PM Jepang Sanae Takaichi Bakal Potong Gajinya Sendiri dan para Menteri

- Perdana menteri dan para menteri kabinet akan mengembalikan sebagian tunjangan bulanan mereka sebagai bagian dari kebijakan penghematan.
- Tunjangan efektifnya kini hanya sekitar 390 ribu yen bagi perdana menteri dan 110 ribu yen bagi para menteri.
- Ketentuan dalam revisi undang-undang akan menangguhkan tunjangan tambahan sementara waktu.
Jakarta, IDN Times – Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, berencana mengajukan revisi undang-undang remunerasi pegawai negeri untuk memangkas gaji dirinya serta para menteri dalam kabinet. Rancangan ini akan dibahas dalam sidang luar biasa parlemen yang tengah berlangsung. Langkah tersebut menjadi bagian dari komitmen Takaichi terhadap reformasi administrasi dan fiskal.
Takaichi, yang selama ini vokal memperjuangkan pemotongan gaji pejabat tinggi, menegaskan kembali pendiriannya dalam konferensi pers perdana pada Oktober lalu bahwa ia akan mendorong revisi undang-undang agar menteri kabinet tidak menerima bayaran lebih besar dari anggota parlemen, dilansir dari The Japan Times.
Pemerintah dijadwalkan menggelar rapat menteri paling cepat pada Selasa (11/11/2025) untuk mengonfirmasi penangguhan tunjangan tambahan bagi perdana menteri dan para menteri. Takaichi menilai langkah ini sebagai wujud nyata dari tekad reformasinya yang telah lama disuarakan.
1. Pemerintah Jepang hitung ulang tunjangan tambahan pejabat

Saat ini, anggota parlemen Jepang menerima gaji bulanan sebesar 1,294 juta yen (setara Rp140 juta), sedangkan perdana menteri memperoleh tambahan 1,152 juta yen (setara Rp124 juta) dan para menteri mendapat 489 ribu yen (setara Rp53 juta) sebagai tunjangan. Dalam kebijakan penghematan yang berjalan, perdana menteri mengembalikan 30 persen tunjangan tersebut, sementara para menteri menyerahkan kembali 20 persen.
Dengan begitu, tunjangan efektifnya kini hanya sekitar 390 ribu yen (setara Rp42,2 juta) bagi perdana menteri dan 110 ribu yen (setara Rp11,9 juta) bagi para menteri, menurut pernyataan Sekretaris Kabinet Utama Jepang, Minoru Kihara, dilansir dari NDTV.
Pemerintah kini mempertimbangkan untuk memasukkan ketentuan dalam revisi undang-undang agar tunjangan tambahan bagi perdana menteri dan menteri kabinet ditangguhkan sementara waktu.
2. Koalisi baru dukung langkah reformasi Takaichi

Rencana pemangkasan gaji kabinet mendapat dukungan dari Partai Inovasi Jepang (JIP) atau Nippon Ishin no Kai, mitra baru Partai Demokrat Liberal dalam koalisi pemerintahan. Partai tersebut juga menyerukan pengurangan hak istimewa anggota parlemen sebagai bagian dari agenda reformasi politik.
“Ini adalah inisiatif yang luar biasa,” kata co-leader JIP, Fumitake Fujita, memuji langkah reformasi yang diusung Takaichi, dikutip dari Fristpost.
Seorang pejabat senior pemerintah menilai bahwa langkah tersebut menunjukkan kesediaan perdana menteri untuk melakukan reformasi yang sulit, sebagaimana yang dijalankan oleh JIP, serta mencerminkan komitmen Takaichi terhadap transparansi dan efisiensi anggaran.
3. Kritik muncul soal dampak ekonomi dan waktu pelaksanaan

Meski menuai dukungan, rencana pemotongan gaji kabinet juga menghadapi kritik dari sejumlah pihak. Pemimpin Partai Demokrat untuk Rakyat (DPFP), Yuichiro Tamaki, menyebut kebijakan tersebut sebagai simbol dari pola pikir deflasi. Ia mempertanyakan waktu penerapan kebijakan tersebut saat pemerintah tengah berupaya menaikkan pendapatan rumah tangga.
Beberapa kalangan juga meragukan efektivitas langkah itu di tengah dorongan untuk memperkuat daya beli masyarakat. Seorang anggota kabinet yang masih menjabat menyampaikan bahwa ia memiliki perasaan campur aduk mengenai keputusan ini, mencerminkan perbedaan pandangan di dalam pemerintahan mengenai dampak politik dan ekonomi dari kebijakan tersebut.


















