Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Fakta Penting Perjanjian Hudaibiyah, Kekalahan yang Jadi Kemenangan Islam

Masjid Al-Hudaibiyah (islamiclandmarks.com)
Masjid Al-Hudaibiyah (islamiclandmarks.com)
Intinya sih...
  • Rombongan Nabi Muhammad hanya ingin umrah, bukan berperang
  • Negosiasi berlangsung alot di Hudaibiyah
  • Isi perjanjian terkesan merugikan umat Muslim

Dalam sejarah Islam, ada satu perjanjian yang awalnya tampak seperti kerugian besar, tapi justru menjadi langkah cerdas menuju kemenangan. Namanya adalah Perjanjian Hudaibiyah. Kesepakatan ini terjadi antara Nabi Muhammad SAW dan kaum Quraisy dari Mekah pada tahun 628 M (6 Hijriah). Meskipun banyak sahabat menganggap isi perjanjiannya berat sebelah, hasil akhirnya membuktikan bahwa Nabi melihat jauh lebih dalam dibanding siapa pun. Yuk, kenali beberapa fakta penting tentang perjanjian ini dan mengapa ia jadi momen krusial dalam sejarah Islam.

1. Awalnya rombongan Nabi Muhammad hanya ingin umrah, bukan berperang

ilustrasi jama'ah umrah di depan Ka'bah (pexels.com/Yasir Gürbüz)
ilustrasi jama'ah umrah di depan Ka'bah (pexels.com/Yasir Gürbüz)

Sejarah Perjanjian Hudaibiyah berasal dari Nabi Muhammad SAW yang memimpin sekitar 1.400 sahabat dari Madinah ke Mekah dengan niat melaksanakan umrah. Mereka tidak membawa senjata untuk berperang, hanya perlengkapan ibadah dan hewan kurban. Tindakan ini jelas-jelas menunjukkan niat damai. Tapi kaum Quraisy curiga dan menganggap itu taktik licik untuk masuk Mekah. Akhirnya, mereka menghadang rombongan Muslim dan melarang mereka masuk ke kota suci.

2. Negosiasi berlangsung alot di Hudaibiyah

Masjid Al-Hudaibiyah (islamiclandmarks.com)
Masjid Al-Hudaibiyah (islamiclandmarks.com)

Alih-alih memaksakan masuk, Nabi memilih jalan damai. Perundingan pun dilakukan di daerah Hudaibiyah, sekitar 20 km dari Mekah. Negosiasi berlangsung cukup rumit dan melelahkan, bahkan beberapa kali hampir gagal. Berbagai utusan Quraisy datang silih berganti, dan beberapa syarat yang mereka ajukan sangat berat. Namun, Nabi tetap sabar dan terus menjunjung prinsip damai.

3. Isi perjanjian terkesan merugikan umat Muslim

ilustrasi dokumen perjanjian (pexels.com/Pembegül Dal)
ilustrasi dokumen perjanjian (pexels.com/Pembegül Dal)

Perjanjian Hudaibiyah memiliki beberapa poin yang membuat sebagian sahabat kecewa. Pertama, gencatan senjata antara Muslim dan Quraisy selama sepuluh tahun. Kedua, kaum Muslimin tidak boleh umrah tahun itu, tapi boleh datang tahun depan dan tinggal di Mekah selama tiga hari. Ketiga, jika ada orang Quraisy yang melarikan diri ke Madinah tanpa izin keluarganya, harus dikembalikan. Sebaliknya, jika ada muslim yang pergi ke Mekah, tidak wajib dikembalikan. Poin terakhir, suku-suku Arab bebas menjalin aliansi dengan pihak mana pun. Meski terdengar berat sebelah, Nabi Muhammad menerimanya dengan lapang dada dan visi jangka panjang.

4. Masa damai dimanfaatkan umat Muslim untuk berdakwah

ilustrasi muslim berdoa (pexels.com/Mido Makasardi)
ilustrasi muslim berdoa (pexels.com/Mido Makasardi)

Justru karena tidak ada perang, umat Muslim punya kesempatan untuk fokus berdakwah. Islam pun berkembang sangat pesat dalam waktu dua tahun setelah perjanjian. Banyak suku Arab yang mulai terbuka terhadap Islam dan bahkan masuk Islam secara sukarela. Nabi dan para sahabat bisa memperkuat komunitas di Madinah tanpa ancaman militer dari Quraisy. Hasilnya? Jumlah pemeluk Islam meningkat lebih cepat dibanding periode sebelumnya.

5. Perjanjian dilanggar oleh pihak Quraisy

ilustrasi pasukan berunta (pixabay.com/Kyraxys)
ilustrasi pasukan berunta (pixabay.com/Kyraxys)

Sekutu Quraisy, yaitu Bani Bakr, menyerang Bani Khuza’ah, sekutu kaum Muslimin. Serangan ini terjadi sekitar dua tahun setelah perjanjian ditandatangani, tepatnya pada tahun 8 Hijriah. Bani Bakr melancarkan serangan di malam hari, dibantu logistik dan senjata oleh Quraisy, meskipun secara tidak langsung. Aksi ini jelas melanggar isi perjanjian yang menjamin tidak adanya serangan antar sekutu selama masa damai.

Mendengar kabar ini, Bani Khuza’ah segera mengirim utusan ke Madinah dan meminta perlindungan kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah penyelidikan dan klarifikasi, Nabi menilai Quraisy telah gagal menjaga komitmen perjanjian. Sebagai respons, beliau mulai memobilisasi pasukan besar untuk menuju Mekah. Inilah yang kemudian menjadi pemicu langsung dari penaklukan Mekah secara damai.

6. Penaklukan Mekah terjadi dua tahun kemudian

ilustrasi Mekah sebagai pusat Islam (pexels.com/Konevi)
ilustrasi Mekah sebagai pusat Islam (pexels.com/Konevi)

Setelah pelanggaran itu, Nabi Muhammad menghimpun pasukan besar dan bergerak menuju Mekah. Alih-alih membawa balas dendam, beliau memilih strategi damai. Kota Mekah pun ditaklukkan tanpa pertumpahan darah besar. Peristiwa ini dikenal dengan nama Fathu Makkah, dimana banyak tokoh Quraisy, bahkan para penentang keras Islam sebelumnya, akhirnya masuk Islam. Ini adalah kemenangan besar yang membawa Mekah menjadi pusat Islam hingga kini.

Apa yang awalnya terlihat sebagai kekalahan ternyata jadi kemenangan strategis. Nabi Muhammad SAW membuktikan bahwa kesabaran, visi panjang, dan diplomasi bisa lebih kuat daripada kekuatan militer. Perjanjian Hudaibiyah bukan cuma perjanjian damai, tapi juga langkah revolusioner dalam sejarah dakwah. Dari sinilah Islam mulai menyebar luas ke seluruh jazirah Arab. Dan semua itu dimulai dari keberanian untuk mengalah sedikit, demi menang sepenuhnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us