5 Fakta Menarik Jean-Paul Marat, Jurnalis Radikal Revolusi Prancis

- Jean-Paul Marat, dokter dan jurnalis radikal, terkenal karena tulisan provokatifnya yang menyerang elit Prancis.
- Marat meninggalkan profesi dokternya setelah Revolusi Prancis 1789 dan mendirikan koran radikal yang populer di kalangan rakyat jelata Paris.
- Pembunuhan Marat di dalam bak mandi oleh Charlotte Corday menjadi simbol dramatis Revolusi Prancis dan memperparah kekerasan yang ingin dihentikan.
Jean-Paul Marat merupakan salah satu tokoh paling kontroversial dalam sejarah Revolusi Prancis. Sosoknya yang kompleks tergambar dari perjalanan hidupnya sebagai dokter bergengsi yang kemudian berubah menjadi jurnalis radikal pembela rakyat kecil. Ia dikenal sebagai tokoh yang mendorong aksi-aksi kekerasan revolusioner melalui tulisan-tulisannya yang provokatif.
Namanya semakin terkenal setelah pembunuhannya yang dramatis di dalam bak mandi pada 13 Juli 1793. Peristiwa ini diabadikan dalam lukisan terkenal karya Jacques-Louis David yang menjadi salah satu mahakarya seni Revolusi Prancis. Kematian Marat justru memperparah kekerasan yang ingin dihentikan oleh pembunuhnya, Charlotte Corday. Mari mengenal lebih dekat sosok kontroversial Jean-Paul Marat melalui lima fakta menarik berikut.
1. Bertransformasi dari dokter kaum bangsawan menjadi jurnalis radikal

Melansir Alpha History, Jean-Paul Marat lahir di Swiss pada 1743 dalam keluarga berlatar belakang Italia dan Prancis. Ia membangun reputasi sebagai dokter dan ilmuwan terhormat di London pada dekade 1770-an. Karya-karya ilmiah dan filosofisnya mendapat pengakuan dari tokoh-tokoh terkemuka, termasuk Benjamin Franklin yang memuji penelitiannya tentang cahaya dan optik.
Kepindahannya ke Paris pada 1777 membuka jalan karier medisnya yang cemerlang. Marat dipercaya menjadi dokter untuk pengawal Comte d'Artois, adik Raja Louis XVI. Pasien-pasiennya berasal dari kalangan bangsawan dan borjuis kelas atas. Namun, ambisinya menembus lingkaran elit akademis Prancis selalu menemui kegagalan.
Revolusi Prancis 1789 mengubah arah hidupnya secara drastis. Marat meninggalkan profesi dokternya dan mendirikan koran L'Ami du Peuple (Sahabat Rakyat). Korannya yang radikal ini menjadi sangat populer di kalangan rakyat jelata Paris. Perubahan drastis ini mencerminkan kekecewaannya terhadap sistem sosial yang ia anggap tidak adil.
2. Penulis provokatif yang mendorong kekerasan

Marat terkenal karena tulisan-tulisannya yang tajam menyerang kaum bangsawan, pendeta tinggi, dan borjuis kaya. Ia sering mengungkap dugaan konspirasi para elit yang merugikan rakyat kecil. Salah satu pernyataannya yang paling kontroversial menyatakan bahwa "500-600 kepala yang dipotong" akan menjamin kebebasan dan kebahagiaan rakyat Prancis.
Gaya jurnalistiknya yang provokatif membuatnya sering dikejar-kejar pihak berwenang. Marat terpaksa bersembunyi di selokan dan katakomba bawah tanah Paris selama berbulan-bulan. Ia bahkan harus mengasingkan diri ke Inggris beberapa kali saat situasi terlalu berbahaya.
Popularitasnya justru meningkat seiring upaya-upaya pembungkamannya. Rakyat Paris menganggapnya sebagai pembela sejati kepentingan mereka. Pengaruhnya semakin besar hingga ia terpilih menjadi anggota Konvensi Nasional pada 1792 meski tetap sering berkonflik dengan faksi moderat Girondin.
3. Marat dibunuh di bak mandi tempatnya bekerja

Marat mengidap penyakit kulit yang sangat menyiksa. Penyakit ini membuatnya harus sering berendam berjam-jam di bak mandi yang diisi air dan ramuan obat-obatan untuk meredakan gatal dan rasa sakitnya. Meski sedang berendam, ia tetap bekerja menulis dengan memasang papan kayu di atas bak mandi sebagai meja. Keadaan ini membuatnya mudah diserang oleh Charlotte Corday, seorang perempuan muda dari daerah Normandia yang merupakan pendukung kelompok politik Girondin.
Corday yakin bahwa Marat harus dibunuh karena tulisan-tulisannya telah memicu banyak kekerasan dalam Revolusi Prancis. Pada 13 Juli 1793, ia mengaku punya informasi penting tentang rencana jahat yang sedang terjadi di Normandia. Dalih ini berhasil membuatnya diizinkan masuk ke kamar mandi tempat Marat bekerja. Saat Marat sibuk mencatat nama-nama yang ia sebutkan, Corday mengeluarkan pisau dapur yang telah ia siapkan dan langsung menikamnya tepat di dada.
Pembunuhan ini segera menjadi simbol dramatis Revolusi Prancis. Pelukis Jacques-Louis David mengabadikan momen tersebut dalam lukisan yang kini menjadi salah satu ikon revolusi. Corday sendiri tidak mencoba melarikan diri dan dengan bangga mengaku bertindak sendiri. Ia dieksekusi dengan guillotine 4 hari kemudian.
4. Marat dianggap sebagai martir revolusi

Kematian Marat dimanfaatkan kelompok Jacobin untuk membangkitkan semangat revolusi. Mereka menjadikannya pahlawan rakyat yang gugur demi perjuangan. Jacques-Louis David mendapat tugas mengatur pemakaman yang sangat mewah untuk Marat. Jantung Marat bahkan diawetkan dan dipajang di gedung pertemuan kelompok revolusioner. Jasadnya dimakamkan di Panthéon, tempat pemakaman tokoh-tokoh besar Prancis.
Pemujaan terhadap Marat semakin meluas. Kota Le Havre bahkan mengganti namanya menjadi Le Havre-de-Marat sebagai bentuk penghormatan. Kelompok Jacobin yang menolak agama Kristen malah menjadikan Marat seperti orang suci dalam sistem kepercayaan baru mereka.
Namun, pemujaan terhadap Marat berubah drastis setelah kelompok Jacobin kehilangan kekuasaan pada 1795. Semua bentuk pemujaan terhadapnya dihapus. Jasadnya dikeluarkan dari pemakaman khusus Panthéon, patung-patungnya dihancurkan, dan namanya kembali menuai perdebatan. Perubahan cepat ini menunjukkan betapa tidak stabilnya situasi politik Prancis setelah revolusi.
5. Kematiannya justru memperparah kekerasan di era Revolusi Prancis

Pembunuhan Marat justru memperparah kekerasan yang ingin dihentikan Corday. Kematiannya berkontribusi pada paranoia yang memicu Periode Teror dalam Revolusi Prancis. Marat dan Corday menjadi simbol perpecahan dalam revolusi, satu dianggap pembela rakyat, satu lagi pahlawan anti kekerasan.
Kisah dramatis ini telah menginspirasi berbagai karya seni dan budaya selama berabad-abad. Lukisan "Kematian Marat" karya David dianggap sebagai salah satu mahakarya seni politik. Cerita Marat dan Corday muncul dalam novel-novel Victor Hugo hingga video game modern Assassin's Creed: Unity. Transformasi hidup Marat dari seorang dokter elit menjadi jurnalis radikal, serta kematiannya yang dramatis, menjadi pengingat tentang sisi gelap sebuah perubahan sosial besar.