5 Fakta Ular Naga Jawa, Salah Satu Penghuni Gunung Sanggabuana

Percaya, tidak, kalau ada satu spesies "naga" yang masih bisa kita temui saat ini? Tentunya ini bukan hewan mitologi yang berukuran belasan meter dan bisa menyemburkan api, tetapi satu reptil yang punya beberapa persamaan dengan penggambaran naga dalam mitologi China. Namanya ular naga jawa (Xenodermus javanicus), sosok ular yang jadi satu-satunya spesies dalam genus Xenodermus.
Ciri fisiknya yang paling mirip dengan sosok naga jelas ada pada sisik di sepanjang punggungnya. Sisik tersebut membentuk sirip-sirip kecil sehingga membuatnya menyerupai hewan mitologi tersebut. Sisik ular naga jawa biasanya berwarna hitam ataupun abu-abu gelap dengan warna cerah pada bagian perutnya.
Ukuran mereka terbilang mungil, lho. Ular naga jawa dewasa hanya mencapai panjang sekitar 50 cm. Tentunya, ular naga jawa juga memiliki beberapa hal menarik lain di luar penampilan mereka yang menyerupai naga. Apa saja itu? Yuk, cari tahu jawabannya di bawah ini!
1. Peta persebaran, habitat, dan makanan favorit

Meski ada kata Jawa pada nama umum dan ilmiahnya, beberapa sumber menyebut bahwa ternyata ular naga jawa tetap bisa ditemukan di tempat lain. Animalia melansir bahwa utamanya ular ini ditemukan di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, pulau kecil di sekitarnya, hingga Semenanjung Malaya. Mereka juga termasuk salah satu penghuni Gunung Sanggabuana, Jawa Barat.
Kendati terlihat luas, sebenarnya konsentrasi persebaran ular ini ada di Pulau Jawa saja. Habitat favoritnya antara lain berupa hutan-hutan, rawa, pertanian manusia, dan daerah lain yang dekat dengan sumber air. Menariknya, ular naga jawa baru bisa ditemukan pada habitat dengan ketinggian 500—1.300 mdpl, lho.
Si kecil yang satu ini merupakan hewan nokturnal yang artinya mereka baru akan aktif saat malam hari. Tentunya, ular naga jawa merupakan karnivor yang secara khusus memburu hewan-hewan kecil. Katak, kodok, ikan kecil, maupun berudu jadi pilihan mangsa utama bagi mereka. Oh iya, ular naga jawa bukan jenis ular berbisa sehingga mereka akan mengandalkan cengkraman mulut dan kekuatan lilitan untuk mendapatkan makanan.
2. Ular naga jawa punya beberapa nama lain

Selain disebut ular naga jawa, sebenarnya ular ini juga memiliki nama-nama lain yang biasa disematkan padanya. Tentunya ada berbagai penyebab dari pemberian nama ini. Misalnya saja karena karakter fisiknya dan bagaimana cara ular ini hidup di alam.
Dilansir AZ Animals, nama lain yang sering digunakan untuk ular naga jawa adalah ular lumpur jawa. Penamaan ini didasari pada kebiasaan mereka untuk berada di sekitar aliran air dan bersembunyi di bawah lumpur maupun lubang yang ada saat siang hari.
Kemudian, ada nama ular serasah berpunggung kasar yang tentunya merujuk pada ciri fisik ular ini. Sebagai informasi tambahan, sisik yang ada pada kulit ular naga jawa sebenarnya bukan berupa sisik yang tumpang tindih layaknya kebanyakan jenis ular, melainkan sisik tunggal yang tumbuh masing-masing.
Selain itu, sebutan ular tuberkel jawa juga bisa diberikan pada ular yang satu ini. Alasannya pun masih seputar ciri tubuhnya. Kata tuberkel sebenarnya berarti benjolan kecil pada tubuh sehingga pada dasarnya, nama ini merujuk pada sisik-sisik di sepanjang punggungnya yang menonjol.
3. Mekanisme pertahanan diri yang unik

Sebagai ular dengan ukuran yang relatif kecil, sebenarnya ada begitu banyak jenis hewan lain yang bisa mengancam ular naga jawa. Tak melulu soal predator, ada beberapa mamalia berukuran besar lain di sekitar habitatnya yang bisa saja secara tak sengaja betemu dan menginjak ular ini. Oleh karena tubuh mereka yang sangat rapuh terhadap makhluk lain yang berukuran besar, maka ular naga jawa perlu mengembangkan mekanisme pertahanan diri tertentu untuk bertahan. Ular ini tentu memilikinya dan bahkan terbilang cukup unik.
Saat tersentuh oleh makhluk lain yang dianggapnya sebagai ancaman, ular naga jawa akan langsung diam membeku di tempat. Selain itu, tubuhnya juga akan menjadi kaku saat melakukan hal ini, dilansir Reptiles Magazine. Perilaku pertahanan diri ini diduga bertujuan untuk menghilangkan minat predator pada ular naga jawa karena mereka seolah-olah sudah mati. Akan tetapi, pada dasarnya ular naga jawa hanya akan melakukan hal tersebut jika sudah benar-benar stres sehingga hal ini juga dapat membahayakan tubuh mereka.
Kalau itu masih belum cukup, ular naga jawa masih memiliki satu mekanisme pertahanan lain. Ular ini bisa mengeluarkan bau busuk di sekujur tubuhnya. Bagi beberapa predator potensial ular naga jawa, bau busuk tersebut bisa menjadi indikasi kalau ular ini bukan calon mangsa yang aman untuk dikonsumsi.
4. Sistem reproduksi

Tak banyak informasi tentang cara kawin dari ular naga jawa yang telah diteliti. Musim kawin ular ini dimulai saat musim hujan tiba di habitatnya, dimana ular jantan akan berusaha mencari betina di sekitarnya. Oh iya, ular naga jawa betina justru memiliki ukuran yang lebih besar ketimbang jantannya. Usai pasangan terbentuk, mereka akan melakukan ritual perkawinan sebelum akhirnya betina akan bersiap-siap untuk bertelur.
Thai National Park melansir kalau dalam satu musim kawin, biasanya ular naga jawa hanya akan menghasilkan 2—4 butir telur saja. Tak diketahui apakah sang induk memiliki peran penting dalam menjaga telur hingga merawat anak-anaknya ketika sudah menetas. Uniknya, betina tak selalu siap bereproduksi dalam kurun waktu setahun sekali. Pada beberapa kasus, betina bisa saja tidak subur dalam periode 1 tahun lebih.
5. Nyaris mustahil dipelihara manusia

Penampilannya sangat menarik perhatian dan karakternya yang pasif pastinya mengundang banyak pecinta ular untuk mencoba memelihara ular naga jawa. Sayangnya, ular yang satu ini bisa dibilang nyaris mustahil untuk dirawat oleh manusia. Bahkan, pada lingkup penangkaran pun masih sangat sulit untuk membuat ular ini dapat hidup dengan nyaman pada lingkungan buatan manusia.
Alasan utamanya terletak pada perilaku ular ini yang sangat mudah stres dan sensitif. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ular naga jawa akan langsung membekukan tubuhnya saat dipegang makhluk berukuran besar, termasuk manusia. Pada masa stres inilah ular naga jawa akan mulai menolak makan hingga dapat menyebabkan kematian, dilansir AZ Animals. Selain itu, mereka juga terbilang sangat rewel soal suhu.
Jika dipindahkan ke tempat dengan suhu yang lebih tinggi ketimbang habitat alaminya, ular ini juga akan menunjukkan tanda-tanda stres. Sekalipun ada individu yang berhasil dipelihara manusia, biasanya mereka tak akan hidup lama. Selain itu, tak diketahui apakah ular naga jawa bisa dikembangbiakkan dalam perawatan manusia dengan segala kesulitan dalam merawat mereka. Maka dari itu, sebenarnya tak dianjurkan bagi kita untuk memelihara ular yang satu ini.
Beruntungnya, status konservasi ular naga jawa terbilang baik. IUCN Red List melabeli ular ini dalam status kekhawatiran rendah (least concern). Meskipun kita tak mengetahui secara pasti jumlah individu di alam liar, populasi ular naga jawa saat ini mengalami kenaikan. Sebab, ular ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan pertanian manusia, khususnya di wilayah Pulau Jawa.
Ternyata di balik namanya yang menyimpan kesan yang kuat, ular naga jawa tergolong sebagai jenis ular yang rapuh. Penampilan mereka jelas sekali dapat menarik perhatian sehingga timbul keinginan untuk memeliharanya. Akan tetapi, lebih baik biarkan ular in tetap hidup di habitatnya dengan bebas dan tentunya jaga lingkungan di sekitar supaya mereka tak perlu khawatir pada kerusakan habitat sehingga populasinya bisa terus terjaga, ya!