Tiongkok Dituduh Selewengkan Teknologi Pengawasan Wabah Virus Corona

Aktivitas masyarakat diintai negara hingga COVID-19 berakhir

Beijing, IDN Times - Tiongkok menjadi negara yang paling disorot perihal penggunaan teknologi pengawasan massal jauh sebelum wabah virus corona terjadi. Kini, di tengah pandemik, pemerintah Tiongkok menilai semakin ada alasan yang tepat untuk menerapkan teknologi yang terbilang sangat detail tersebut.

Dalam sebuah video, BBC menjelaskan seperti apa teknologi yang dibangun pemerintah selama bertahun-tahun itu terwujud di tengah perang melawan virus corona. Satu yang paling mencolok adalah penggunaan kartu identitas nasional yang wajib dimiliki setiap warga negara. Kartu itu mengungkap semua aktivitas pemilik.

1. Perangkat lunak dipakai tak hanya untuk keperluan kesehatan, tapi juga kontrol bagi aparat

Tiongkok Dituduh Selewengkan Teknologi Pengawasan Wabah Virus CoronaPolisi paramiliter menggunakan masker dan kacamata pelindung wajah menyeberangi jalan saat wabah virus corona di Beijing, Tiongkok, pada 1 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

Kartu identitas itu diperlukan untuk banyak sekali kebutuhan sehingga mudah meninggalkan jejak yang bisa dilacak oleh aparat keamanan. Apalagi sejak Desember 2019 pemerintah mewajibkan pemilik telepon genggam baru untuk registrasi pengenalan wajah.

Jadi, informasi dari kartu identitas kini dilengkapi dengan visual pemilik yang kemudian digabungkan dengan pengawasan melalui CCTV yang dipasang di berbagai lokasi. Selama lockdown di sejumlah kota di Tiongkok, pemerintah memakai geo lokasi dari smartphone masing-masing warga untuk mengetahui keberadaan mereka.

Lalu, otoritas mengirimkan peringatan kepada siapa pun yang diketahui berada di luar rumah. Untuk memastikan cara ini berjalan, pemerintah membagikan data tersebut kepada kepolisian yang siap menindak saat ada yang dinilai melanggar. The New York Times menyebut ini adalah strategi pemerintah untuk melakukan kontrol sosial.

Ini karena masyarakat juga harus memasang perangkat lunak di smartphone mereka yang akan menunjukkan tiga kode warna berbeda: hijau, kuning dan merah. Hijau berarti sehat; kuning berarti pemilik smartphone mungkin berada di area yang dikunjungi pembawa virus; merah berarti ia sudah terinfeksi.

Tidak jelas bagaimana klasifikasi itu dilakukan tanpa pengecekan secara langsung kepada penerima notifikasi. Padahal, masing-masing warna berimplikasi kepada apakah mereka boleh beraktivitas normal, harus melakukan isolasi mandiri atau wajib segera ke rumah sakit untuk memeriksakan diri.

Baca Juga: [UPDATE] COVID-19 Renggut 42.107 Nyawa, Kasus Spanyol Salip Tiongkok

2. Warga mulai resah dengan semakin jelasnya sistem pengawasan di tengah mereka

Tiongkok Dituduh Selewengkan Teknologi Pengawasan Wabah Virus CoronaRobot dengan dispenser pembersih tangan mengelilingi komplek perbelanjaan saat wabah virus corona, di Shanghai, Tiongkok, pada 4 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Teknologi pengenalan wajah juga dipakai pemerintah untuk mendeteksi suhu di keramaian. Strategi yang sama pun digunakan untuk memperingatkan setiap individu yang tidak memakai masker pelindung ketika berada di luar ruangan. Di saat bersamaan, aplikasi khusus dipakai untuk memperingatkan warga jika mereka berada di dekat orang yang berpotensi atau sudah positif COVID-19.

Baik perusahaan pembuat aplikasi maupun pemerintah masih menolak bagaimana mereka mengategorikan masing-masing orang. Warga pun mulai menyuarakan kekhawatiran bahwa pemerintah telah mencampur-aduk masalah kesehatan dengan isu keamanan. Hasilnya, wabah dipakai untuk menjustifikasi pelanggaran privasi.

"Saya tak tahu apa yang akan terjadi ketika wabah berakhir. Saya tak berani membayangkannya," kata seorang karyawan di Shanghai, Chen Weiyu, kepada The Guardian. "Pengawasan sudah ada di mana-mana. Epidemi baru saja membuat pengawasan itu, yang tak biasanya kita lihat di waktu normal, kian nyata," imbuhnya.

3. Pengamat dan aktivis meminta pemerintah Tiongkok tidak memanfaatkan situasi untuk menyalahgunakan teknologi

Tiongkok Dituduh Selewengkan Teknologi Pengawasan Wabah Virus CoronaPenumpang kereta bawah tanah saat layanan mulai dibuka kembali usai lockdown di Wuhan, provinsi Hubei, pada 28 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Adam Schwartz, seorang pengacara senior di Electronic Frontier Foundation, berpendapat ada kemungkinan yang cukup besar Beijing tidak akan menghentikan pengawasan berskala besar itu meski wabah usai. Dalam wawancara dengan BBC, ia memberi contoh bagaimana Amerika Serikat melakukan surveilans terhadap warga sipil dengan dalih pemberantasan terorisme bertahun-tahun setelah tragedi 9/11 berakhir.

"Ada kekhawatiran luar biasa besar saat pemerintah mendapatkan kekuatan baru ketika krisis, pemerintah tidak pernah menyerahkan kekuatan itu walau krisis telah selesai," kata Schwartz. Ia pun mempertanyakan seberapa efektif strategi pengawasan massal itu dalam memerangi virus corona. Sebab, pemerintah tak pernah mengungkap tentang ini.

"Ini adalah misi yang mengerikan," kata Maya Wang, peneliti senior Tiongkok di Human Rights Watch. Ini sama seperti bagaimana pemerintah Tiongkok memakai Olimpiade Beijing 2008 dan Expo Shanghai 2020 sebagai alasan untuk mengawasi pergerakan penduduk.

"Kemudian, kita melihat semakin banyak penggunaan teknologi yang intrusif dan berkurangnya kemampuan rakyat untuk melawan," sambungnya.

Baca Juga: Data Kunjungan Wisman di Tengah COVID-19, Turis Tiongkok Hampir Nihil

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya