Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Kota yang Hilang dalam Sejarah Islam, Ada di Mana Saja?

Kota yang hilang dalam sejarah Islam (commons.wikimedia.org/Sammy Six)
Kota yang hilang dalam sejarah Islam (commons.wikimedia.org/Sammy Six)
Intinya sih...
  • Fustat, ibu kota pertama Mesir pada masa Islam, dibangun oleh Amr bin Ash pada 641 M dan menjadi pusat pemerintahan serta perdagangan yang penting.
  • Pada abad ke-12, Fustat mengalami nasib tragis ketika gubernur Mesir membakar kota ini untuk mencegah pasukan Salib merebutnya.
  • Baghdad pernah menjadi pusat peradaban Islam dan rumah bagi banyak ilmuwan besar sebelum dihancurkan oleh pasukan Mongol pada 1258.

Sejarah Islam tidak hanya diisi oleh kejayaan, tetapi juga kisah kota-kota yang pernah berdiri megah lalu menghilang seiring waktu. Kota-kota ini dulu menjadi pusat ilmu hingga pemerintahan, tetapi berbagai faktor membuat mereka lenyap dari peta dunia.

Meski tidak lagi berdiri seperti dulu, jejak kejayaan mereka masih bisa ditemukan dalam catatan sejarah dan peninggalan arkeologi. Menelusuri kota-kota ini bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga memahami bagaimana peradaban Islam berkembang dan menghadapi tantangan.

Bikin terkesima, berikut enam kota yang pernah berjaya dalam sejarah Islam, tetapi kini hanya tinggal kenangan. Tenang, tetap bisa kamu kunjungi, kok!

1. Fustat alias kota pertama Mesir Islam

Fustat (commons.wikimedia.org/Roland Unger)
Fustat (commons.wikimedia.org/Roland Unger)

Fustat adalah ibu kota pertama Mesir pada masa Islam sebelum akhirnya digantikan oleh Kairo. Kota ini dibangun oleh Amr bin Ash pada  641 M dan menjadi pusat pemerintahan serta perdagangan yang sangat penting.

Pada masa keemasannya, Fustat dikenal dengan pasar-pasar besar dan manuskrip yang dikumpulkan di Msjid Amr bin Ash, yang merupakan masjid pertama di Afrika. Kota ini menjadi pusat intelektual dengan banyaknya ulama dan ilmuwan yang tinggal di sana.

Namun, pada abad ke-12, Fustat mengalami nasib tragis ketika gubernur Mesir saat itu, Shawar, membakar kota ini untuk mencegah pasukan Salib merebutnya. Kebakaran besar ini menghancurkan hampir seluruh kota dan penduduknya terpaksa meninggalkan tempat yang telah mereka bangun selama berabad-abad. Sisa-sisa Fustat kini hanya berupa reruntuhan di sekitar Kairo Lama, tetapi perannya dalam sejarah Islam gak bisa diabaikan.

2. Baghdad pernah menjadi kota ilmu, tapi hancur oleh Mongol

Fall Of Baghdad (commons.wikimedia.org/14th century artist)
Fall Of Baghdad (commons.wikimedia.org/14th century artist)

Baghdad pernah menjadi pusat peradaban Islam dan rumah bagi banyak ilmuwan besar. Dibangun pada abad ke-8 oleh Khalifah Abbasiyah, kota ini menjadi pusat ilmu pengetahuan, di mana berbagai disiplin ilmu berkembang pesat. Perpustakaan terkenal seperti Baitul Hikmah menyimpan banyak naskah dari berbagai peradaban, yang menjadikan Baghdad sebagai mercusuar ilmu pengetahuan dunia.

Namun, pada 1258, pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu kota ini dan menghancurkan hampir seluruhnya. Jutaan manuskrip dibakar atau dibuang ke Sungai Tigris hingga airnya dikatakan menghitam karena tinta.

Sejak saat itu, Baghdad tidak pernah benar-benar pulih seperti masa kejayaannya. Meski kini tetap menjadi ibu kota Irak, Baghdad modern sudah sangat berbeda dari Baghdad di masa keemasan Islam.

3. Timbuktu, kota ilmu di Afrika yang terlupakan

Timbuktu (commons.wikimedia.org/Martin Bernatz)
Timbuktu (commons.wikimedia.org/Martin Bernatz)

Timbuktu di Mali dulu dikenal sebagai pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan Islam di Afrika Barat. Pada abad ke-14 hingga ke-16, kota ini dipenuhi ulama, pedagang, dan akademisi yang menjadikannya tempat bertemunya berbagai budaya dan ilmu pengetahuan. Universitas Sankore di Timbuktu bahkan menyaingi pusat-pusat pendidikan di dunia Islam lainnya, dengan ribuan manuskrip yang tersimpan rapi.

