Pertamina menempatkan diri sebagai motor utama dalam upaya penurunan emisi sektor energi Indonesia.


















