Yan Xuetong, Ilmuwan China yang Berani Debat dengan Militer Israel!

- Yan Xuetong, ilmuwan politik China yang terkenal, mengecam tindakan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
- Dalam forum keamanan tahunan Xiangshan di Beijing, Yan memarahi perwira militer Israel Elad Shoshan terkait langkah militer yang dinilai "keji" membunuh warga sipil Gaza.
- Meski terjadi ketegangan antara China dan Israel, kedua negara tetap menjalin kerja sama dagang yang erat dengan pembelian China dari Israel naik 100,1 persen pada 2025.
Jakarta, IDN Times – Ilmuwan politik China, Yan Xuetong, tengah menjadi sorotan internasional setelah videonya memarahi perwira militer Israel beredar luas, pada Rabu (17/9/2025). Dalam forum keamanan tahunan Xiangshan di Beijing, Dekan Institut Hubungan Internasional Universitas Tsinghua itu mengecam keras tindakan Israel di Gaza yang menewaskan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.
“Militer kalian seharusnya menembak teroris, bukan anak-anak!” tegas Yan, dikutip dari rekaman yang beredar di media.
Perdebatan sengit antara Yan dengan atase militer Israel, Elad Shoshan terjadi di sela-sela forum tersebut. Shoshan membantah klaim Yan tentang jumlah korban sipil, namun Yan menegaskan fakta ditentukan oleh komunitas internasional, bukan Israel sendiri. Ketegangan ini terjadi di tengah hubungan dagang yang erat antara China dan Israel yang justru meningkat pada 2025.
1. Siapakah sosok Yan Xuetong?

Yan Xuetong adalah profesor ternama Universitas Tsinghua dan anggota luar negeri Akademi Sains Rusia. Ia menjabat sebagai Dekan Institut Hubungan Internasional Universitas Tsinghua dan Sekretaris Jenderal Forum Perdamaian Dunia. Gelar Ph.D. ia peroleh dari University of California, Berkeley pada 1992. Pada 2008, ia masuk daftar “100 Intelektual Publik Terbaik Dunia” versi Foreign Policy.
Sebagai pendiri teori realisme moral HI, Yan dikenal sebagai satu-satunya ilmuwan politik China yang tercatat dalam daftar peneliti paling banyak dikutip Elsevier 2014–2019. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Inggris, Jepang, Korea, dan Persia. Salah satu karya pentingnya, Analisis Kepentingan Nasional Tiongkok (1997), menjadi landasan teoritis kebijakan luar negeri China berbasis kepentingan nasional.
2. Perdebatan panas dengan perwira Israel
Dalam forum Xiangshan, Yan memarahi perwira Israel Elad Shoshan terkait langkah militer yang dinilai “keji” membunuh warga sipil Gaza. Ia mengibaratkan tindakan itu seperti polisi yang menembak karyawan bank hanya untuk menangkap perampok.
Shoshan menolak tudingan tersebut dan mengklaim Israel berusaha meminimalkan korban sipil, namun Yan tetap menegaskan legitimasi Israel kini dipertanyakan komunitas internasional.
Debat itu memicu respons lanjutan setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuding Tiongkok memimpin “blokade media” terhadap Israel. Pemerintah China melalui Kedutaan Besar di Israel menegaskan klaim tersebut tidak berdasar dan merusak hubungan kedua negara.
3. Hubungan China–Israel di tengah ketegangan

Meski terjadi ketegangan, data Kementerian Perdagangan China menunjukkan China adalah mitra dagang global terbesar kedua Israel pada 2023. Selama delapan bulan pertama di 2025, pembelian China dari Israel naik 100,1 persen, sementara ekspor Tiongkok ke Israel naik 19,3 persen.
Kedua negara ini sebelumnya telah mengisyaratkan niat untuk melanjutkan kerja sama sejak Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bertemu Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar di Munich pada Februari lalu. Utusan Beijing untuk Israel, Xiao Junzheng, bahkan menyatakan kesiapan China untuk mendorong hubungan bilateral tetap stabil di tengah perang Gaza.