Sayangnya, kejayaan Timbuktu mulai meredup ketika jalur perdagangan trans—Sahara mengalami kemunduran. Ditambah invasi dan kolonialisme, kota ini perlahan kehilangan statusnya sebagai pusat ilmu pengetahuan. Saat ini, Timbuktu masih ada, tetapi banyak manuskripnya dalam kondisi terancam, karena kurangnya perhatian dan perawatan.

4. Madain kini jadi kota yang ditelan waktu

Madain (commons.wikimedia.org/Sammy Six)
Madain (commons.wikimedia.org/Sammy Six)

Madain atau Ctesiphon awalnya adalah ibu kota Kekaisaran Persia sebelum ditaklukkan oleh umat Islam pada abad ke-7. Setelah penaklukan, kota ini menjadi salah satu pusat pemerintahan Islam di awal masa Kekhalifahan. Madain terkenal dengan istana megahnya, termasuk Taq Kasra, lengkungan raksasa yang masih bisa dilihat hingga kini.

Namun, seiring waktu, Madain mulai ditinggalkan, karena ibu kota kekhalifahan berpindah ke tempat lain. Faktor alam, seperti banjir dan perubahan jalur sungai juga mempercepat kehancurannya. Kini, yang tersisa dari Madain hanyalah reruntuhan yang tersebar di sepanjang Sungai Tigris, menjadi saksi bisu kejayaannya di masa lalu.

5. Al-Andalus, peradaban islam yang hilang di Spanyol

Calahorra tower Al-Andalus (commons.wikimedia.org/	Elliott Brown)
Calahorra tower Al-Andalus (commons.wikimedia.org/ Elliott Brown)

Al-Andalus bukan hanya satu kota, tetapi sebuah wilayah di Spanyol yang dulu menjadi pusat peradaban Islam selama berabad-abad. Kota-kota seperti Cordoba, Sevilla, dan Granada menjadi pusat ilmu pengetahuan, arsitektur, dan budaya yang mempengaruhi seluruh Eropa. Cordoba, misalnya, pada abad ke-10 adalah kota terbesar di dunia dengan perpustakaan yang memiliki ratusan ribu manuskrip.

Namun, pada akhirnya, kejayaan Islam di Al-Andalus berakhir ketika Kerajaan Kristen menaklukkan wilayah ini dalam proses yang dikenal sebagai Reconquista. Pada 1492, Granada menjadi kota terakhir yang dikuasai Muslim, jatuh ke tangan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Banyak masjid diubah menjadi gereja, manuskrip dihancurkan, dan jejak peradaban Islam di Spanyol perlahan menghilang. Meski begitu, arsitektur seperti Alhambra di Granada masih berdiri sebagai bukti kejayaan yang pernah ada.

6. Samarra kini berubah menjadi kota kekhalifahan yang terlupakan

Samarra (commons.wikimedia.org/Safa.daneshvar)
Samarra (commons.wikimedia.org/Safa.daneshvar)

Samarra pernah menjadi ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah pada abad ke-9 setelah Baghdad dianggap terlalu bergejolak. Khalifah al-Mu'tasim memindahkan pusat pemerintahan ke Samarra dan membangun kota ini dengan megah, termasuk Masjid Agung Samarra yang memiliki menara spiral unik. Selama beberapa dekade, Samarra berkembang pesat dengan istana, masjid, dan bangunan megah lainnya.

Namun, setelah ibu kota kembali ke Baghdad pada akhir abad ke-9, Samarra mulai mengalami kemunduran. Tanpa dukungan politik dan ekonomi yang kuat, kota ini kehilangan pengaruhnya dan akhirnya hanya menjadi kota kecil yang tidak lagi berperan besar dalam peradaban Islam. Hari ini, sisa-sisa kejayaan Samarra masih bisa dilihat dalam bentuk reruntuhan dan situs bersejarah, tetapi kejayaannya telah lama sirna.

Kota-kota ini, meskipun telah hilang atau berubah, tetap menyimpan warisan berharga bagi dunia Islam. Menelusuri kisah mereka bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk memahami bagaimana peradaban berkembang dan berubah seiring waktu. Setiap batu dan manuskrip yang tersisa menjadi pengingat bahwa peradaban harus dijaga agar tidak hilang begitu saja.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Annisa Nur Fitriani
EditorAnnisa Nur Fitriani
Follow Us