Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Jadikan Perbatasan Meksiko Instalasi Militer AS

ilustrasi perbatasan (pexels.com/Mateusz Feliksik)
Intinya sih...
  • Presiden Trump memerintahkan militer mengambil alih jalur perbatasan selatan AS untuk menekan masuknya migran ilegal.
  • Jalur Roosevelt Reservation kini dapat dipatroli langsung oleh pasukan bersenjata, namun tanpa otoritas penangkapan imigrasi.
  • Kebijakan ini mendapat sorotan dari pengamat keamanan dan hak asasi manusia karena mendekati batas legalitas pelibatan militer dalam urusan sipil.

Jakarta, IDN Times – Presiden Donald Trump resmi menginstruksikan militer mengambil alih jalur sempit sepanjang perbatasan selatan Amerika Serikat (AS) sebagai instalasi militer. Kebijakan itu diumumkan lewat memorandum Gedung Putih yang dirilis pada Jumat malam, 11 April 2025.

Wilayah yang dimaksud adalah Roosevelt Reservation, sebidang tanah federal selebar 60 kaki yang membentang di sepanjang perbatasan California, Arizona, dan New Mexico. Kewenangan atas tanah ini dialihkan dari beberapa kementerian sipil kepada Departemen Pertahanan untuk mendukung operasi militer di kawasan tersebut.

Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi pemerintahan Trump untuk menekan masuknya migran ilegal. Meski jumlah penyeberangan telah menurun tajam dalam beberapa tahun terakhir, militer terus memperluas kehadirannya di sepanjang perbatasan Meksiko.

1. Tentara akan tahan migran di jalur militer

ilustrasi pengamanan di jalur perbatasan (pexels.com/Ivan Hassib)

Dilansir dari Deccan Herald, Sabtu (12/4), dengan status baru sebagai instalasi militer, jalur Roosevelt Reservation kini dapat dipatroli langsung oleh pasukan bersenjata. Militer diberi kewenangan untuk menghentikan siapa pun yang melintas di area tersebut dengan dasar pelanggaran atas properti militer.

Namun, pasukan tidak memiliki otoritas untuk melakukan penangkapan imigrasi. Migran yang tertangkap hanya dapat ditahan sementara, sebelum diserahkan kepada petugas Patroli Perbatasan. Proses dan durasi penahanan masih dalam tahap perumusan, termasuk bagaimana koordinasi antar lembaga akan dijalankan di lapangan.

Militer juga diminta memasang rambu peringatan di sepanjang perbatasan, menandai wilayah sebagai zona larangan masuk. Otoritas masih membahas rincian teknis seperti jumlah papan yang dibutuhkan, bahasa yang digunakan, serta jarak pemasangan di medan yang sulit diakses.

2. Pentagon kuasai tanah federal untuk misi perbatasan

ilustrasi perbatasan (pexels.com/Robert So)

Dilansir CNN Internasional, Sabtu (12/4), isi memorandum tersebut menekankan bahwa Departemen Pertahanan akan menerima yurisdiksi penuh atas sebagian tanah federal untuk keperluan militer. Arahan ini ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Doug Burgum, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, dan Menteri Pertanian Brooke Rollins.

Pentagon diberi wewenang untuk menggunakan jalur tersebut sebagai lokasi pembangunan tembok, pemasangan alat pemantauan, serta berbagai aktivitas militer lainnya. Memorandum itu juga menekankan bahwa wilayah tanah adat milik suku asli tidak termasuk dalam area pengambilalihan.

Implementasi awal akan dilakukan secara terbatas, namun Menteri Pertahanan memiliki kewenangan untuk memperluas cakupan wilayah kapan saja. Seluruh personel militer yang bertugas di lapangan akan tunduk pada aturan penggunaan kekuatan yang ditetapkan oleh Departemen Pertahanan.

3. Celah hukum jadi sorotan pengamat HAM

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

Keputusan ini memicu perhatian dari kalangan pengamat keamanan dan hak asasi manusia karena mendekati batas legalitas pelibatan militer dalam urusan sipil. Dalam sistem hukum AS, militer tidak diperbolehkan menjalankan fungsi penegakan hukum domestik berdasarkan Undang-Undang Posse Comitatus tahun 1878.

Namun, dengan mendefinisikan wilayah itu sebagai zona penahanan sementara bagi pelanggar wilayah militer, pemerintah dinilai mencoba mencari celah hukum agar tentara bisa terlibat dalam proses penahanan migran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa peran militer telah melewati batas fungsi pertahanan.

Sejumlah analis juga menyoroti bahwa memorandum ini membuka ruang bagi pengerahan personel Garda Nasional oleh pemerintah negara bagian. Jika unit tersebut terlibat dalam menahan migran sebelum diserahkan kepada otoritas imigrasi, maka pelaksanaannya dinilai sangat dekat dengan keterlibatan militer dalam proses penahanan sipil.

Sampai saat ini, Gedung Putih dan Kementerian Pertahanan belum memberikan klarifikasi lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan kebijakan, termasuk mekanisme penyerahan migran dan batas waktu penahanan di lapangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us